ILC Pamit dan Edy FNN "Dikriminalisasi", Upaya Bungkam Pers?!

Kamis, 17 Desember 2020 | 16:50 WIB
0
288
ILC Pamit dan Edy FNN "Dikriminalisasi", Upaya Bungkam Pers?!
Presiden ILC Karni Ilyas. (Foto: Tempo.co)

Mulai tahun depan, suara kritis yang muncul dalam tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) di TVOne bakal tidak ada lagi. Presiden ILC Karni Ilyas menyebut program itu akan cuti tayang pada tahun depan. Selasa malam, 15 Desember 2020, menjadi episode perpisahan.

Karni tak menjelaskan alasan program ILC cuti tayang pada tahun depan. Ia hanya menyebut episode perpisahan ILC pada Selasa malam itu berjudul “Renungan Akhir Tahun: Dampak Tekanan Ekonomi, Ibu Bunuh Anak, Suami Bakar Isteri”.

“Dear Pencinta ILC: Sekalian kami umumkan edisi ini adalah episode terakhir akhir tahun ini dan merupakan episode perpisahan,” tulis Karni melalui akun twitternya @karniilyas, Selasa, 15 Desember 2020.

“Sebab mulai tahun depan berdasarkan keputusan manajemen TVOne, ILC dicutipanjangkan sementara waktu. Mohon maaf sebesar-besarnya kepada Pencinta ILC,” lanjut Karni melalui akun twitternya @karniilyas.

Seperti dilansir Tempo.co, Selasa (15 Desember 2020 17:54 WIB), program ILC adalah acara talkshow di TVOne yang hadir setiap Selasa pukul 20.00 WIB dan dipandu oleh Karni Ilyas. Acara ini sudah tayang sejak 2008 silam dan beberapa kali mendapatkan penghargaan.

Manajemen TVOne menyatakan, program ILC akan tetap tayang melalui platform digital. Pernyataan ini disampaikan karena tahun depan, program diskusi yang dipandu Karni Ilyas itu akan cuti panjang.

“Maka telah disepakati bahwa program ILC ke depannya akan ditayangkan dalam platform digital,” seperti dikutip dari siaran pers manajemen TVOne, Selasa, 15 Desember 2020.

Pihak TVOne menyatakan, ILC adalah sebuah brand dan program televisi yang hak cipta dan hak siarnya dimiliki pihak independen. Acara itu selama ini tampil di TVOne sebagai hasil kerja sama yang didasari oleh kesepakatan antara TVOne dan pemilik hak siar ILC.

Pada 2020, kesepakatan kerja sama tersebut berakhir. Untuk mengembangkan tayangan ILC ke depan dan mengantisipasi era digital, maka diputuskan ILC akan tayang di platform digital.

“Pihak tvOne dan pemegang hak siar ILC sama-sama memandang bahwa program ILC memiliki potensi untuk dapat berkembang lebih pesat lagi di platform digital,” lanjutnya.

Keputusan tersebut didasarkan pada beberapa indikator seperti jumlah subscribers di kanal ILC pada suatu platform berbagi video yang mencapai lebih dari 4 juta orang dan jumlah rata-rata ditonton oleh lebih dari 50 juta kali.

Menurut pihak TVOne, platform tersebut telah menjadi salah satu media utama masyarakat mendapatkan informasi.

Ke depannya, fenomena itu diprediksi bakal lebih dominan. “TVOne berharap tayangan ILC di platform digital nanti akan terus berkembang dan menjadi tayangan yang selalu dinanti oleh masyarakat.”

Benarkah “cuti tayang” ILC di TVOne tersebut semata-mata hanya karena kesepakatan kerja sama itu berakhir pada 2020? Mengingat selama ini sudah beberapa kali acara ILC terkadang tiba-tiba batal tayang tanpa alasan yang jelas!

Atau, jangan-jangan inilah modus baru untuk “membungkam” suara kritis atas pemerintahan Presiden Joko Widodo yang terindikasi “anti kritik”? Jika sudah demikian, biasanya mereka dibayang-bayangi dengan ancaman UU ITE.

Channel BangEdy

Setelah sempat tertunda dua kali, akhirnya wartawan senior Edy Mulyadi, penuhi panggilan Bareskrim Polri, Kamis (17/12/2020). Edy dipanggil sebagai saksi untuk dimintai keterangan terkait peristiwa penembakan 6 pengawal Habib Rizieq Shihab di Jl. Tol Jakarta-Cikampek.

Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Andi Rian Djajadi, saat dikonfirmasi, Senin (14/12/2020), dalam pemanggilan ini, tim penyidik akan menggali informasi terkait peristiwa di tol berdasarkan informasi yang diperoleh Edy.

Andi mengatakan ada saksi yang menyebut nama Edy. “Sekadar untuk menggali pengetahuan yang bersangkutan tentang peristiwa. Karena ada saksi lain yang menyebutkan namanya,” ujarnya, seperti dilansir Detik.com, Senin (14 Des 2020 19:59 WIB).

Wartawan senior Forum News Network (FNN.co.id) itu sebelumnya membuat video laporan di Jalan Tol Japek Km 50 terkait penembakan pengawal HRS yang diunggah melalui akun YouTube-nya, @Bang Edy Channel.

Dalam video berdurasi 6,24 detik yang sempat saya lihat juga, Edy  sudah mewawancarai beberapa pedagang di rest area Km 50.

“Saya tadi sempat ngobrol-ngobrol dengan beberapa pemilik warung di sekitar sini, mereka mengatakan bahwa peristiwanya sekitar jam 01.30 WIB. Tapi, menurut salah seorang (pedagang) warung, mengatakan bahwa mobil yang masuk ke sini kondisi bannya sudah tidak utuh.”

“Jadi, begitu masuk dari ujung sana (masuk rest area), bannya sudah tidak ada, tinggal velg-nya saja,” ungkap Edy.

Kresek-kresek, sudah berisik gitu. Kemudian saksi mata mengatakan mobil itu (pengikut Habib Rizieq) dipepet dua mobil polisi, tidak lama terdengar dua tembakan, dor... dor...,” lanjutnya.

Edy mengatakan pedagang warung di sana mendengar 2 kali suara tembakan saat peristiwa terjadi. Dalam video itu, Edy menjelaskan para pedagang yang berada di lokasi diusir oleh polisi dan diminta menjauh.

“Saya tanya sama tukang warung sekitar sini ada dua kali tembakan, saudara. Setelah itu, beberapa warga maksudnya yang dagang di sini itu keluar tapi polisi sudah banyak mereka diusir, 'sana pergi, teroris, teroris',” ucapnya.

Edy menilai, polisi sejak awal sudah membentuk stigma bahwa peristiwa yang terjadi antara polisi dan pengawal HRS sebagai penembakan teroris. Edy menyebut lokasi tidak jauh dari musala di rest area Km 50.

“Jadi saudara, sejak awal polisi sudah menebarkan apa yang disebut namanya stigma orang-orang yang mau mendekat ke arah lokasi terjadinya penembakan disebut teroris. Nah ini di sini deket-deket musala sini, teroris,” ungkapnya.

“Tapi saya tanya, katanya di sini ada tukang parkir di lokasi itu memang mereka diusir kira-kira jarak 1 meter sebelum lokasi, tidak boleh. Tidak ada police line,” ujarnya.

Edy menyebut rest area Km 50 menjadi tempat favorit polisi untuk melakukan penyergapan kasus-kasus narkoba dan teroris. Ia juga mengatakan pedagang di sana sudah terbiasa dengan proses penyergapan narkoba dan teroris yang dilakukan polisi.

“Ternyata lokasi Km 50 ini, tanda kutip, menjadi tempat favorit bagi polisi untuk menyergap biasanya bandar narkoba atau teroris, sehingga ketika ada peristiwa tembakan 2 kali, pemilik warung mengatakan, ya kita pikir kalau nggak narkoba ya teroris, karena sudah menjadi biasa juga,” imbuhnya.

Secara yuridis, menurut Pasal 1 butir 26 KUHAP: “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Jadi, kalau mengacu KUHAP, Edy bukanlah saksi. Sebab, dia tidak berada di TKP pada saat kejadian. Dia tidak mendengar sendiri, melihat sendiri dan mengalami sendiri kejadian di Km 50.

Sebagai jurnalis, Edy dilindungi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Bahan pemanggilan Edy sebagai saksi adalah produk jurnalistik. Jadi, jika memang Edy hendak diperkarakan terkait hasil investigasinya pada kejadian di Km 50, tempatnya di Dewan Pers. Bukan di Bareskrim!

Persepsi umum yang terjadi adalah ketika seseorang dijadikan saksi, maka dia berpotensi besar ditingkatkan statusnya sebagai tersangka.

Jika hal ini benar-benar terjadi nantinya, maka dapat dikatakan ada upaya “mengkriminalisasi” Edy dan sekaligus menjadi upaya untuk “mengekang” suara jurnalis. Hal ini jelas-jelas bertentangan utamanya dengan Pasal 28 UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah diamandemen.

Jadi, pada intinya, pemanggilan Edy sebagai saksi atas kasus Km 50 dan pamitnya ILC dapat disimpulkan sebagai upaya seseorang/kelompok/golongan untuk mengekang kebebasan pers. Juga memberangus penerapan Pasal 28 UUD 1945.

Seperti diketahui dalam versi polisi, “kontak senjata” terjadi antara polisi dan pengawal HRS di Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Akibatnya, enam pengikut HRS tewas.

Kontak tembak itu terjadi pada Senin (7/12/2020) sekitar pukul 00.30 WIB. Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Fadil Imran, keenam pengikut HRS itu ditembak karena melakukan perlawanan.

“Sekitar pukul 00.30 WIB di jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 50 telah terjadi penyerangan pada anggota Polri yang sedang melakukan tugas penyelidikan terkait rencana pemeriksaan MRS yang dijadwalkan berlangsung hari ini jam 10.00 WIB,” jelas Fadil.

Insting sebagai wartawan, Edy turun ke lapangan, terutama di Km 50 untuk mengecek peristiwa sebenarnya. Edy pun sukses ungkap peristiwa itu!

***