Unicorn di Mata Progresif dan Konservatif, Jokowi Vs Prabowo

Rabu, 6 Maret 2019 | 22:26 WIB
0
358
Unicorn di Mata Progresif dan Konservatif, Jokowi Vs Prabowo
Jokowi vs Prabowo dalam Revolusi 4 0 [Diolah dari memo.co.id dan weforum.org]

Pertanyaan Jokowi dalam Debat Capres Kedua tentang infrastruktur apa yang hendak dibangun Prabowo Subianto untuk mendukung pengembangan perusahaan rintisan berdampak melampaui tanya-jawab itu sendiri. Ini bukan soal tidak akrabnya Prabowo pada istilah perusahan rintisan seperti level Unicorn, hal yang mendegradasi elektabilitasnya di kalangan muda. Ini soal sikap menghadapi perubahan dunia.

Prabowo bersikap khas seorang konservatif. Kaum konservatif umumnya mencemaskan hal-hal baru. Mereka memandang dunia dengan menautkan dirinya kepada kejayaan masa lampau, pro status quo.

Sebaliknya Joko Widodo berpandangan progresif, mengantisipasi masa depan. Ia tidak berhenti dengan melihat perkembangan teknologi sebagai ancaman yang perlu ditakuti. Ia justru menempatkannya sebagai tantangan yang perlu diantisipasi, ditaklukkan. Di balik tantangan itu ada peluang yang jika dimanfaatkan dengan tepat akan membawa bangsa ini kepada kesejahteraan.

Kecemasan Prabowo bahwa era revolusi industri 4.0 akan berdampak terhadap dislokasi tenaga kerja tradisional tidak salah. Ini pula yang terjadi ketika mesin uap ditemukan (revolusi 1.0); penemuan listrik yang memungkinkan banyak pekerjaan lebih mudah, misalnya karena didukung teknologi ban berjalan (revolusi 2.0); atau otomatisasi manufaktur menggunakan mesin-mesin terprogram dan internet (revolusi 3.0).

Pengenalan dan penerapan teknologi baru dalam kegiatan ekonomi senantiasa berdampak kepada dislokasi, penggusuran sejumlah peran tenaga manusia. Demikianlah hakikat teknologi itu, untuk membantu kerja-kerja manusia.

Yang namanya revolusi selalu merupakan disrupsi atas progress yang linear dan normal. Revolusi industri 4.0 yang dicirikan dengan aplikasi artificial intelligence, nanotech, internet of things di segala lini kehidupan, bahkan printer 3D, berdampak disrupsi yang lebih hebat dibandingkan tiga revolusi industri sebelumnya. Bukan cuma sejumlah pekerjaan yang hilang dan cara bekerja yang berubah, cara kita hidup dan berelasi pun berubah.

Bukan saja banyak jenis pekerjaan akan hilang, digantikan kecerdasan buatan, moda produksi pun berubah. Moda produksi dominan dalam kapitalisme yang berciri pemusatan kepemilikan modal perlahan berganti dengan kolaborasi 'sharing economy' antar penguasa aplikasi (menggantikan peran pemodal) dengan pekerja crowdsourcing (menggantikna buruh upahan). 

Kadang-kadang saya memberanikan diri menduga kecenderungan ini sebagai pembalikan sejarah, berupa kembalinya moda gilda-gilda yang dahulu digilas oleh revolusi industri 1.0.

Riset Oxford pada 2013 memetakan dari 700 jenis pekerjaan, ada 30 yang 98-99 persen akan diganti dengan kecerdasan buatan. Survei Forum Ekonomi Dunia (2016) memprediksi pada periode 2015-2020 beberapa jenis pekerjaan  bertumbuh negatif, yaitu instalasi dan pemeliharaan (-0,5%), konstruksi dan ekstraksi (-0,93%), desain, seni, olahraga, hiburan, dan media (-1,03%), manufaktur dan produksi (-1,63%), dan perkantoran dan administratif (-4,91%).

Pengurangan terbesar untuk pekerjaan kantoran dan administrative menunjukkan peran "big data, mobile internet, cloud technology, workplace flexibility" yang merupakan fitur revolusi industri 4.0 dalam menggeser tenaga kerja manusia, terutama untuk pekerjaan yang bersifat rutinitas dengan pola yang mudah disusun dalam algoritma computer.

Ini bukan tsunami yang akan melanda. Ini telah terjadi. Pada Februari 2018 lalu, Reuter menurunkan berita Royal Bank of Scotland (RBS.L) melakukan ujicoba kecerdasan buatan menyerupai manusia yang dinamakan Cora. Ujicoba ini dilakukan tak lama setelah RBS.L membubarkan seperempat kantor cabangnya dan mem-PHK ribuan teller. Jika ujicoba ini berhasil, Bank tidak lagi membutuhkan teller. Setahun sebelumnya CEO Deutsche Bank John Cryan menyatakan kemungkinan robot akan menggantikan 48.000 pegawai bank.

Namun hilangnya sejumlah jenis pekerjaan selalu berganti dengan munculnya jenis-jenis profesi baru.  Sektor pekerjaan yang terus bertumbuh positif menurut survei future of job yang diadakan Forum Ekonomi Dunia pada 2016 adalah di bidang Komputer dan matematika (3,21%), insinyur dan arsitektur (2,71%), manajemen (0,97%), bisnis dan operasi keuangan (0,7%, sementara subsektor sharing economy dan crowdsourcing bertumbuh 3,11%), dan sales (0,46%, disumbangkan terutama oleh sales processing power and big data, sharing economy and crowdsourcing, dan mobile internet and cloud technology).

Sementara survey future of job yang diadakan Forum Ekonomi Dunia pada 2018 memperkirakan jenis-jenis pekerjaan yang bertahan, hilang, dan pekerjaan baru yang muncul tampak dalam table berikut:

 

Pekerjaan yang hilang, bertahan, dan muncul oleh Revolusi Industri 4 0

Perubahan memang selalu memiliki dua sisi, positif dan negatif. Tinggal dari sisi mana kita memfokuskan perhatian dan apa langkah yang kita ambil untuk mengantisipasinya. Ketika Prabowo mencemaskan banyak pekerjaan akan hilang, Jokowi justru melihat peluang meningkatkan kesejahteraan dan lapangan kerja baru.

Contohnya dampak positif internet bagi petani. Sebelum teknologi internet berkembang, informasi pasar sangat asimetris. Petani tidak paham kondisi harga di luar, sementara pedagang memiliki informasi lebih banyak. Hal ini menyebabkan pedagang kerap mempermainkan harga.

Internet memberikan kesempatan kepada petani untuk mengetahui peta harga. Karena sama-sama mengetahui kondisi pasar (harga), posisi tawar petani di hadapan pedagang menjadi lebih baik.

Demikian pula aplikasi market place memungkinkan petani mendapatkan harga yang lebih baik sebab sejumlah mata rantai perdagangan dapat dipangkas. Tentu saja terjadi dislokasi orang-orang yang berprofesi sebagai pengepul atau pedagang antara. Tetapi justru bagus bagi kesehatan ekonomi jika yang hilang adalah mata rantai yang membebani perekonomian, yang tidak sungguh menyumbang nilai tambah. Tinggal dipikirkan bagaimana memberdayakan orang-orang dari profesi yang lenyap tersebut bisa beralih profesi yang lebih produktif.

Jokowi bukannya mengabaikan potensi negatif revolusi teknologi 4.0. Ia menyadarinya. Tetapi ia juga paham, kita tak bisa menghidar dari gerak maju sejarah. Tugas pemerintah adalah mempersiapkan bangsa ini menyongsong perubahan agar kita menjadi leader di sana, bukan korban.

Itu sebabnya, program-program pengembangan sumber daya manusia seperti pendidikan vokasi pada masa pemerintahan Jokowi yang kedua nanti dilaksanakan dengan pengarusutamaan penguasaan teknologi dan internet.

Bahkan untuk 2019 ini, investasi besar-besaran di bidang sumber daya manusia telah dimulai. Menaker Hanif Dhakiri menyatakan pada 2019 ini, sekitar 70 persen anggaran kementeriannya dialokasikan untuk pendidikan vokasi bagi buruh. Ditargetkan 526 ribu orang pekerja di berbagai sektor, lintas usia dan latar pendidikan, akan dibekali pelatihan keahlian dengan penekanan pada pemanfaatan teknologi, karakter inovatif dan  kolaboratif.

Dengan investasi di bidang sumber daya manusia untuk menguasai teknologi, plus pembangunan infrastruktur teknologi seperti serat optik yang sebentarlagi rampung 100 persen, generasi muda Indonesia bisa lebih siap menghadapi pasar tenaga kerja dan moda produksi yang berubah.

Tepat sebelum mengetik artikel ini, sebuah notifikasi pesan masuk di handphone saya. Fredy dari Maumere TV minta saya menilai contoh video youtube yang dibuat mahasiswa semester II Komunikasi Unipa. Fredi, cs membekali mereka dengan pendidikan videografi selama 2 jam sebelum diterjunkan membuat video  tentang mall Jagung Kamilus Tupen.

Maumere TV bukanlah stasiun tv konvensional. Ini adalah channel youtube para pemuda kreatif di Maumere, Flores yang memanfaatkan peluang monetisasi. Mereka menghasilkan video-video edukatif berkualitas baik, terutama yang mengandung misi perubahan. Dengan jalan itu, mereka bukan saja terlibat dalam perjuangan mewujudkan kehidupan yang lebih baik, tetapi juga memberdayakan diri sendiri, menafkahi diri tanpa harus menjadi kuli.

"Kalau kami punya kontributor anak muda dalam jaringan se-NTT, kita bisa bangun tv gerakan." Demikian pesan Fredy dalam kiriman tautan produk jurnalistik video mereka tentang Hari Buruh Internasional. Ini sebuah sogokan agar saya bersedia menghubungkan mereka dengan jejaring pemuda-pemuda di kota lainnya.

Nyatalah, lapangan kerja baru, profesi-profesi baru, bahkan moda produksi baru, jejaring pekerja-pekerja mandiri yang berbagi sumber daya sedang berkembang maju. Pilihan kini di tangan rakyat. Mengikuti optimisme Jokowi menyongsong perubahan itu atau terpuruk cemas bersama Prabowo?

Sumber:

  1. Northern Ireland Council for Voluntary Action (NICVA). "The Impacts of the Fourth Industrial Revolution on Jobs and the Future of the Third Sector."
  2. World Economic Forum (2016). "The Future of Jobs: Employment, Skills and Workforce Strategy for the Fourth Industrial Revolution."
  3. World Economic Forum (2018). "The Future of Jobs Report 2018."
  4. Reuters.com (22/02/2018) "British bank RBS hires 'digital human' Cora on probation."
  5. Kompas.com (21/11/2018) "Pembangunan SDM, Presiden Jokowi Instruksikan Dua Hal."
  6. Okezone.com (17/01/2019) "Menaker: 70% Anggaran untuk Pelatihan Vokasi."