Terbukti, "Terjangan" Isu Prabowo Bukan Isapan Jempol!

Kamis, 17 Januari 2019 | 20:03 WIB
0
508
Terbukti, "Terjangan" Isu Prabowo Bukan Isapan Jempol!
Soal mark-up proyek pembangunan LRT akhirnya membuat Wapres Jusuf Kalla berbicara. (Foto: Youtube).

“Tuh kan ..... Prabowo di-bully karena anggaran “bocor-bocor-bocor”, kembali di-bully karena “pembangunan LRT di-mark-up” sekarang terbukti bahwa seluruh penilaiannya Prabowo benar,” tulis Mayjen TNI (purn) Johanes Suryo Prabowo.

“Dan kita juga telah melihat bukti bahwa (hampir) seluruh janji dan pernyataan pak Jokowi tidak bisa diwujudkan, alias bohong. Jelas kan bedanya? Mosok masih mau diperdebatkan lagi,” tulis mantan Kasum TNI itu di akun instagram suryoprabowo2011.

Proyek pembangunan kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) tengah jadi sorotan publik. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritik dan marah-marah terkait pembangunan LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) yang dinilainya sangat tidak efisien.

JK menegaskan, inefisiensi-inefisiensi itu membuat biaya pembangunan melambung tinggi, mencapai Rp500 miliar/km. Advokat Djoko Edi Abdurrahman menyebut mark-up proyek  LRT secara gila-gilaan yang mencapai 1200 persen.

“LRT biaya normalnya itu Rp 40 miliar/km, di-mark-up 1200% menjadi Rp 500 miliar/km. Ngemplang banyak si Budi Karya,” lanjut mantan anggota Komisi III DPR RI Djoko Edi itu melalui akun twitter-nya, Minggu (13/1/2019).

Mark-up LRT itu sudah lama diingatkan Prabowo Subianto sebelumnya, namun bukannya diaudit, justru capres nomor urut 02 ini di-bully. Sekarang terbukti wapres JK sampai marah-marah terhadap penggelembungan proyek LRT itu.

Wapres JK kali ini tampak uring-uringan, marah luar biasa terkait mark-up proyek LRT yang selalu menjadi andalan proyek mercusuar Presiden Joko Widodo yang kembali maju sebagai capres rival Prabowo pada Pilpres 2019 mendatang.

Sedari awal sudah banyak yang mempersoalkan projek infrastruktur andalan Jokowi tersebut. Tapi, bawaannya orang dituduh suudzan. Dianggap karena tendensius pada Jokowi. Tapi kali  ini yang ngomong Wapres JK sendiri, apa JK yang keliru?

Kalau sudah begini pasti ada yang salah, antara Jokowi atau JK, bisa juga keduanya. Karena JK itu adalah wakilnya Jokowi. Tidak mungkin benar semuanya. Uang Rp 500 miliar itu duit guede banget, duit dari hasil pajak keringat rakyat Indonesia.  

Jika dicermati, benar juga omongan JK itu. Buat apa elevated kalau hanya berada di samping jalan tol? Apa di bawah elevated ada yang lalu lalang? Agar tampak gagah, keretanya di atas awan? Kalau nempel tanah kesannya seperti cacing bergeliat.

Siapa konsultan yang memimpin ini, sehingga biayanya Rp 500 miliar per kilometer? Kapan kembalinya jika dihitungnya seperti itu? Pertanyaan JK itu perlu dijawab. Yang paling tepat dijawab BPK saja supaya muncul angka kerugian negaranya!

Pertanyaan wapres JK tersebut jelas tidak main-main. Supaya clear, sudah seharusnya BPK bergerak untuk melakukan audit atas proyek LRT tersebut. Sehingga, akan terungkap aliran dana Rp 500 miliar itu untuk apa dan mengalir kemana saja.

Tak hanya itu. Sebaiknya KPK juga harus mulai melakukan pengumpulan data (puldata) agar bisa terlihat siapa saja yang diduga terlibat dalam mark-up proyek LRT itu. Hitungan biaya pembangunan elevated yang mencapai Rp 500 miliar/km darimana.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak heran dengan kritik dan kegeraman wapres JK yang sudah dua kali menjabat itu. Dan, menurutnya, ini adalah soal waktu dan berpeluang akan menjadi skandal di kemudian hari.

“Semua ini bom waktu…. Pada waktunya akan meledak dan menjadi skandal…,” katanya di akun @Fahrihamzah, Sabtu (12/1/2019). Menurut Fahri Hamzah, bukan kali ini saja wapres JK marah saat ada kebijakan yang berpotensi merugikan negara.

“Semoga masih ada nurani menahan kerugian negeri,” tuturnya, seperti dilansir RMOL.com, Sabtu (12/1/2019). Wapres JK mengkritik pembangunan LRT Jabodebek yang dinilainya tak efisien.

Inefisiensi pertama bisa dilihat dari keputusan pembangunan rel secara melayang. Padahal, harga tanah yang tak terlalu mahal di perbatasan Jakarta dan wilayah-wilayah di luar Jakarta bisa membuat pembangunan rel reguler dilakukan dengan lebih murah.

Inefisiensi kedua adalah pembangunan rel tepat di samping jalan tol Jakarta-Cikampek. JK menyampaikan bahwa infrastruktur kereta ringan (LRT) biasanya dibangun di lokasi berbeda dengan infrastruktur perhubungan yang sudah ada.

JK menegaskan, inefisiensi-inefisiensi itu membuat biaya pembangunan melambung tinggi, mencapai Rp500 miliar/km. Adhi Karya pun diperkirakan akan sulit mengembalikan modal investasi.

“Siapa konsultan yang memimpin ini, sehingga biayanya Rp 500 miliar per kilometer? Kapan kembalinya kalau dihitungnya seperti itu?” ujar JK, seperti dilansir Vivanews.com, Jum’at (11/1/2019).

Mantan Kasum TNI Mayjen TNI (purn) Johanes Suryo Prabowo menanggapi perihal biaya pembangunan LRT yang mencapai Rp 500 miliar/km. Ia menilai bahwa omongan Prabowo beberapa waktu lalu tentang dugaan mark-up proyek LRT menjadi terbukti.

“Dokter Parkir”

Tak hanya soal LRT saja. Saat Prabowo Subianto menyampaikan gaji dokter lebih rendah dari penghasilan tukang parkir dalam Pidato Kebangsaan, Senin malam (14/1/2019), apa yang disampaikan Prabowo itu dibenarkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Menurut Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih, pernyataan tersebut bisa saja terjadi meski dirinya tidak mengetahui secara pasti berapa pendapatan tukang parkir. Daeng mengatakan, memang masih banyak dokter di daerah yang pendapatannya masih kurang layak.

“Yang saya tahu dari info yang disampaikan oleh teman-teman dokter di berbagai daerah masih banyak dokter yang pendapatannya di bawah Rp 3 juta,” ujar Daeng, seperti dikutip  berbagai media, Selasa (15/1/2019).

Daeng juga mengatakan, banyak dokter yang hanya menerima sekitar Rp 500 ribu dari jasa pelayanan yang dibagi dari BPJS.

Terlebih para dokter tersebut juga tidak membuka praktik sendiri lantaran mayoritas pasien sudah tergabung dalam BPJS. “Praktik sore seperti biasanya sudah hampir tidak ada lagi karena rakyat sudah jadi pasien BPJS,” ucapnya

“Itu banyak dirasakan oleh dokter umum yang menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan untuk rakyat,” imbuhnya. PB IDI berharap siapapun yang terpilih menjadi presiden nantinya bisa lebih memperhatikan kesejahteraan dokter dan tenaga kesehatan.

 “PB IDI mengharapkan siapapun presiden yang terpilih berkomitmen memperhatikan kesejahteraan dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang lebih bermartabat,”lanjut Daeng berharap.

Ia mengambil contoh dokter golongan 3A yang mengantongi gaji pokok Rp 2,4 juta/bulan. Ditambah penghasilan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sekitar Rp 500 ribu. Sehingga penghasilan total sekitar Rp 2,9 juta/bulan.

“Memang masih banyak dokter, terutama dokter umum yang berada di garda depan, yang penghasilannya di bawah Rp 3 juta,” kata Daeng, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (15/1/2019).

Daeng mengatakan, jika tidak ada insentif dari Pemerintah Daerah, maka penghasilan dokter kurang dari Rp 3 juta. Apalagi saat ini penghasilan dokter dari praktik sore sudah tidak ada karena masyarakat memilih program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Ia menyebutkan jumlah dokter di seluruh Indonesia sekitar 167 ribu, 130 ribu di antaranya adalah dokter umum. Menurutnya, mereka adalah dokter yang berada di garis terdepan dalam melayani kesehatan masyarakat.

Meski demikian, Daeng tak memungkiri ada pula dokter yang memiliki penghasilan tinggi, terutama dokter spesialis yang berada di kota-kota besar. Namun, menurutnya, jumlahnya lebih sedikit dari dokter umum.

Ia mengatakan beberapa masalah dalam BPJS, seperti defisit ataupun penundaan pembayaran ke rumah sakit. Menurut Daeng, hal ini ikut mempengaruhi kesejahteraan dokter, termasuk tenaga kesehatan lainnya, dan mengganggu pelayanan kesehatan.

IDI pun berharap siapapun yang nantinya menjadi presiden, bisa mengoreksi kecukupan dana BPJS agar pelayanan kesehatan menjadi lebih baik. “Tata kelola BPJS sebaiknya harus ada perbaikan,” tegas Daeng.

“Karena melihat kemarin sempat di-pending pembayaran ke rumah sakit, dan juga terjadi defisit,” lanjut Daeng. Pada Senin (14/1) malam, Prabowo menyampaikan pidato bertajuk “Indonesia Menang” di JCC Senayan, Jakarta.

Pada kesempatan itu dia berjanji akan memperbaiki gaji dokter jika menang pada Pilpres 2019 nanti. Prabowo pun akan berusaha mencegah dokter tidak mengalami defisit untuk mendapatkan penghasilan yang layak.

“Sekarang banyak dokter kita gajinya lebih kecil dari tukang jaga parkir mobil,” katanya. Ia merangkum program menjadi lima fokus untuk menjawab persoalan ekonomi, kesejahteraan sosial, keadilan hukum, Indonesia rumah yang aman, dan karakter bangsa.

Sungguh tragis ternyata pada 14-15 Januari 2019, di saat statement ada gaji dokter yang di bawah tukang parkir viral, ternyata ada dokter yang bekerja dengan gaji Rp 1.000/pasien BPJS. Klinik-klinik lain pun hanya memberikan gaji berkisar antara Rp 2.500-5.000/pasien.

Sementara, menurut Manajer operasional parkir Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Iwan Setiawan, gaji tukang parkir seusai dengan UMP, Rp 3.648.035. Pada 2019 nilai ini akan naik 8,03 persen sesuai dengan Pergub 114 Tahun 2018 menjadi Rp 3.940.973.

***