Menakar Kadar Nasionalisme Prabowo

Sistem pertahanan keamanan di mana pengetahuan dunia cyber digital memiliki ruang kendali lebih dari sekedar penguasaanpeta dan zonasi pertempuran.

Kamis, 4 April 2019 | 06:17 WIB
0
357
Menakar Kadar Nasionalisme Prabowo
Prabowo Subianto (Foto Madcom.id)

Sudah tidak diragukan lagi kedua kandidat Presiden yang akan berlaga pada pilpres 2019, baik Jokowi ataupun Prabowo adalah putra terbaik bangsa yang memiliki nasionalisme.

Terlepas dari isu miring yang dihembuskan baik kepada capres 01 yang katanya PKI atau pun capres 02 yang konon mendukung khilafah. Keduanya mengakui Pancasila sebagai ideologi negara yang tidak bisa diganggu gugat.

Latar belakang yang berbeda itulah yang menjadikan debat keempat dengan tema Ideologi, Pertahanan dan keamanan serta Hubungan Internasional menjadi menarik untuk disimak. Capres 02 membuka kesempatan pertama menyampaikan paparan visi misinya.

Gaya khas orator mewarnai intonasi tegas penuh penekanan. Menurut Prabowo yang pernah mengenyam dunia militer, justru menilai posisi pertahanan dan keamanan Indonesia terlalu lemah akibat anggaran yang terlalu kecil.

Dibidang hubungan Internasional, Prabowo menganut  prinsip seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak. Menurutnya Indonesia harus baik terhadap semua negara, dengan semua kekuatan diseluruh dunia. Mencari hubungan yang saling menguntungkan pun digarisbawahi dengan tetap membela rakyat Indonesia. 

Dari apa yang disampaikan Prabowo diatas, saya jadi teringat sebuah prinsip relationship dalam berpolitik. Bahwa 1000 kawan terlalu sedikit, bahkan setengah lawanpun terlalu banyak.  Kalimat tersebut memiliki korelasi dan konsekuensi dimana dalam politik itu  tidak ada lawan dan kawan yang abadi. 

Dalam konteks hubungan Internasional, tentu tidak saja menyangkut political relationship semata. Melainkan ada pelbagai relasi bilateral, multilateral yang masing-masing berdasarkan bidang ekonomi, sosial, budaya hingga agama. Sejarah telah mencatat, betapa Indonesia menjadi negara yang dinamis dalam hubungan internasional. Kita tentu masih ingat akan politik bebas aktif yang selama ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani.  

Sayang, semangat heroik yang Prabowo tampilkan melalui suara yang berat berwibawa harus melupakan prinsip universal dalam relasi internasional. Dan terkesan mengedepankan prinsip relasi politik. 

Bahkan Soekarno sempat menuliskan bahwa Nasionalisme akan tumbuh subur ditengah taman sari Internasionalisme. Hal ini tentu berkaitan dengan posisi Indonesia ditengah hubungan Internasional. Nasionalisme yang dimaksud tentu bukanlah nasionalisme sempit yang merasa dirinya lebih besar dari orang lain.

Nation and Character Building juga tidak bisa dilupakan begitu saja. Karakter individu yang membentuk karakter bangsa tidak bisa lepas dari keramahtamahan, sopan santun, tenang dan tidak grasa grusu yang menyebabkan watak dan karakter yang temperamental. 

Bagaimana kita akan menjalin hubungan Internasional dengan negara yang berbeda budaya ketika dalam menghadapi saudara sebangsa dan setanah air saja masih kerap marah-marah dan menyinggung unsur kedaerahan?

Di sinilah akar sebuah nasionalisme dalam Konteks membangun hubungan Internasional yang akan membawa Indonesia mendunia. Prabowo memang pernah memiliki pengalaman hidup di Amerika bahkan Yordania. Namun bukan berarti nasionalisme Prabowo luntur begitu saja. Hanya saja dari sikap yang selama ini Pak Prabowo kerap tampilkan, bisa kita tengarai, kadar nasionalisme Prabowo sejauh mana.

Pancasila kini memiliki tantangan di tengah kaum milenials. Begitupun sistem pertahanan keamanan di mana pengetahuan dunia cyber digital memiliki ruang kendali lebih dari sekedar penguasaan akan peta dan zonasi pertempuran lengkap dengan kaliber peluru yang digunakan.

Prabowo memberi gambaran yang memperihatinkan terkait beberapa  kondisi negara ini. Lebih dari sekedar pesimis, apa yang diungkap Prabowo tentang personal "oknum" militer yang dinilainya ABS (asal bapak senang), menjadi semacam tamparan.

Gaya Prabowo menirukan suara senior militernya, jelas bukanlah hal yang  patut diteladani. inikah mental personal yang mengaku nasionalis?. Padahal jika kita mau belajar dari patriotisme Inggris, Right or wrong is my country. Di sanalah keberpihakan terhadap sejatinya bangsa dan negara itu berada.

***