Jika Ucapan Netizen Adalah Doa, Obrolan Warganet Tak Ubahnya Doa Bersama

Jumat, 22 Maret 2019 | 22:08 WIB
0
485
Jika Ucapan Netizen Adalah Doa, Obrolan Warganet Tak Ubahnya Doa Bersama

Dinamisnya Jakarta begitu terasa ditengah geliat warung, resto atau tempat kongkow lainnya. Pergeseran arus informasi menjadi trend yang mendukung budaya diskusi pada tiap ruang yang memungkinkan.  Kreatifitas begitu nyata  saat media sosial mampu menyita sebagian besar kalangan.

Apapun topik pembicaraan seolah menjadi naik kelas ketika sudah diunggah di media sosial. Begitu pun sebaliknya,saat ada tema tertentu di media sosial , banyak pihak menjadi kepo dan ikut menyebarkannya.

Warganet atau Netizen menjadi sebuah komunitas dunia maya namun nyata yang dirasa efektif menyebarkan informasi berita. Hanya bermodal gawai yang terisi kuota internet, konon hidup jauh lebih berwarna.

Dari curhatan pribadi, "pamer" makan minum, "pamer jalan-jalan" hingga segudang aktifitas yang menyertai keseharian dengan mudah dibagikan melalui laman media sosial. Tak hanya sekedar Facebook, Twitter, blog hingga youtube mampu menjadi rumah kedua bagi kehidupan pegiat media sosial.

Plus- minus, Pro -Kontra, positif - negatif tak jarang memunculkan kasus sosial - hukum pun. Begitulah  sisi lain dari maraknya aktifitas media sosial yang tak terbendung. Tak sebatas rangkaian kalimat yang bisa dibaca, melainkan juga gambar, bahkan video yang sewaktu-waktu bisa viral.

Konten kreatif media sosial tidak saja menjadi segmen marketing dalma dunia industri bisnis. Misi budaya hingga missi politik kerap muncul di pelbagai laman media sosial. Pelaku dan penikmatnya tak lain tak bukan adalah para netizen atau warganet itu sendiri.

Sadar bahwa saya menjadi bagian dari Warganet, Diskusi bertajuk doa dan Obrolan untuk pemilu 2019 yang dihelat di kawasan tebet dalam utara pun saya datangi. Ya, tema politik menjelang pemilu 2019 menjadi kanal panas yang kerap memisu selisih paham hingga perang opini. Saya orang yang sering merasakan. Bahwa setiap postingan media sosial pasti akan memunculkan tanggapan hingga komentar. Kecuali media sosial disetel untuk ruang Private.. 

Apalah arti media sosial tanpa respon dan komentar dari mereka yang sama-sama aktif sekedar like. up date status hingga posting aneka rupa konten kreatif. Seni bermedia sosial sejatinya banyak mengharap nilai positif yangbermunculan. Entah kenapa, trend positif mendapat persaingan yang cukup sengit dari konten negatif media sosial berisi fitnah, ujaran kebencian dan keluarga besar hoax lainnya.

Kamis 21 Maret 2019 sedari siang hingga rembang petang menjelang Pegiat media sosial yang berkomitmen untuk melawan Hoax, menolak Golput dan menjaga persatuan dan kesautuan bangsa meluangkan waktuny untuk berkumpul bersama.

Bagi saya sederhana saja. Jika ucapan netizen di media sosial adalah doa, maka obrolan Warganet tak ubahnya dengan doa besama. Sebuah komitmen tulus untuk menjaga berlangusngnya pemilu damai 2019.

Makna sederhana dan jauh dari kesan muluk-muluk. Begitupun saat 3 orang yang didaulat sebagai narasumber yakni Hafydz marshal, duduk didepan memberikan sharing dan tanggapan dari diskusi lebih tepatnya obrolan ringan dari netizen yang sebagian besar berasal dari generasi milenials.

Bukankah sejatinya Media sosial tak ubahnya lapak-lapak kopi tempat kita saling bercengkrama, bertukar ide, gagasan dan menjaga silaturahmi yang mampu menembus batas ruang dan waktu?

Sangat disayangkan jika isue negatif politik sedemikian mengusupi relung hati pegiat media sosial sehingga muncul berbagai kata-kata yangmembuat panas suasana. Hal itu kerap saya alami.

Alih-alih mengkritik kandidat Capres cawapres tertentu, tiba-tiba muncul komentar yang sangat tidka elok untuk dibaca. Padahal saya yakin, capres dan cawapres sendiri  tidak akan menanggapi sampai sebegitunya Bahasa kotor yang tidak terdaftar di KBBI (kamus besar bahasa Indonesia pun tak segan untuk dikeluarkan.

Hari ini, sehari setelah doa dan obrolan warganet terselenggara, tiba-tiba media sosial diramaiakn dengan gerakan hastag berbahasa asing yang menurut saya aneh bin Nyleneh.  #INAelectionObserverSOS  begitu gencar dimainkan oleh sekelompok pegiat medsos. Ketika ditanya maksudnya apa? dijawab dengan kesan enteng tanpa otak bahwa itu hanya sekedar hesteg saja?

Pegiat media sosial lain pun nimbrung menanggapi dengan menyertakan sebuah penjelasan terkait arti dari tiap kata yang terdapat dalam hesteg itu kurang lebih sebagai berikut: : INA : Kode untuk menyebut Indonesia,  Elektion memiliki arti pemilihan umum dalam arti pemilu 2019, Observer berarti mengamai dan SOS adalah semacam kode kondisi Bahaya.

Sungguh para pemain Hastag diatas sangat tidak bijak. Apapun hastag yang dimainkan di ranah media sosial harusnya tidak memancing perhatian dunia internasional. Apalagi terkesan mengabarkan kondisi yang tidak pada mestinya.

Disaat kami dan sebagian jejaring pegiat media sosial tengah membagun komitmen untuk menjaga pemilu damai 2019 , yang ada hastag diatas membangun sinyalemen negatif terhadap pemilu di Indonesia.

Maka tiada kata lain selain waspada terhadap pegiat medis sosial yang tidak sekedar menyebar fitnah, hoak , namun sudah memainkan sindikasi hastag yang mengancam ketenangan dan kedamaian kondisi Indonesia. 

Salam.

***