Mengapa Gubernur Lukas Enembe Meminta TNI-POLRI Ditarik dari Ndunga?

Minggu, 23 Desember 2018 | 15:59 WIB
0
725
Mengapa Gubernur Lukas Enembe Meminta TNI-POLRI Ditarik dari Ndunga?
Lukas Enembe (Foto: KabarPapua.co)

Ada apa dengan gubernur Papua Lukas Enembe yang tiba-tiba meminta TNI-POLRI ditarik dari kabupaten Ndunga? Kenapa TNI-POLRI diminta berhenti memburu kelompok bersenjata yang telah membunuh 25 pekerja atau masyarakat sipil dengan sadisnya?

Ketika TNI-POLRI gencar-gencarnya memburu kelompok bersenjata yang telah membunuh para pekerja, tiba-tiba gubernur Lukas Enembe meminta TNI-POLRI ditarik dari Papua. Padahal keberadaan TNI-POLRI juga karena perintah undang-undang dan juga perintah Panglima TNI dan Presiden.

Gubernur Lukas Enembe, Ketua DPRD Papua dan pihak Gereja meminta TNI-POLRI ditarik, dengan alasan untuk menghormati hari Natal. Tapi apakah benar hanya karena untuk menyambut Natal hingga minta TNI-POLRI harus ditarik? Ternyata tidak, itu hanya alasan saja untuk melindungi kelompok bersenjata dari kejaran aparat TNI-POLRI.

Diduga kelompok itu makin terjepit karena terus dikejar oleh TNI-POLRI, karena pada tanggal 17 Desember 2018 tiga anggota kelompok bersenjata ditembak mati oleh TNI-POLRI. Bahkan beberapa hari sebelumnya juga berhasil ditangkap dan menembak mati kelompok yang membunuh para pekerja PT. ISTAKA KARYA.

Propaganda kelompok bersenjata dan media yang mendukung gerakan tersebut mulai dimainkan. Salah satunya menuduh TNI menggunakan bom Phosphor. Padahal bom Phosphor termasuk senjata pemunah massal yang sangat mematikan dan efeknya tubuh bisa terbakar. Alam atau lingkungannya juga bisa terbakar.

Bom Phosphor inilah yang digunakan oleh ISIS di Suriah. Tujuannya untuk propaganda supaya dunia internasional bersuara atau bertindak. Dan propaganda tersebut memakai media Australia.

Hampir tidak mungkin TNI dalam memburu kelompok pengacau menggunakan bom Phosphor yang untuk menembakkan atau meluncurkan saja harus memakai pesawat tempur dan meriam berat atau alteleri. Sedangkan di Papua TNI tidak mempunyai pesawat tempur dan alteleri berat. Selama ini wilayah udara Papua dilindungi oleh pesawat tempur yang ada di pangkalan udara Makasar.

Dan helikopter juga tidak bisa untuk menembakkan bom Phosphor tersebut. Bukan itu saja, TNI tidak mempunyai bom Phosphor, karena termasuk senjata pemusnah massal. Jadi aneh kalau ada propaganda yang menuduh dan menyudutkan TNI menggunkan bom Phosphor.

Bahkan foto-foto yang katanya merupakan korban anggota kelompok bersenjata akibat bom Phosphor mulai disebar. Tentu ini suatu propaganda untuk menyudutkan TNI dengan propaganda tersebut mereka punya alasan TNI-POLRI supaya ditarik dari wilayah Papua.

Bahkan gubernur Lukas Enembe juga mendesak kepada Presiden Joko Widodo untuk menarik TNI-POLRI dari Papua.

Kalau presiden menuruti tuntutan gubernur Lukas Enembe sama saja presiden membahayakan atau menyulitkan posisi TNI-POLRI. Apalagi ini menjelang pilpres, yang mana Lukas Enembe sudah secara terang-terangan mendukung presiden Jokowi sebagai capres dan akan menggerakkan masyarakat Papua untuk memilihnya.

Mungkin ini akan menyulitkan posisi Presiden Jokowi. Tapi memburu kelompok bersenjata tidak bisa ditawar atau dinegosiasikan.

Sepertinya kelompok bersenjata ini mempunyai jalur hubungan komunikasi dengan kepala daerah atau bupati. Faktanya pada kunjungan presiden Jokowi tahun lalu ke kapubaten Ndunga yang merupakan daerah rawan/merah, dan pada waktu itu pihak keamanan sudah melarang presiden untuk berkunjung ke Ndunga.

Tapi presiden tetap memutuskan untuk ke Ndunga. Karena seorang bupatinya sudah memberikan jaminan, bahwa kelompok bersenjata tersebut tidak akan melakukan gangguan selama kunjungan di Ndunga. Artinya kepala daearah atau bupati punya jalur komunikasi kepada kelompok bersenjata tersebut.

Ini mengingatkan pada lepasnya wilayah Timor-Timur dulu, ada seorang mantan gubernur yang pada waktu itu masih bagian dari Indonesia. Setelah ia tidak menjadi gubernur terus mendukung gerakan lepasnya Timor-Timur dari Indonesia. Nama mantan gubernur tersebut Jose Abilio Soares.

TNI-POLRI jangan sampai lemah atau surut dalam memburu kelompok bersenjata tersebut, sekalipun gubernurnya sepertinya tidak senang atas keberadaan TNI-POLRI. Pemerintah dalam hal ini presiden jangan sampai membuat gamang atau bimbang kepada TNI-POLRI untuk menjalankan tugas memburu kelompok bersenjata tersebut.

***