Coba rumuskan dengan jelas bahwa setuju atau pun tidak setuju dosen dan mahasiswi, ustad dan santriwati tidak boleh hohohihe di lingkungan sekolah.
Permendikbud No 30 Tahun 2021 yang beberapa waktu lalu resmi diundangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menuai kontroversi terlebih dari para pemuka agama. Peraturan terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dianggap telah melegalkan aktivitas perzinahan di kampus.
Bahkan beredar meme di WAG saya yang jelas-jelas menuduh Mendikbud ingin melegalkan seks bebas di kampus.
Alasannya adalah bahwa ada pasal atau bahkan kata "tanpa persetujuan", yang dalam bahasa kerennya disebut sexual consent. Mereka keberatan. Katanya peraturan itu menganjurkan kebebasan dalam hubungan seks. Menurut mereka, dengan konsep persetujuan tadi maka kalau mau sama mau jadi boleh.
Haah…! Are you serious…?! Kok kayaknya yang ngomong begini ini benar-benar sudah tidak menggunakan otak dan nuraninya lagi ya…?! Kok dengan mudahnya MENUDUH bahwa Mendikbud dan bahkan yang setuju dengan Permendikbud ini sebagai orang-orang liberal yang menganjurkan perzinahan HANYA karena tidak setuju dengan istilah tersebut.
Itu jelas-jelas logika ngawur ditambah dengan sikap suudzon yang parah!
Apakah mereka tidak sadar bahwa jika logika semacam itu digunakan untuk menyerang balik mereka maka mereka juga akan kalang kabut dan akan mati-matian menolak?
Bagaimana seandainya mereka yang setuju dengan Permendikbud ini kemudian menuduh balik mereka yang menentang ini sebagai PENGANJUR KEKERASAN SEKSUAL DI SEKOLAH DAN DI KAMPUS dan MENYETUJUI PEMERKOSAAN DAN MELINDUNGI PARA PEMERKOSA di lingkungan pendidikan. Apakah Anda tidak marah dan misuh-misuh diserang balik seperti itu?
Makane tah ojok sak karepmu dewe nek muni… Semua itu mbok ya dipikir baik-baik. Jangan berprasangka buruk agar itu tidak kembali pada dirimu. Lha mosok Mendikbud dituduh mau melegalkan seks bebas di dunia pendidikan. Ati dan cangkemmu iku kok yo bosok toh, Le…!
Mereka yang keberatan karena ada istilah ‘tanpa persetujuan’ dengan alasan dengan konsep persetujuan tadi maka kalau mau sama mau jadi boleh. Maka itu artinya menganjurkan kebebasan dalam hubungan seks dan membolehkan perzinahan. Astagfirullah hal adzim…!
Itu nalarnya ditaruh di mana sih…?! Mbok ya dibaca lagi Permendikbudnya. Itu kan tentang KEKERASAN SEKSUAL dan BUKAN SOAL PERZINAHAN. Itu soal definisi kekerasan seksual.
Misalnya, ada dosen yang meraba-raba, memegang tubuh mahasiswinya atau berupaya menciumnya tanpa persetujuan mahasiswinya, yang artinya mahasiswinya tidak mau, tidak suka, dan menolak sekali lagi tanpa persetujuan yang bersangkutan, maka tindakan itu adalah KEKERASAN SEKSUAL dan dosen atau guru atau ustad di pesantren yang melakukannya akan bisa dibawa ke pengadilan atas perbuatannya tersebut.
Bagaimana kalau ada persetujuan? Apakah kalau mahasiswinya mau-mau saja dipegang, diraba, dicium, dan bahkan dihohohihe itu diperbolehkan menurut Permendikbud itu? Kalau itu yang terjadi maka itu BUKAN TINDAKAN KEKERASAN SEKSUAL.
Jadi apa dong? Ya silakan rumuskan sendiri iku jenenge opo. Yang jelas itu bukan hal yang dibahas atau melanggar peraturan menteri tadi. Berarti permendikbud membolehkan dong…?! Yok opo sih nalarmu iku… Sudah lama ya otakmu tidak dipakai mikir…?!
Bagaimana kalau saya gunakan cara berpikirmu itu untuk menyerangmu balik? Kalau kamu TIDAK SETUJU dengan permendikbud tersebut berarti KAMU SETUJU dengan adanya kekerasan seksual di sekolah dan di kampus, berarti kamu setuju kalau ada dosen, guru, atau ustad meraba-raba, mencium, menggosok-gosokkan anunya ke tubuh mahasiswinya meskipun tanpa persetujuan mahasiswinya…?!
Berarti kamu setuju kalau siswi dan mahasiswi diraba-raba, dipegang-pegang, diciumi oleh dosen, guru, dan ustadnya karena itu tidak termasuk perzinahan. Yang kamu kuatirkan kan hanya perzinahan toh…?! Piye nek ngono, bro…?!
Kalau gak setuju dengan istilah atau pengertian dalam Permen itu atau ingin memasukkan pasal tentang perzinahan di sekolah atau kampus mbok yao MUI, PKS, Muhammadiyah, atau siapa saja organisasi Islam yang menentang Permendikbud ini bersatu padu dan berkumpul untuk merumuskan sebuah “Peraturan Organisasi Islam Tentang Larangan Perzinahan di Sekolah dan di Kampus”.
Coba rumuskan dengan jelas bahwa setuju atau pun tidak setuju dosen dan mahasiswi, ustad dan santriwati tidak boleh "hohohihe" di lingkungan sekolah.
Ben diguyu wong sak dunyo….
Kok bisa…?!
Lha kan nanti akan diserang juga dengan argumen, “Berarti kalau tidak dilakukan di sekolah atau di kampus boleh dong…! Berarti kalian semua ini mau melegalkan seks bebas dan perzinahan di luar sekolah dan kampus dong…! Jangan liberal gitu dong…!”
Wis terusno olehmu tawuran…
Surabaya, 12 Nopember 2021
Satria Dharma
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews