Manusia (Pasti) Bicara Kemanusiaan

dalam bermedia sosial, kemanusiaan mesti dikedepankan. Welas asih. Berbelas kasihan. Meski kepada orang yang kita benci sekalipun.

Sabtu, 9 November 2019 | 09:41 WIB
0
491
Manusia (Pasti) Bicara Kemanusiaan
Novel Baswedan (Foto: Beritagar)

Semburan informasi soal rekayasa penyerangan Novel Baswedan agaknya sudah sampai pada puncaknya. Perempuan yang getol mensharing imajinasi liarnya soal rekayasa itu kini sudah melapor ke polisi. Perempuan itu hobbynya main lapor tapi tidak pernah ditanggapi polisi. Karena semata cari sensasi tanpa bukti kuat yang membolehkan polisi menyelidiki laporannya.

Pelaporan Novel diperkirakan tidak akan ditanggapi. Sebab polisi tengah konsentrasi menemukan pelaku penyerangan Novel Baswedan sampai Desember, seperti yang ditegaskan Preisiden.

Dan aksi pelaporan ini menuai kecaman karena dianggap berlebihan. Ini kecenderungan bagus. Karena dapat mengimbangi gegap gempita dukungan yang membenarkan imajinasi liar dengan aneka alasan . Banyak dari kita yang menyudutkan Novel Baswedan sebagai orang yang jahatnya luar biasa.

Padahal kita tidak tahu apa-apa kecuali postingan di medsos yang sama sekali tidak ada data pendukungnya.Kita percaya pada para kadal medsos dan pansos yang sepertinya menemukan lahan baru untuk menjadi populer.

Hingga ada dari kita yang menyebut Novel dengan sebutan menghinakan. Seperti Wan Picek, Bangsat Taliban dan sebagainya. sebagainya. Sungguh ini perilaku kelas kaleng-kaleng yang tidak bermoral. Hanya untuk populer di medsos, kita tega menyebut orang demikian.

Kita bisa saja menerka Novel melakukan rekayasa. Namun kebencian yang sukses disebarkan melalui media sosial, termasuk dia orang Taliban , hendaknya tidak membuat kita kesetanan. Bagaimanapun masih ada celah, imajinasi liar itu bisa disanggah dan salah. Oleh hasil akhir kepolisian.

Itu yang harusnya kita jadikan acuan. Kita musti bersabar dan tidak menyebarkan imajinasi liar meski kita benci dia.

Bagaimanapun Novel Baswedan adalah manusia. Seorang ayah yang mencintai anaknya. Dia punya keluarga. Sama seperti kita.

Tidak seharusnya kita membidas dan menghina Novel sedemikian rupa dengan kejamnya. Hingga perilaku kita sama dengan mereka yang mengubah wajah Presiden Jokowi dengan muka anjing atau babi. Kita jadi selevel dengan mereka.

Karena itu, dalam bermedia sosial, kemanusiaan mesti dikedepankan. Welas asih. Berbelas kasihan. Meski kepada orang yang kita benci sekalipun.

Sebab sangkaan kita belum tentu benar. Kita tidak punya data dan kemampuan menyelidiki . Postingan kita hanya bersandar dari informasi pihak ketiga. Jadi kemungkinan kita salah, selalu ada. Kita tidak boleh menutupi kemungkinan itu.

Karena ketika kebenaran itu datang, kita tidak mendapatkan sinarnya. Kita akan selalu berada dalam kegelapan.

Karena kebencian yang menjajah otak kita.

***