Benarkah Din Syamsuddin Tercatat sebagai Teroris?

Niat Din bersama kelompoknya untuk mengganti sistem pemerintahan dengan seleranya sendiri, yakni khilafah itu, tidak menutup kemungkinan akan nyata adanya.

Minggu, 7 Juni 2020 | 21:36 WIB
1
560
Benarkah Din Syamsuddin Tercatat sebagai Teroris?
Sumber: Tribunnews.com

Ketua dewan pembina majelis ulama Indonesia (MUI), Dr. Din Syamsudin, suatu ketika pernah diberitakan oleh sebuah media online berbahasa Arab, Almashhad-Alyemeni, termasuk dalam daftar teroris dan tokoh-tokoh yang terkait erat dengan gerakan Islamic State Iraq and Syiria (ISIS). 

Dari 119 nama yang dirilis, mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu berada di peringkat 101. 

Menurut situs tersebut, data yang diperoleh dari Kementerian Luar Negeri AS, selain nama Din Syamsuddin, ada lima lainnya yang disebut berkewarganegaraan ataupun berdomisili di Indonesia.

Mereka adalah Nahdi Saleh Zaki (pengkhotbah), Brigadir Kesabaran (Ketua Dewan Ulama Indonesia), Shahura Mohammed (pengkhotbah), Mohammed Zaitun (Presiden Persatuan Masyarakat Islam) dan Salim Sagaf Jaffery yang kemudian diidentifikasi sebagai Salim Jufri Assegaf.

Sejauh ini, belum ada rincian mengenai identitas sosok selain Din dan Salim Assegaf. Di daftar itu juga disebutkan, Arab Saudi 'menyumbang' terbanyak dari 119 nama itu, yakni dengan 28 orang, disusul Irak 12 orang.

Menanggapi pemberitaan tersebut, saat itu, Din Syamsuddin sendiri mengaku tidak kaget dengan daftar tersebut. "Tidak ada respon, saya juga tidak kaget. Itu berita lucu, iseng, ngawur dan gila," kata Din.

Bahkan berita yang diturunkan pada 3 Desember 2014 itu sama sekali tidak ditanggapi dengan serius oleh yang bersangkutan. Baik dengan melakukan klarifikasi, maupun somasi misalnya, terhadap media yang menyebar-luaskannya.

Sehingga sampai sekarang publik pun hanya bisa menduga-duga, tentu saja. Apakah diamnya Din terkait "rumor" tersebut lantaran dianggap hanya sekedar rumor belaka, atau karena  memang secara diam-diam ada pembenaran dalam hatinya.

Hanya saja jika memperhatikan sepak-terjangnya belakangan ini. Terutama sejak ditunjuk sebagai utusan khusus Presiden untuk dialog dan kerjasama antaragama dan peradaban, disusul kemudian dengan munculnya rumor, bahwa yang bersangkutan akan didaulat menjadi calon wakil presiden (cawapres) oleh Jokowi, tapi ternyata kemudian hanyalah sebatas rumor belaka, dan kenyataannya Jokowi malah menggandeng KH Ma'ruf Amin, sehingga mungkin saja Din pun merasa kena "prank" seperti kelompok transpuan yang  dibohongi Youtuber FP beberapa waktu lalu, dan membuat ustaz yang satu ini kecewa berat.

Bisa jadi karena itu pula, publik pun menganggap suatu hal yang tak aneh lagi bila melihat seorang politikus seperti halnya Din Syamsudin yang merasa kecewa dan sakit hati karena tidak kebagian jatah kursi kekuasaan, sudah dipastikan bakal bertingkah sok jadi oposisi, nyinyir ke sana dan ke sini. Dan dalam penglihatannya segala yang dilakukan pemerintah, tak satupun ada yang benar, pokoknya salah dan keliru saja semuanya juga.

Seperti saat munculnya pandemi Covid-19, bersama beberapa orang dari kelompoknya, Din melakukan gugatan tentang Perppu terkait virus tersebut.

Tak lama kemudian, yang bersangkutan membahas tentang pemakzulan presiden dari perspektif di luar ketentuan yang sudah berlaku dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Demikian juga saat ini, manakala pemerintah membatalkan pemberangkatan jamaah haji untuk tahun ini, lagi-lagi Din menyerang pemerintah.

Padahal pembatalan itu bukan dilakukan sepihak oleh pemerintah RI saja, melainkan Saudi Arabia sebagai tuan rumah para tamu Allah itu justru sebagai pihak yang pertama memutuskan untuk tidak menyelenggarakan ibadah rukun Islam yang kelima tersebut lantaran pandemi global Covid-19.

Sehingga dugaan publikpun semakin menguat saja. Niat Din bersama kelompoknya untuk mengganti sistem pemerintahan dengan seleranya sendiri, yakni khilafah itu, tidak menutup kemungkinan akan nyata adanya.

Terlebih lagi bila dikaitkan dengan rumor yang dirilis media berbahasa Arab itu. Seorang Din Syamsudin adalah seorang teroris yang patut diwaspadai.

Tapi sudahlah. Tak baik pula untuk terlalu jauh berburuk sangka. Akan lebih arif dan bijaksana untuk menyaksikan setiap yang dilakukan, dan mendengar segala yang dikatakannya saja. 

Sebab dari sikap, tindakan, dan setiap kata yang diucapkannya, akan bisa dinilai kejujuran maupun keculasann seseorang.

Tak perlu diminta untuk bersumpah segala. Apalagi harus disumpah pocong. Sepertinya tidak elok, dan buang-buang waktu saja.

Bagaimanapun dari mimbar 'kebebasan' tempatnya ia bebicara, publik yang masih berfikir waras akan mampu untuk menilainya. 

Begitulah.

***