Mitos atawa Fakta, Nama Presiden RI Harus yang Berahiran Huruf "O" Saja?

Paling tidak, apakah kandidat tersebut mampu merebut simpati rakyat banyak atau tidak. Bukankah mendiang Gus Dur pun pernah bilang, suara rakyat adalah suara Tuhan?

Selasa, 9 Juni 2020 | 08:28 WIB
0
750
Mitos atawa Fakta, Nama Presiden RI Harus yang Berahiran Huruf "O" Saja?
Para Presiden RI (Foto: senayanews.com)

Utak-atik banyak hal dalam politik, terlebih lagi bila dikaitkan dengan mistik, sepertinya cukup menggelitik, juga memang bagi kebanyakan orang dianggap sebagai sesuatu yang menarik. 

Seperti halnya saat membincang nama-nama Presiden Republik Indonesia ini. Antara presiden yang memiliki nama yang berakhiran huruf 'O' bila dibandingkan dengan presiden yang tidak ada  huruf 'O' pada ahir namanya, berdasarkan utak-atik ada bedanya yang sangat jelas.

Sehingga bisa jadi ada yang beranggapan bahwa mitos itu ada benarnya juga.

Bahwa huruf ahir 'O' merupakan ciri khas bagi nama pria suku Jawa. Sebagaimana Proklamator dan Presiden pertama RI, Soekarno, lalu Soeharto, disusul kemudian oleh Soesilo Bambang Yudhoyono. Dan saat ini Joko Widodo. Keempat nama presiden yang kebetulan berasal dari suku Jawa itu cukup lama menjabat sebagai RI 1.

Sebagaimana Soekarno dari tahun 1945-1966. Soeharto selama 32 tahun, dan SBY sudah menyelesaikan periode ke-2, artinya suami mendiang Ani Yudhoyono berkuasa selama 10 tahun. 

Sekarang ini Presiden ke-7, yang menggantikan SBY sejak 2014-2019 pun nyatanya memang punya nama yang berahiran huruf 'O'. Joko Widodo. Bahkan Joko Widodo kembali terpilih untuk periode 2019-2024. 

Sementara Presiden RI yang lain, seperti BJ Habibie, Gus Dur, atau KH Abdurrahman Wahid, dan Megawati, satu periode pun tidak tuntas sama sekali. 

Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan kalau nama Presiden RI yang memiliki nama dengan huruf ahir "O" dipastikan akan mampu bertahan lama menduduki jabatannya.

Tapi yang tak kalah menggelitik, dan cukup menarik dalam dua kali Pilpres, Joko Widodo head to head dengan rivalnya, Prabowo Subianto yang notabene sama-sama memiliki nama yang berahiran huru 'O' juga. 

Malahan suatu ketika Prabowo Subianto sendiri pernah menyatakan, bahwa Presiden Indonesia ini haruslah yang memiliki nama dengan ahiran huruf 'O'. 

Terlepas dari pernyataannya tersebut hanya sekedar berseloroh, namun memang benar adanya. Dua kali mantan Danjen Kopassus itu harus mengakui kekalahannya dari pesaingnya yang memang memiliki nama yang berahiran dengan huruf 'O' - tepatnya Joko Widodo.

Lantaran sesuai ketentuan, bahwa masa jabatan setiap Presiden dibatasi hanya cukup sampai dua periode saja, maka walhasil nama Joko Widodo sudah tidak akan muncul lagi dalam pemilihan presiden 2024 mendatang. Sehingga muncul pertanyaan, apakah pengganti mantan gubernur DKI Jakarta tersebut kelak juga akan muncul dengan sosok yang memiliki nama dengan huruf yang berahiran 'O'?

Apabila melihat peluang, ditambah dengan hasil  beberapa lembaga survey, sepertinya nama Prabowo Subianto memiliki peluang cukup besar untuk tampil sebagai pemenang dalam Pilpres 2024 mendatang. Itupun kalau Menteri Pertahanan dalam Kabinet Jokowi-Ma'ruf tersebut masih berniat untuk berlaga kembali. 

Sebab jika dinilai dari faktor usia, mantan menantu penguasa rezim Orde Baru itu sudah memasuki kepala tujuh saat Pilpres 2024 digelar. Malahan sebagaimana beberapa pengamat katakan, sebaiknya Prabowo Subianto memposisikan diri sebagai King Maker saja. 

Hanya saja faktor usia pun sesungguhnya tidaklah menjadi persoalan. Buktinya Perdana Menteri Malaysia pun, Mahathir Mohamad terpilih kembali dalam usianya yang  sudah berkepala sembilan juga. Terlepas walaupun kemudian hanya menjabat selama 655 hari juga.

Selain nama Prabowo Subianto yang memiliki elektabilitas yang mumpuni, dalam berbagai survey pun muncul juga nama Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Ganjar Pranowo. Maka utak-atik gathuk nama bakal calon pengganti Presiden Jokowi pun semakin mengerucut. 

Nama Ridwan Kamil, Anies Baswedan, maupun Tri Risma pun sepertinya akan disingkirkan oleh nama yang memiliki nama dengan ahiran huruf 'O' itu. Walhasil Prabowo, Sandiaga Uno, dan Ganjar Pranowo akan bertarung  ketat memperebutkan kursi RI-1 pada 2024 nanti.

Andaikan masih berkutat dengan mitos itu tadi.

Hanya saja, bila berfikir lebih jauh lagi. Baik dengan berlandaskan sains, atau ilmu pengetahuan, maupun dengan berpegang pada Takdir Tuhan yang mahakuasa, mitos seperti dikatakan di atas bisa bisa terpatahkan juga.

Bagaimanapun, oleh sains fenomena dari frasa utak-atik gathuk seperti di atas dianggap suatu tafsir yang serampangan, menghubungkan antara realitas dengan pengetahuan yang sejatinya terdapat penarikan kesimpulan yang dipandang sebagai suatu yang keliru. Tidak salah ketika meminjam aforisma yang pernah diungkapkan oleh Friedrich Nietzsche---tak ada fakta, yang ada hanyalah interpretasi. 

Demikian juga bila berpegang terhadap kekuasan Tuhan yang mahakuasa. Bahwa kehidupan, kematian, kebahagiaan, maupun penderitaan setiap makhluk, ditentukan oleh Tuhan semata. Lain tidak. Termasuk juga kalah dan menangnya seorang kandidat dalam perhelatan Pilpres, tentu saja. 

Paling tidak, apakah kandidat tersebut mampu merebut simpati rakyat banyak atau tidak. Bukankah mendiang Gus Dur pun pernah bilang, suara rakyat adalah suara Tuhan?

Selain itu, sebenarmya ada faktor lain yg perlu ditambahkan. Menurut data statistik suku Djawa memiliki populasi paling besar bila dibandingkan dengan suku bangsa lain di Indonesia ini. Bisa jadi dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa ikatan kesukuan dalam masyarakat Jawa masih begitu kuat. 

Gitu aja kok repot...

***