Melek

Dengan nalar logis matematis, masalah bukan dicari solusinya dengan pendekatan dogmatis atau agamis. Dengan begitu kita jadi melek. Jika sudah melek, kita tahu ke mana kita hendak menuju.

Rabu, 4 Desember 2019 | 12:13 WIB
0
329
Melek
Presiden Joko Widodo (Foto: merahputih.com)

Hari-hari ini, ramai dibahas rendahnya kemampuan membaca dan menalar anak-anak Indonesia berdasarkan skor PISA. Dan di republik namdua, yang begini sudah pasti memicu debat dan pro kontra, sembari menuding siapa salah atau merutuki diri.

Menteri Nadiem sudah mengakui rendahnya skor ini, dan memilih mengajak mencari jalan keluar biar kita nggak kayak pasukan komando baris-berbaris, jalan di tempat, grak!

Makanya, pendidikan dan pengajaran yg mau dituju Mas Menteri diprioritaskan menguatkan logika, matematika, dan bahasa. Itu jadi kuncinya. Dari sana, anak-anak akan belajar memecahkan masalah secara logis. Pakai nalar dan akal, bukan dalil atau dogma.

Presiden Joko Widodo juga memilih anak-anak muda sebagai teman diskusinya. Stafsus milenial itu, sebagian besar, semuanya malah, sudah membangun platform digital di berbagai bidang. Keuangan, pendidikan, sosial.

Saya melihat sebaliknya. Presidenlah yang sedang magang, belajar tentang dunia digital dari anak-anak ini. Ingin menyerap banyak bagaimana masalah dipecahkan secara digital, karena itulah satu-satunya jalan untuk menjadi bangsa yang maju.

Kenyataan yang ditulis dalam artikel ini menjelaskan, bangsa Bangladesh pun sedang berubah menjadi Bangladesh baru lewat jalan digital.

Di mana posisi republik namdua? Belum juga tampak hilalnya, sedang Bangladesh sudah purnama. Tapi itu mestinya bisa kita llihat sebagai peluang besar. Kayak Arya Sinulingga melihatnya demikian. Bahkan Kenya atau Nigeria pun sudah ada dalam daftar. Filipina malah sudah lebih di atas.

Bangladesh, lewat cara ini, membuka 500-600 ribu lapangan kerja baru utk anak-anak muda. Nilai ekonominya bisa mencapai 100 juta.

Kecil amat? Itu dalam dolar, bukan rupiah, Mase.

Banyak bangsa belajar dan dari sana pelan-pelan berubah. Bertransformasi. Dari yang analog ke digital. Dari yang lambat ke yang cepat. Dari mistis ke logis.

Diskusi dengan anak-anak ini, akan membuat pemimpin punya alat dan cara baru. Jika kamu hanya punya palu, semua masalah akan terlihat sebagai paku belaka. Yang harus digebuk, dipukul. Dengan alat yang baru, paku bisa saja dicabut, diukir, atau dihias.

Dengan nalar yang logis matematis, masalah bukan dicari solusinya dengan pendekatan dogmatis atau agamis. Dengan begitu kita jadi melek. Tercerahkan. Jika sudah melek, kita tahu ke mana kita hendak menuju.

***