Metamorfosis Prabowo dari Antagonis ke Protagonis

Kans Prabowo untuk memenangkan Pilpres 2024 sangatlah besar, namun semua kembali ke pada takdirnya, apakah Prabowo memang di takdirkan untuk menjadi Presiden?

Minggu, 17 Mei 2020 | 20:55 WIB
0
467
Metamorfosis Prabowo dari Antagonis ke Protagonis
Prabowo Subianto (Foto: CNN Indonesia)

Dua kali menjadi Calon Presiden, dan dua kali pula gagal. Sepertinya Prabowo menyadari betul banyak faktor yang menyebabkan kekalahannya, baik dalam strategi politik mau pun soal lingkungan politiknya. 

Dalam dua kali mencalonkan diri sebagai kandidat Presiden, Prabowo selalu melakoni peran antagonis, berlawanan dengan rivalnya Jokowi yang ditempatkan sebagai tokoh protagonis, yang lebih banyak meraih simpati.

Sebagai tokoh antagonis secara strategis sangat merugikan posisi Prabowo, seperti pada umumnya tokoh antagonis pada lakon sebuah drama, apa lagi dianggap sebagai tokoh yang tidak disukai.

Diakhir Pilpres 2019, sepertinya Prabowo menyadari betul kalau ada "kawan" yang sengaja memanfaatkan posisinya, untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

Dan puncak kesadaran tersebut muncul setelah peristiwa Mei 2019, saat dia merasa ada yang memanfaatkan situasi untuk memecah belah bangsa, sementara dia tidak menyukai hal seperti itu meskipun sempat terlena dengan politik identitas yang ada disekitarnya.

Sementara motto hidup dan politiknya:

"Perjuangan politik haruslah dalam koridor konstitusi. Harus dilakukan tanpa kekerasan"

Jelas apa yang ada di depan matanya sangat bertentangan dengan hati nuraninya. Ada gejolak dalam batinnya, ketika dia mengingat kembali apa yang menjadi prinsip hidupnya dalam berpolitik.

Quotes Prabowo tersebut saya temukan dalam kumpulan kata-kata bijak tokoh-tokoh Indonesia, juga tokoh dunia. Quote tersebut saya disain dengan bagus, dan saya tweet dan mention ke akun twitternya beberapa hari sebelum puncak kerusuhan dimalam tanggal 22 Mei 2019 (tolong dikoreksi kalau salah)

Pada malam itu juga Prabowo Subianto, akhirnya berpidato, meminta pendukungnya menghentikan segala bentuk kerusuhan. Ajaibnya, selesai pidato Prabowo, kerusuhan benar-benar berhenti.

Saya menduga, ini awal dari proses metamorfosis Prabowo itu dimulai, meskipun peristiwa serupa hampir sempat terjadi saat sidang sengketa hasil pemilu 2019 di MK dilaksanakan, dimana ada upaya gerakan liar diluar sidang untuk memantik kerusuhan besar.

Lagi-lagi Prabowo tidak merestui upaya seperti itu, karena sangat bertentangan dengan hati nuraninya. Pada akhirnya keputusan hasil sidang MK pun tidak memenangkan Prabowo, menambah kesadarannya bahwa banyak faktor kelemahan di kubunya yang memang tidak siap memenangkannya.

Selepas itu, berbagai upaya rekonsiliasi dilakukan, mulai dari mengutus Luhut Binsar Panjaitan untuk menemui Prabowo, namun tidak kunjung berhasil, sampai akhirnya Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan menemui Prabowo.

Budi Gunawan menemui Prabowo bisa jadi sebagai utusan dari Jalan Tengku Umar, yakni dari kediaman Ketua Umum Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP), yang memang memiliki kedekatan secara emosional.

Upaya Budi Gunawan terbilang berhasil. Proses rekonsiliasi berjalan dengan mulus, dan menghasilkan pertemuan antara Jokowi dengan Prabowo (13/7/2019). Pertemuan yang begitu cair, dan memperlihatkan jiwa besar Prabowo. Karakter antagonis Prabowo mulai terkikis, dia muncul sebagai sosok protagonis. 

Ini semua tidak terlepas dari setting Megawati, ada peranannya yang cukup besar dalam proses rekonsiliasi tersebut. Setelah rekonsiliasi antara Prabowo dan Jokowi terjadi, barulah Prabowo sowan ke kediaman Megawati di jalan Tengku UmarUmar (24/7/2020), dimana Megawati memasak nasi goreng kesukaan Prabowo secara khusus.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam rangka rekonsiliasi ini, sangat menentukan arah politik menuju Pemilu 2024. Ada satu perjanjian yang sempat mengganjal hubungan baik antara Megawati dan Prabowo, yang kemungkinan besar akan terwujud pada Pemilu 2024 nantinya.

Terlepas dari itu semua, dengan masuknya Prabowo dalam pemerintahan, akan sangat mengubah perform politik Prabowo. Bergabungnya Prabowo dengan kaum nasionalis, akan sangat mengubah sikap berpolitiknya.

Dua kali Pilpres dengan mengusung politik identitas, membuat Prabowo tidak berpijak ke Bumi, yang membuat Prabowo menjadi sosok tokoh antagonis, dan itu tidak menguntungkannya secara politik. Karakter itu sangat jauh dengan sikap dan karakternya yang sesungguhnya.

Metamorphosis Prabowo dari Antagonis ke karakter Protagonis, membuat Prabowo benar-benar tampil dengan New Image, dengan New Prabowo, lebih soft, dan terus bergerak dalam sunyi, yang pada akhirnya membuat kinerjanya terpuji di kabinet Jokowi-Ma'ruf.

Kans Prabowo untuk memenangkan Pilpres 2024 sangatlah besar, namun semua kembali ke pada takdirnya, apakah Prabowo memang di takdirkan untuk menjadi Presiden? Wallahu'alam, semua hak prerogatif Tuhan. Bisa saja dengan usahanya kali ini Tuhan mentakdirkannya untuk memimpin Republik Indonesi, sebagai Presiden RI ke 8.

***