Siapa Sih Orang Jogja Itu?

Kerendahan hati inilah yang menjadi watak dasar orang Jogja asli. Sesuatu yang mulai hilang, bahkan mungkin tidak dianggap penting lagi!

Minggu, 19 Juli 2020 | 20:33 WIB
0
494
Siapa Sih Orang Jogja Itu?
Anies Baswedan (Foto: Kompasiana.com)

Saat Anies Baswedan mengaku orang Jawa, wabil khusus orang Yogyakarta, banyak sekali orang yang marah, nyinyir, dan mengejek. Saya justru tertawa terbahak, sekaligus meneteskan air mata. Justru terharu oleh kebodohan dan kesombongannya.

Permasalahannya dasarnya dia tidak cukup wicaksana, permana, dan waskita. Bahwa terdapat premis domestik, yang sudah jadi kearifan lokal (bahasa kerennya local genius) yang bahkan sudah tidak banyak dipahami orang Jogja sendiri. Bahwa justru orang yang bukan asli Jogja akan mudah mengaku dirinya sebagai orang Yogya.

Sebaliknya orang Jogja "asli" akan menyembunyikan identitasnya sebagai orang Yogya. Ia akan mudah malu dan sedikit jengah, apabila harus berkata jujur: "Ya, saya orang Yogyakarta".  Kenapa?

Yogyakarta, konon adalah satu-satunya nama kota yang bisa disebut dengan penggalannya saja dan orang tak akan salah paham: Jogja, Yogya, Yukjo, apapun tanpa kata karta. Pembandingnya tentu saja adalah Surakarta, Jakarta, Surabaya, Purwakarta, Purwokerto, Semarang, atau apa pun.

Memang ada kota lain misalnya Tasik, yang berkonotasi Tasikmalaya. Tapi jangan lupa di Solo ada daerah namanya Tasikmadu. Silahkan jika ada yang membantah dengan menunjukkan ada yang lainnnya. Tentu saya akan senang. Di samping memperkaya gagasan, juga mementahkan pemikiran saya (minimal sebagai bagian warga Jogja).

Tapi persoalannya bukan di situ: ketika orang mengatakan orang Yogya, berarti ia sudah mendaku bahwa dirinya orang yang berkarakter seyogyanya, atau sebaik-baiknya manusia. Padahal orang akan mudah menilai ia belumlah pantas seperti itu. Durung ketug (belum nyampek!).

Karena itulah, orang yang paham makna kosa kata "yogya" akan sangat berhati-hati mengatakannya, bahkan kalau bisa menghindarkannya.

Di sinilah muncul plesetan menjadi kata "Jogja" yang jauh lebih umum dan menasional. Sedang bagi orang lokal akan lebih gandem-marem, "luwih mat" menyebut diri sebagai wong Yukjo, priyayi Yukjo. Di dalamnya ada kearifan untuk menghindarkan diri dari kata yogya.

Kerendahan hati inilah yang menjadi watak dasar orang Jogja asli. Sesuatu yang mulai hilang, bahkan mungkin tidak dianggap penting lagi!

Kembali ke ihwal Anies Baswedan mendaku diri sebagai orang Yogyakarta. Sekali lagi itulah gaya manusia hari ini, yang hanya butuh sesuatu yang tersurat. Tanpa mau sedikit berusaha mengatakan yang tersirat. Ia lupa bahwa jadi orang Yogya itu berat. Dalam konteks ke-Indonesia-an: walau pun jadi ibu yang ikut melahirkan, menjaga, dan ikut membesarkannya.

Dalam kurun waktu yang sangat lama, ia adalah kota yang dibiarkan tetap tinggal miskin. Dan sialnya ketika negara bergerak maju: ia adalah kota yang dirampok dan tercerabut dari akarnya. Sudah tidak lagi dimiliki oleh pemilik sesungguhnya.

Di hari ini, ia adalah milik siapa saja....

Baca Juga: Jawa, Politik Identitas dan Anies Baswedan

Ia bisa saja didaku orang yang cuma nunut tinggal, sementara atau selama-lamanya. Hanya karena tersihir mitos kenyamanan dan harga murahnya.

Ia adalah kota yang diaku oleh orang yang pernah sekilas belajar di kota ini. Ketika pindah kota, lalu saat pulang, berteriak dan menggerutu: ini kota yang tak sama lagi.

Ia bisa saja kota tempat ampiran orang pindah tugas. Lalu pergi naik pangkat atau tambah kaya. Lalu kembali dengan merampok tanah di sana-sini.

Ia bisa saja tempat orang mencuci uang, berlagak investor, lalu berkacak pinggang dan berani menghardik warga lama ynag lebih dulu tinggal di kota ini.

Ia adalah kota dimana berbagai paham ideologi dan agama bertarung dan berebut pengikut. Lalu mengoyak sendi2 paseduluran guyub rukun, hal hakiki yang semula ada.

Ia bisa jadi apa saja, yang semakin tidak dipahami oleh penduduk asli-nya. Kawula dalem yang semakin terpinggir dan dicaci sebagai kaum kalah dan gagal mengikuti zaman.

Tak satupun dari karakter diatas memenuhi syarat dasar orang Yogyakarta: sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh (konsentrasi, semangat, percaya diri, rendah hati dan bertanggung jawab).

Jogja hari ini adalah semau-maumu kamu mau bilang apa!

***