KPK yang Berdalih dan Berdalil Terkait Dana Desa

Harusnya, selama ada kerugian negara dan menggunakan APBN maka KPK bisa melakukan penyelidikan, penyedidikan dan penuntutan. Tidak harus berdebat soal penegak hukum dan penyelenggara negara.

Selasa, 19 November 2019 | 15:36 WIB
0
264
KPK yang Berdalih dan Berdalil Terkait Dana Desa
Ilustrasi dana desa (Foto: RMOL Banten)

Ribut-ribut dana desa. Ada desa siluman yang mendapatkan pencairan dana desa. Dana desa menjadi "bancakan" oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kalau selama ini korupsi ada pada pejabat atau birokrat, maka sekarang korupsi juga menjalar atau turun ke tingkat kelurahan setelah adanya dana desa.

Banyak dana desa yang diselewengkan oleh perangkat desa atau kepala desa, bahkan oleh pihak-pihak di atasnya supaya dana desa bisa cair di wilayahnya atau kelurahannya. Dan adanya potongan sekian persen dengan alasan itu sebagai potongan pajak. Padahal pencairan dana desa tidak ada potongan.

Hal ini saya ketahui waktu pulang lebaran kemarin dan menanyakan proses pencairan dana desa. Menurut sepupu saya ada potongan tiap kelurahan potongannya berbeda-beda. Ada yang 15% ada yang 11% dengan alasan potongan pajak. Karena saya tidak tinggal di kampung, saya tidak menanyakan atau mengurusi terlalu jauh terkait potongan  dana desa.

Dana desa adalah dana yang dikucurkan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Artinya kalau dana desa itu diselewengkan atau dikorupsi oleh oknum-oknum kepala desa akan terjadi kerugian negara karena menggunakan APBN.

Nah, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempunyai wewenang atau berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ke pengadilan terkait dana desa yang dikorupsi oleh oknum kepala desa. Padahal dana desa menggunakan APBN dan potensi kerugian negara sangat besar.

Mengapa KPK tidak bisa melakukan penyelidikan,penyidikan dan penuntutan ke pengadilan Tipikor padahal dana desa menggunakan APBN?

Karena menurut undang-undang KPK, wewenang KPK dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan apabila melibatkan  aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara. Dan menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Sedangkan "kepala desa" tidak termasuk  "pejabat atau penyelenggara negara atau penegak hukum". Kecuali melibatakan kepala daerah atau bupati atau kejaksaan sebagai penegak hukum. Kalau melibatkan kedua institusi tersebut-KPK bisa memproses dengan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Namun begitu, KPK bisa melakukan supervisi terkait penyimpangan dana desa dan setelah itu KPK menyerahkan penegakkan hukum kepada kepolisian untuk melakukan penyelidikan, penyidikan sampai dengan penuntutan di pengadilan.Jadi KPK sifatnya hanya mensupervisi kepolisian.

Kasus dana desa ini menarik dari segi hukum dan bisa diperdebatkan terkait mengapa KPK tidak punya wewenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Sedangkan anggaran dana desa menggunakan APBN dan potensi merugikan negara sangat besar.

Apakah hanya karena wewenang KPK terhalang sebatas kalau melibatkan penegak hukum dan penyelenggara negara saja dan kalau terjadi kerugian negara minimal 1 milyar? Tetapi dalam prakteknya-sering kali dalam melakukan OTT-KPK menyita barang bukti suap dibawah 1 milyar. Harusnya kalau mengikuti undang-udang KPK terkait wewenangnya dalam melakukan penyelidikan, penyedikan dan penututan menyangkut kerugian negara paling sedikit 1 milyar. Apakah OTT termasuk pengecualian?

Dan KPK pun punya dalil dan dalih soal itu. Tetapi mengapa terkait dana desa yang menggunakan APBN-KPK berdalih dan berdalil karena kepala desa bukan sebagai penyelanggara negara dan sesuai kewenangan undang-undang KPK.

Ini jadi menarik kalau dikaitkan dengan mantan Direksi PLN Sofyan Basir yang masuk sebagai penyelenggara negara tetapi proyeknya tidak menggunakan uang negara atau APBN. Dan tidak ada kerugian negara. Sofyan Basir bisa dijerat karena termasuk sebagai penyelanggara negara.

Harusnya, selama ada kerugian negara dan menggunakan APBN maka KPK bisa melakukan penyelidikan, penyedidikan dan penuntutan. Tidak harus berdebat soal penegak hukum dan penyelenggara negara.

***