Indonesia memang sudah lama dirongrong oleh kaum radikal. Mereka menelusup ke berbagai institusi negara. Melumpuhkan negara dari dalam.
Ketika Anies Baswedan menyerahkan tanggungjawab anak-anak yang kemarin demo sampai rusuhn kepada kepala sekolah. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memecat tujuh kepala sekolah yang terpapar ideologi radikal.
Ketika Menhan memaparkan TNI kita sudah disusupi ajaran radikal, Kasad jenderal Andika Perkasa mencopot Dandim Kendari yang istrinya menuliskan status bernada dukungan pada aksi teroris yang mensasar Wiranto.
Bukan hanya Dandim Kendari. Kasad juga memberi sanksi kepada prajurit yang jempol istrinya keracunan kadal gurun. Prajurit itu diberi sanksi hukuman 14 hari oleh Polisi Militer.
Ketika Menkeu Sri Mulyani berpidato di depan jajarannya, dia menegaskan tidak mentolerir ideologi intoleran berkembang di institusi yang dimpimpinnya. Meski baru sebatas pidato, kita sedikit merasa lega.
Ketika Panitia Seleksi calon pimpinan KPK kemarin menegaskan, salah satu fokus pemilihan pimpinan KPK kali ini adalah ikut memberantas radikalisme, kita juga ikut lega. Sudah lama terdengar isu lembaga anti rsuah itu bukan lagi tempat yang steril.
Langkah itu disusul dengan revisi UU KPK, yang salah satu poinnya ditempatkan Dewan Pengawas agar KPK tidak berkembang semau gue.
Indonesia memang sudah lama dirongrong oleh kaum radikal. Mereka menelusup ke berbagai institusi negara. Melumpuhkan negara dari dalam.
Mereka berkembang biak di departemen dan lembaga, di BUMN, di pemerintahan daerah, di sekolah dan kampus negeri, juga di tubuh TNI dan Polri. Mereka menggunakan fasilitas negara untuk mendesakkan ideologinya sendiri. Ideologi intoleran. ideologi khilafah. Ideologi beragama yang ingin ditabrakan dengan ideologi bangsa ini.
Kini menjelang pergantian kabinet. Kita berharap presiden menjadikan perang melawan radikalisme ini sebagai salah satu indikator memilih menteri-menterinya. Seruan Jokowi, 'Kita Perang Melawan Radikalisme', jangan sampai hanya sebatas slogan. Tapi butuh diterjemahkan dalam kebijakan dan langkah yang tertata.
Melawan radikalisme bukan hanya pekerjaan satu dua orang. Bukan hanya pekerjaan satu dua lembaga seperti Densus 88, BNPT atau BPIP saja. Tapi semestinya menjadi konsen negara. KIta mendorong Jokowi yang langsung menjadi panglimanya. Menteri-menteri, pimpinan daerah, pimpinan BUMN, Panglila TNI dan Kapolri adalah pelaksana lapangan.
Dan kita, rakyat Indonesia, berdiri di belakangnya. Siap merangsek siapa saja yang berniat merusak bangsa ini. Bagi kita, agama adalah jalan moral dan kebaikan. Bukan untuk diasong untuk tujuan politis dan kerusakan.
Ayo, Jokowi. Pimpin kami melawan virus kadal gurun yang hendak meluluhlantakan negeri ini.
Kita bersihkan ASN dari paparan ajaran yang merusak. Kita cuci BUMN dari slogan-slogan agama yang penuh kebencian. Kita sortir lagi guru dan dosen agar mereka tidak menularkan kebenciannya pada anak didik. Kita pastikan TNI dan Polri bersih dari kaum radikal.
Ayo, Jokowi. Pimpin kami. Siapkan jajaranmu untuk bergandengan tangan bersama kali. Siapkan prajuritmu untuk berdiri bersama kami. Kita lilitkan rantai kebangsaan di setiap pingguul kita, agar kita bersatu menghadang semua kekuatan yang ingin meruntuhkan Indonesia.
Ayo, Pak. Garuda tidak pernah gentar menghadapi kadal gurun. Kami siap. Demi masa depan negeri ini.
Seperti sepenggal puisi Chairil Anwar, kepada Bung Karno. Saya mengganti kata Bung Karno dengan Jokowi.
Ayo! Jokowi kasi tangan mari kita bikin janji…
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu
dipanggang di atas apimu,
digarami lautmu…
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu…
Aku sekarang api
aku sekarang laut…
"Mas, bagi rokoknya, dong?," Abu Kumkum, nyelonong.
Apaan sih, Kum. Gue lagi serius!
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews