Koalisi Sakit Gigi

Jokowi seolah ditinggal sendiri, saat kampanye namanya dipakai dimana-mana ibarat Lokomotif dia menarik banyak gerbong koalisi, begitu kursi parlemen sudah dipegang, mereka melenggang.

Minggu, 29 September 2019 | 17:09 WIB
0
338
Koalisi Sakit Gigi
Presiden Joko Widodo (Foto: Facebook Presiden RI)

Tadi malam ramai komentar tentang mundurnya Menkumham Yasonna Laolay di tengah polemik UU KPK dan wacana akan dikeluarkannya Perppu oleh presiden. Sebagai penanggung jawab atas polemik di atas, sikap Yasonna seolah gentlement, tapi sayang mundurnya di ujung usia jabatan yang hanya tersisa 20 hari saja, dan dalam suasana polemik yang dihadapi presiden, kemudian dia meninggalkannya begitu saja.

Apalagi dia berada dipihak pemerintah dan berada dalam partai koalisi, kejantanannya jadi dipertanyakan, apalagi dia juga akan menjadi anggota DPR 2019-2024, yang akan menampakkan raut mukanya di sana selama 5 tahun ke depan.

Andai alasan Yasonna mundur karena presiden mewacanakan Perppu harusnya ada penjelasan yang disampaikan Yasonna, seperti halnya saat dia membantai Ketua BEM UI di acara ILC tentang RUU KUHP, di mana banyak yang terkesima dibuatnya, walau buat saya bukan itu esensinya.

Ributnya masyarakat yang kurang info dan minat bacanya nomor 63 di dunia dari 100 negara ini perlu proses penjelasan yang berulang. Revisi UU KPK sudah digulirkan partai koalisi awal 2016, ditunda presiden karena alasan tidak tepat waktunya, kemudian digulirkan kembali tahun 2017, waktu itu pemicunya karena sikap penyidik senior KPK Novel Baswedan tidak mau membuka rekaman Meriyam S yang katanya dalam kasus e-KTP banyak ditekan anggota DPR.

Sebenarnya niat buka-bukaan itu begitu baik agar masyarakat tau siapa saja yang bermain di kaus e-KTP, karena isunya begitu banyak manusia di sana yang terlibat, termasuk Gandjar, dkk. Belum lagi isu alat sadap yang digunakan Abraham Samad untuk kepentingan pribadinya dalam proses menjadi Wapres 2014-2019, kenapa hal itu baru dibuka sekarang di saat terkesan UUD KPK dipaksakan, padahal seharusnya sejak lama ketidak beresan KPK harus disampaikan ke publik secara apik agar tak menjadi polemik, dan isu politik.

Koalisi yang semula bernama Koalisi Indonesia Hebat dengan jumlah kursi 37,14% di parlemen, kemudian bertambah seiring masuknya Golkar, PPP dan PAN, posisinya menjadi 68,98 % langsung mendominasi Senayan, namun tidak menjadi jaminan kerja parlemen menjadi brilian, terbukti hasil kerja parlemen priode 2014-2019 adalah terburuk sepanjang sejarah Indonesia, di mana hanya bisa menghasilkan 5 UU, terus apa kerja koalisi, apa kontribusinya mendukung Jokowi, apa tidak bisa dikatakan Jokowi jalan sendiri.

Sebenarnya kalau dilihat dari hasil pemilu legislatif 2014-2019, di mana koalisi Jokowi hanya mendapat 37,14%, dan hasil pilpres Jokowi menang dengan 53,74%, hal itu menandakan bahwa kekuatan Jokowi pribadi mengungguli partai koalisi yang selalu merasa berjasa ataas terpilihnya Jokowi, sampai saat ada Rakornas PDIP di Bali, Jokowi sebagai presiden tidak diberi waktu menyampaikan pidato, dan teriakan Megawati yang terus mengatakan Jokowi sebagai petugas partai adalah sebuah arogansi tak tau diri.

Hal yang sama terulang kembali pada rakornas yang baru lalu 2019, di mana dalam pidato Megawati yang setengah lebay mengatakan PDIP harus dapat kursi yang banyak karena sebagai koalisi dan partai pemenang pemilu, saya milihat tidak ada lagi dalam dirinya yang bisa dinilai sebagai seorang negarawan. Dia harusnya malu menghitung dan meminta kursi menteri, seperti anak-anak menang lomba lari, meminta hadiah permen yang mau dikulum berhari-hari.

Saya sebagai orang awam melihat keletihan Jokowi dihari-hari terakhir ini, semoga beliau bisa menahan diri, sehat lahir batin. Jokowi seolah ditinggal sendiri, saat kampanye namanya dipakai dimana-mana ibarat Lokomotif dia menarik banyak gerbong koalisi, begitu kursi parlemen sudah dipegang, mereka melenggang, karena mereka pikir Jokowi tidak lagi berarti, mau presidennya siapapun DPR nya tetap mereka, apa mereka mikir negara, sepertinya sejak lama sudah tak pernah ada dihati mereka, apa yang mau diharap dari mereka kalau temannya saja Mulan Jamela.

Ahh... entahlah, apakah koalisi masih diperlukan Jokowi, atau malah menjadi kawan yang menggunting dalam lipatan, mari kita lihat, tapi takutnya kita terlambat, begitu kita siuman, Senayan telah menjelma dan dihuni siluman yang kesurupan, mereka akan memakan kawan dan memeluk lawan demi kepentingan kekuasaan dan masa depan bersama setan.

Di gedung itulah 4 presiden diturunkan, apakah Jokowi juga jadi incaran, mari kita lawan, karena Jokowi dipilih rakyat bukan para penjilat yang berpotensi jadi bangsat.

***