Pidato Prabowo, Ejekan atau Gurauan?

Kamis, 8 November 2018 | 21:17 WIB
0
380
Pidato Prabowo, Ejekan atau Gurauan?
Prabowo Subianto (Foto: Viva.co.id)

"Sekarang seharusnya kita pensiun, seharusnya kita istirahat, tetapi kita melihat bahwa negara dan bangsa kita masih dalam keadaan tidak baik, ekonomi kita tidak di tangan bangsa kita sendiri. Saya lahir di Jakarta. Saya besar di Jakarta. Saya memberi usia saya untuk untuk bangsa ini, saya memberi jiwa saya dan raga saya untuk bangsa ini.

Tetapi begitu saya keliling Jakarta saya lihat gedung-gedung mewah, gedung-gedung menjulang tinggi, hotel-hotel mewah, sebut saja hotel mana di dunia yang paling mahal ada di Jakarta. Ada Ritz-Calten, ada apa itu, Waldoft Astoria.

Namanya saja kalian nggak bisa sebut. Ada St Regis. Dan macam-macam itu semua, tapi saya yakin kalian tidak pernah masuk hotel-hotel tersebut (betul, sahut para hadirin dalam acara tersebut). Kalian kalau masuk mungkin kalian diusir, tampang kalian tampang tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian, tampang Boyolali, ini, betul, (betul, sahut tertawa para hadirin dalam acara tersebut)."

Itulah penggalan pidato Prabowo yang menjadi polemik di tengah masyarakat. Potongan pidato tersebut memang menjadi biang kerok mengapa selera humor Prabowo dianggap rendah bagi sebagian orang.

Jika mau dibandingkan dengan comic atau stand up comedian Tretan Muslim dan Coki Pardede yang sama-sama tersandung humor SARA.

Bedanya kedua comic tersebut tersandung humor SARA gara-gara membahas masakan buah kurma yang dicampur dengan daging babi.

Keduanya sama-sama dianggap keluar dari jalur humor biasanya.

Prabowo bergurau dengan membawa-bawa kelemahan fisik warga lokal, sedangkan kedua comic itu mencampur adukan gagasan makanan haram dan makanan halal dalam satu piring.

Nah, saya ingin mengajak kita semua kembali lagi mendengarkan penggalan pidato Prabowo yang jadi dipesoalkan oleh warga Boyolali.

Kenapa dipenggal?

Jelas dong intinya kan cuma sepenggal kalimat ini dari durasi panjang pidato Prabowo di Boyolali tanpa teks itu. Mirip-miriplah dengan potongan Pidato Ahok di Kepulauan Seribu.

Tapi, sebelum mendengarkan versi potongan ini, ada baiknya juga Anda membaca pidato lengkap secara utuh saat Prabowo berpidato dalam acara peresmian Kantor Badan Pemenangan Prabowo-Sandi, di Kabupaten Jawa Tengah (30/10) dalam tautan berikut ini.

Kalau sudah, coba kita dengarkan lagi Pidato Prabowo sambil melihat mimik mukanya dan intonasi suaranya.

Potongan Video Pidato Prabowo tentang "Tampang Boyolali"

https://www.youtube.com/watch?v=tKUnQ7kn8vQ


Dari video tersebut kita bisa melihat kepala Prabowo bergoyang saat menyebutkan nama-nama hotel. Gestur ini bisa ditafsirkan bahwa Prabowo sedang menunjukkan sisi lain dari kepribadiannya yang selama ini tersimpan.

Kesan yang ditunjukkan bahwa hanya dirinya dan kaumnya saja yang bisa memasuki hotel-hotel mewah tersebut.

Suara Pidato Prabowo tentang "Tampang Boyolali"

Sound

Perubahan intonasi Prabowo berubah saat menyebutkan beberapa nama hotel seperti Ritz-Calten, Waldoft Astoria, dan St Regis.

Perbuahan intonasi tersebut amat kentara saat penyebutan beberapa hotel oleh Prabowo dalam kalimatnya "Ada Ritz Calten, Ada,,, apa itu? Waldoft Astoria... Ada St Regis."

Bandingkan lagi dengan kalimat "Tidak tampang orang kaya" dan "Tampang-tampang kalian ya tampang Boyolali ini!"

Masalah intonasi bukan masalah sepele. Apalagi jika digunakan dalam sambungan telepon. Jika salah intonasi, bisa berabe jadinya. Apalagi jika lawan bicaranya adalah lawan jenis. Mereka jauh lebih sensitif jika intonasi yang digunakan sangat tinggi atau bernada sinis bahkan sarkas.

Setelah berulang kali mendengar intonasi suara Prabowo, ada kesan kuat intonasi yang mengejek saat menyebutkan nama-nama hotel. Seolah-olah hanya dirinya yang pantas bisa masuk ke hotel mewah dan mahal tersebut. Konteksnya memang tepat mengingat Prabowo memang berasal dari kalangan konglomerat.

Namun, ada sedikit jeda beberapa detik saat Prabowo mengucapkan "Tampang-tampang kalian ya tampang (jeda) Boyolali ini!."

Pada titik itu bisa jadi Prabowo berpikir untuk tidak melontarkan ucapannya. Namun, agaknya Prabowo saat itu seperti sulit untuk memilih kata sehingga terlontar tampang Boyolali, tempat di mana Prabowo saat itu berada.

Nasi sudah menjadi bubur. Ujaran Prabowo tersebut pada akhirnya memang melukai warga Boyolali yang merasa direndahkan dan diremehkan.

Meskipun setelah itu Prabowo berkilah bahwa ia tengah bergurau. Bukannya mendapat simpati dari warga Boyolali atas pembelaannya tersebut, justru ia dilaporkan oleh warga Boyolali atas ucapannya.

***