Setelah Rohmamurzy ditangkap KPK, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gerak cepat mencari sosok ketua umum. Partai berlogo ka’bah itu langsung menunjuk ketua Majelis Pertimbangan Suharso Monoarfa sebagai pelaksana tugas pimpinan baru. Hal tersebut dikarenakan Romi telah diberhentikan dari jabatannya setelah ia mengenakan rompi orange dari KPK.
Suharso Monoarfa diangkat menjadi Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan PPP setelah Rommy tertangkap KPK.
Namun sejumlah penolakan pengukuhan Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum PPP tetap muncul jelang Mukernas pengukuhan. Dimana yang getol melakukan penolakan adalah Ketua DPP PPP Rudiman.
Ia menyatakan bahwa penolakannya berdasarkan pada AD/ART partai yang menyatakan Ketua Umum harus dijabat oleh seseorang yang menjabat sebagai wakil ketua umum. Rudiman mengatakan fatwa yang muncul dari Ketua Dewan Pengarah Maimoen Zubair atau Mbah Moen lah yang membuat DPP bersikukuh mengangkat Suharso Monoarfa sebagai Ketum PPP.
Baca Juga: KPK Yakin, Romy "Bermain" Bersama
Wasekjen PPP Achmad Baidowi sempat membantah bahwa penunjukan Monoarfa sebagai Ketum dianggap melanggar AD/ART. Menurutnya, hal itu sudah sesuai dengan mekanisme internal partai.
Baidowi lantas merujuk pada pasal 20 ayat 1 pada Anggaran Dasar PPP, yang tertulis fatwa Majelis Syariah PPP harus diperhatikan dan dilaksanakan secara sungguh – sungguh. Dan Maimoen Zubair lah yang saat ini memimpin Majelis Syariah.
Pada Pasal 20 ayat 1 menyebutkan kewenangan Majelis Syariah adalah memberikan fatwa soal kebangsaan, kenegaraan yang wajib dipatuhi, diperhatikan dan dilaksanakan oleh pengurus partai.
Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, maka ada ijtihad hukum dengan meminta pendapat Mahkamah PPP sebagai lembaga peradilan internal.
Dalam forum rapat harian, mbah moen sempat memberikan fatwa “Pak Suharso menggantikan Mas Romi”. Atas fatwa tersebut tentu ada pihak yang sepakat dan tdak sepakat.
Hal tersebut dibantah oleh Rudiman yang menganggap bahwa diangkatnya Monoarfa menjadi Ketum PPP dianggap telah menyalahi AD/ART. Menurutnya, fatwa Mbah Moen lebih ke arah regulasi seperti penentuan halal dan haram, bukan pemilihan ketua umum.
Rudiman sendiri berpendapat, bahwa gelombang tidak setuju bukan hanya muncul dari dirinya, sebut saja Rahman Yakub dan Siti Nurmila. Di samping itu sejumlah DPW juga mengatakan tidak setuju dan mengajukan nama – nama.
Hasil Rapat Harian DPP beralasan bahwa pengukuhan Suhardu atas dasar kedaruratan menjelang Pemilu 17 April 2019 lalu. Namun, Rudiman menegaskan bahwa AD/ART tetap harus dipegang sebagai dasar.
Rudiman juga menilai emergency atau tidak, tetap harus berpedoman kepada AD/ART. Dimana terdapat mekanisme lain apabila Suharso ingin menjadi Ketua Umum, yaitu melalui Muktamar.
Dalam hal ini, tentu sudah semestinya anggota Partai memahami isi dan konteks dari AD/ART PPP yang telah diresmikan sebagai panduan partai dalam menjalankan organisasi politiknya.
Dalam sebuah organisasi AD / ART bisa digunakan sebagai landasan dalam bekerja agar kinerja sebuah organisasi menjadi terarah.
Meski demikian, dirinya mengakui bahwa Suharso Monoarfa merupakan sosok yang memiliki kemampuan yang cakap dan merupakan salah satu kader PPP yang berpengalaman. Namun secara regulasi AD/ART, pengukuhan Suharso disebutkan mengalahi AD/ART. Oleh karena itu Rudiman tetap meminta kepada partai untuk tetap menegakkan AD/ART.
Ia juga menuturkan, petinggi partai yang seharusnya ditunjuk sebagai Ketua Umum Partai adalah salah satu wakil ketua umum. Jika tidak ada yang bersedia, maka bisa digantikan salah satu ketua DPP.
Saat itu ia pun menilai jika Mukernas yang diselenggarakan pada Maret lalu terbukti mengukuhkan Suharso sebagai Ketum PPP, maka hal tersebut juga dianggap melanggar AD/ART.
Pastinya seluruh anggota Partai juga harus menunjukkan ittikad baiknya dengan patuh terhadap AD / ART yang telah disepakati. Bukan mencari pembenaran demi eksistensi politis.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews