Ulama Kok Jadi Umaro'? (1)

Sebetulnya yang memprovokasi agar jangan ada ulama di istana itu sebetulnya siapa dan konteksnya bagaimana sih?

Minggu, 14 April 2019 | 10:37 WIB
0
359
Ulama Kok Jadi Umaro'? (1)
Ilustrasi khilafah (Foto: Arrahmah)

Ulama kok mau jadi umaro’ alias khalifah…?!

Kalau ulama ya tolong jadi ulama saja dan tidak usah menjadi khalifah segala. Ulama yang dekat dengan penguasa itu, apalagi masuk ke pintu istana, bisa jadi ulama yang buruk alias ulama su'. Lha wong dekat saja sudah bisa disebut ulama su’ mosok sekarang ini ada ulama, bahkan Ketua MUI, yang malah mau jadi Wakil Presiden. Berhati-hatilah…! 

Sik talah, rek…! Ojok sangar-sangar opo’o…. 
Selow aelah, Cak. 

Sekarang saya mau tanya. Apakah menurut kalian Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib itu bukan ulama? Apakah kalian punya ulama yang lebih ulama ketimbang mereka berempat? Coba sebutkan SATU SAJA ulama kalian yang paling kalian bangga-banggakan sejak dulu sampai sekarang yang kira-kira lebih ulama ketimbang mereka berempat. 

Insya Allah gak akan ada ulamanya ulama, ustadsnya ustads, habaibnya habaib yang berani bilang bahwa diri mereka lebih ulama daripada ke empat sahabat Nabi yang luar biasa tersebut. 

Nah, sekarang saya mau tanya sampeyan, iya termasuk sampeyan yang di pojokan… Apakah ke empat sahabat Nabi yang lebih ulama daripada para ulama mana pun ini bukan umaro’? Apakah mereka berempat ini bukan pemimpin negara? Mereka bahkan dianggap sebagai best of the bestnya khalifah alias umaro di zaman masing-masing sehingga dijuluki Khulafaur Rasyidhin.

Khulafaur Rasyidin artinya sebagai pemimpin pengganti setelah Rasulullah SAW.. Tak ada khalifah lain yang dijuluki Khulafaur Rasyidhin selain mereka berempat. Dan mereka adalah ulama sekaligus umaro’. Saya tegaskan lagi, mereka adalah ulama sekaligus umaro’. Cukup jelas…?! 

Sekarang saya mau tanya sama sampeyan, iya termasuk sampeyan yang ongap angop ae dari tadi… 

Apakah kalian tidak suka dipimpin oleh ulama seperti ke empat khalifah tersebut dan lebih memilih dipimpin Muawiyah dengan dinasti-dinastinya? 

Ketika ke empat khalifah tersebut menjadi pemimpin tentu saja para ulama atau para sahabat Nabi yang alim bludas bludus saja bertemu dengan umaro’nya ini. Jadi pada waktu zaman mereka tidak ada dikotomi ulama dan umaro’. Tidak ada omongan "Tolong saya jangan diundang ke istana karena saya seorang ulama. Bisa luntur keulamaan saya karena masuk istana." Eh, iya waktu itu mereka belum punya istana ding!

Intinya adalah…

(Sik, aku mau apene ngomong opo yo…?! Kok mbliyut.) 

Sebetulnya yang memprovokasi agar jangan ada ulama di istana itu sebetulnya siapa dan konteksnya bagaimana sih? 

Surabaya, 13 April 2019

(Bersambung)

***