Propaganda ala Rusia firehose of falsehood yang biasa digunakan Orde Baru tidak akan mengena kalau disebarkan di twitter, karena sangat mudah dibaca arah kepentingannya.
Gak aneh sih kalau pada membahas soal PKI, karena memang bulan Mei itu sangat erat dengan hari kelahiran Partai Komunis Indonesia (PKI), yakni 23 Mei 1920.
Ada juga yang bilang, salah satu tanda kebangkitan Orde Baru adalah munculnya kembali isu tentang PKI. Sah-sah aja sih kalau ada yang mengaitkannya seperti itu, karena memang naiknya Orde Baru karena Soeharto berhasil menumpas PKI.
Jadi kalau mulai dari "pakar panci" sampai para pengumbar benci membahas soal PKI, ya memang momentumnya, dan semua yang berbicara berasal dari satu sumbu "cendana", itu kalau mau diurut-urut siapa saja yang ikut membicarakannya.
Tomy Soeharto ngetuit tentang PKI, lewat postingan sidang Sorbandrio, Haikal Hasan juga ikut ngetuit soal PKI di timeline twitternya, sebelumnya netizen ramai memposting foto Haikal Hasan diantara keluarga cendana.
Tidak terlepas dengan itu, Fadli Zon juga ikut ngetuit soal PKI, dia memposting foto prasasti sebagai monumen saksi sejarah tentang keganasan PKI. Fadli Zon adalah sosok yang juga tidak bisa dipisahkan dari lingkaran Cendana.
Pendukung PKI Mulai Menunjukkan Diri, Fadli Zon Tunjukkan Memorabilia Kekejaman PKI - Warta Kota https://t.co/JTDDp9IRX5
— Fadli Zon (@fadlizon) May 24, 2020
Roy Suryo yang disebut Denny Siregar sebagai pakar panci pun, ikut-ikutan latah ngetuit soal PKI. Biasanya memang, disaat momentum tertentu, ada kecenderungan pemedia sosial memanfaatkannya untuk menarik perhatian.
Sebelumnya, Tengku Zulkarnain, ustadz yang sangat identik dengan keluarga cendana juga sudah membahas soal PKI. Sampai-sampai fotonya yang sedang berdua dengan pak Harto, dijembrengi netizen.
Ya iyalah wong ente salah 1 kroninya..
— Ken Hans (@kenhans03) February 7, 2019
Aaahh..basi.. pic.twitter.com/jrePmS8Mhh
Bisa jadi dengan membahasa isu PKI maka masyarakat Indonesia akan mengingat kembali nama besar Presiden RI kedua, Soeharto, yang dianggap paling berjasa dalam penumpasan PKI.
Kita tahu sampai saat ini, mantan Presiden RI kedua tersebut belum dinobatkan sebagai pahlawan nasional, karena berbagai faktor yang menjadi pertimbangan pemerintahan paskareformasi.
Gak perlu juga berandai-andai bahwa kebangkitan PKI itu sudah didepan mata, karena sampai saat ini belum ada yang bisa membuktikannya secara valid, selain dari pada sekedar menghembuskan isu untuk menakut-nakuti masyarakat.
Kalau dilihat kelompok yang selalu memunculkan atribut PKI masih yang itu-itu juga, sementara afiliasi kelompok tersebut, juga keluarga cendana. Kerap membakar bendera PKI sebagai simbol anti PKI, seakan-akan stok bendera PKI gak ada habis-habisnya.
Wajar saja kalau ada yang berpendapat tanda-tanda kembalinya kekuasaan Orde Baru, yakni munculnya kembali isu PKI. Artinya isu ini memang sangat erat kaitannya dengan orde Baru.
Kemunculan atribut PKI inilah yang menjadi fokus pembahasan Haikal Hasan di timeline twitternya. Seperti sebuah skenario yang memang sudah dirancang secara serentak, sehingga isu PKI kembali hangat.
Masyarakat Indonesia sudah cerdas, apa lagi twitterland itu isinya para cerdik cendikia, yang sangat faham kemana arah isu itu dialamatkan, sehingga isu seperti itu sudah dianggap biasa.
Bisnis membangkitkan isu PKI pastinya sangat menggiurkan, karena dananya unlimited. Bayangkan sedemikian banyak atribut PKI di Produksi disebarkan dengan skenario yang berbeda-beda.
Apa coba kaitannya dengan pemerintahan saat ini, mau tuduh Jokowi PKI? Emang pakai nalar apa? Wong dua periode jadi wakilota, satu periode jadi Gubernur, emang jadi anggota PKI umur berapa? Gak waras kok dipelihara sepanjang periode kekuasaan Jokowi.
Membahas isu PKI di twitter itu sangat kurang tepat, karena audience-nya bukanlah orang-orang yang tidak pakai nalar dalam menerima imformasi.
Propaganda ala Rusia firehose of falsehood yang biasa digunakan Orde Baru tidak akan mengena kalau disebarkan di twitter, karena sangat mudah dibaca arah kepentingannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews