Rendah Hati dan Konsisten, Karakter Dasar Pemimpin Ideal

Selasa, 22 Januari 2019 | 06:37 WIB
0
630
Rendah Hati dan Konsisten, Karakter Dasar Pemimpin Ideal
Ilustrasi: skyoungleaders.com

Setiap orang terlahir sebagai pemimpin. Tak seorang pun di dunia ini yang tidak memiliki kemampuan memimpin. Minimal memimpin diri sendiri. Anugerah memimpin adalah bekal manusia untuk hidup. Secara sederhana, memimpin dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur, mengendalikan, mengarahkan, membimbing dan sejenisnya.

Minimal memimpin diri sendiri. Gagal memimpin diri sendiri sudah barang tentu akan gagal pula memimpin orang lain. Artinya sangat tidak mungkin bisa memimpin orang lain kalau diri sendiri saja tidak mampu diatur, dikendalikan, diarahkan atau pun dibimbing. Logikanya demikian.

Dalam pengertian lebih luas, kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi atau mendorong orang lain untuk mencapai tujuan atau target tertentu. Dan sekali lagi, hal ini tidak akan berhasil jika tidak dimulai dari diri sendiri.

Tidak gampang menjadi pemimpin bagi orang lain. Seseorang harus punya karakter yang wajib diasah, dilatih dan diterapkan terus-menerus supaya bisa menjadi pemberi pengaruh sekaligus teladan bagi orang lain.

Menurut para ahli, ada banyak ragam karakter ideal yang harus dimiliki seorang pemimpin. Antara lain, misalnya bijak, jujur, bertanggungjawab, komitmen, peduli, cerdas, teratur, rela berkorban dan masih banyak lagi.

Di antara deretan karakter tersebut di atas, yang manakah karakter minimal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin? Jawabannya, ya semuanya!

Langsung saja ke poin yang ingin saya sasar.

Kurang lebih tiga bulan lagi rakyat Indonesia akan kembali memilih pemimpin untuk periode 2019-2024, dan saya termasuk pemilik hak pilih itu.

Saya sendiri sudah mantap dengan pilihan saya. Para pembaca pasti tahu ke calon mana akan saya jatuhkan pilihan saya. Pada 17 April 2019 nanti, saya akan memilih pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Terang benderang, ya?

Mengapa saya begitu serius dan yakin memilih mereka berdua? Ya, sama dengan para “cebong” yang lain. Alasannya mirip-mirip dan bahkan tidak ada bedanya sama sekali. Biarlah saya dicap bagian dari kelompok “dungu sekolam”, seperti sebutan si profesor abal-abal. Saya lupa nama profesor itu.

Pak Jokowi dan Pak Ma’ruf Amin bukanlah pemimpin sempurna. Mereka tidak pernah akan lepas dari yang namanya keterbatasan. Semua karakter ideal yang saya paparkan di atas bisa saja tidak mereka miliki secara utuh. Namun usaha keras untuk menjadi semakin baiklah yang membuat mereka lebih di mata saya.

Di antara dua sosok pilihan saya ini, baru Pak Jokowi yang banyak saya tahu. Beliau cukup populer karena sebagai presiden. Jadi mohon maaf kalau di uraian tulisan ini saya lebih banyak membahas tentang Pak Jokowi.

Selain berkinerja baik, saya menilai Pak Jokowi sangat tulus dan sederhana, apa adanya. Tidak bertopeng. Apa yang ada di dalam hati dan pikirannya selalu tercermin lewat sikap dan tindakannya. Pak Jokowi bukanlah tipe orang yang suka menutup diri. Kepribadian ini tentunya terbentuk karena tempaan hidup yang pernah beliau rasakan.

Saya tidak perlu menjabarkan kinerja beliau yang saya maksud. Saya tidak akan mungkin bisa menguraikan secara rinci dalam bentuk tulisan. Persis sama dengan kelemahan beliau ketika harus berbicara kepada rakyat, sarat kata dan kalimat terbatas.

Para pembaca masih ingat kisah “cipika-cipiki” antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo pada debat Pilpres 2014 yang lalu di Gran Melia? Peristiwa sepele tapi jelas membuat saya merasa kecewa sekaligus akhirnya bangga. Kok bisa? Ya, perubahan rasa itu terjadi begitu cepat. Kecewa kemudian bangga.

Saya kecewa dengan siapa? Dengan Pak Prabowo! Beliau tega berlaku angkuh. Beliau bermuka dua. Di ruang privat tidak meladeni “cipika-cipiki” dari Pak Jokowi, tapi di ruang debat karena ditonton publik, barulah sikap hangat itu diumbar. Menurut saya sikapnya sangat keterlaluan, amat tidak layak diteladani. Itulah alasan tambahan mengapa akhirnya saya tidak berniat memilih beliau memimpin negeri ini.

Lalu saya bangga dengan siapa? Jelas Pak Jokowi. Menyaksikan disepelekan dan diperlakukan lebih rendah, beliau tetap sabar. Dengan rendah hati dan konsisten, hal yang sama beliau lakukan, baik di ruang privat maupun di ruang debat.

Menurut saya, di atas prestasi dan kelebihan lain, karakterlah yang paling utama. Dengan karakter baik, seseorang akan dengan mudah meraih impian. Apalagi bila kemudian dipercaya sebagai pemimpin bagi banyak orang. Bukan hanya capaian bersama yang wajib terus diperjuangkan, tetapi juga harus bisa menjadi contoh buat para pengikutnya.

Pertanyaannya, kalau kinerja nihil plus karakter buruk, apa yang masih dibanggakan?

Saya tidak mendewakan Pak Jokowi atau sebaliknya merendahkan Pak Prabowo. Milik abadi tiap pribadi adalah karakter.

Mengarungi kehidupan bersama ke depan, rakyat Indonesia tidak sekadar butuh pemimpin gagah dan pengandal otot. Rakyat Indonesia butuh pemimpin berkarakter ideal yang layak dipanut dan dicontoh. Saya rangkum, rendah hati dan konsisten.

Salam!

***