SKB 11 Menteri Mencegah ASN Terpapar Radikalisme

Selain itu pandangan yang ingin mengoyak pancasila dan NKRI, tentu saja bukan bagian dari kebebasan berpendapat, karena hal terebut dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Kamis, 5 Desember 2019 | 08:49 WIB
0
315
SKB 11 Menteri Mencegah ASN Terpapar Radikalisme
Mahfud MD (Foto: Tempo.co)

Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri menjadi sorotan penting belakangan ini. SKB tersebut berisi soal penanganan radikalisme terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN). Padahal, aturan tersebut merupakan upaya preventif agar ASN tidak terpapar paham radikal. 

Menko Polhukam Mahfud MD membantah bahwa SKB 11 Menteri adalah cara untuk kembali ke masa lalu, ia mengatakan bahwa SKB itu merupakan upaya untuk menghempaskan radikalisme di kalangan ASN. Hal tersebut dilandasi bahwa semua bisa terkontrol sekarang dan tidak bisa kembali ke sistem otoritarianisme.

Mahfud mengatakan, Keputusan SKB 11 Menteri tersebut akan menghasilkan tindakan untuk menghasilkan tindakan untuk menangkal radikalisme. Kebijakan soal radikalisme juga sudah banyak disusun.

Dalam SKB menteri tersebut, terdapat sejumlah aturan yang harus diikuti oleh ASN atau PNS agar tidak terjerumus dalam paham radikalisme. SKB ini juga mengatur pembentukan satgas khusus yang menangani ASN yang terindikasi terpapar paham radikal.

Ada 3 hal tindakan radikal yang ingin dicegahm yakni ujaran kebencian, terorisme dan wacana. Ujaran kebencian tersebut, menganggap orang lain yang berbeda harus dilawan dan harus disalahkan. Yanh kedua bentuknya adalah jihad teroris bukan jihad yang benar, seperti membunuh orang atau membuat ledakan.

SKB Menteri tersebut memuat sejumlah aturan yang harus diikuti oleh ASN / PNS agar tidak terjerumus dalam paham radikalisme. SKB ini juga mengatur pembentukan satgas khusus yang menangani ASN yang terindikasi terpapar radikalisme.

Satgas ini memiliki tiga tugas utama, yakni menerima pengaduan dari masyarakat melalui portal aduanasn.id. Lalu, Satgas juga bertugas menindaklanjuti pengaduan yang masuk melalui aduanasn.id. Situs ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Selain itu, satgas tersebut juga memiliki tugas untuk memberikan rekomendasi terkait dengan penanganan laporan yang tembusanya disampaikan kepada Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara, dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Selain itu, SKB juga mengatur kategori pelanggaran apa saja yang bisa dilaporkan. Masyarakat yang melapor harus melihat betul beberapa kategori yang dapat dilaporkan kepada satgas.

Seperti, menyampaikan pendapat baik lisan ataupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras dan antar-golongan.

Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan Pemerintah.

Menggunakan atribut yang bertentangan dengan pancasila UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan Pemerintah.

Membuat pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggaungjawabkan, lalu menyebarluaskan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial.

SKB ini resmi ditandatangani dan diluncurkan pada 12 November 2019. SKB tersebut ditandatangani oleh MenPan-RB, Mendagri, Menkumham, Menag, Mendikbud, Menkominfo, BIN, BNPT, BKD, BPIP dan KASN.

Pada kesempatan berbeda, Sekretaris KemenPAN-RB, Dwi Wahyu Atmaji, mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi kepada pihak kepolisian terkait pengeluaran SKCK terhadap calon ASN penerimaan tahun 2019.

Ia juga meminta pihak-pihak terkait untuk menelusuri rekam jejak calon ASN tersebut. Tak hanya itu pihaknya juga akan melakukan pemantauan di akun sosial media calon ASN untuk bisa mendeteksi secara dini apabila terdapat calon ASN yang terpapar radikalisme.

Meski ada yang menganggap bahwa kritik sama saja dengan tindakan radikal. Hal tersebut ditepis oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung , dimana ia menegaskan, pemerintah selalu menyambut baik kritikan dari siapapun.

Pramono juga menegaskan, bahwa pemerintah sama sekali tidak alergi terhadap kritik. Bahkan, kritik diklaim sebagai obat kuat bagi pemerintah.

Pramono juga menjelaskan, bahwa pemerintah tidak ingin ASN menjadi pelaku penerbar ujaran kebencian. Apalagi jika ujaran kebencian tersebut menjadi konsumsi sehari-hari. Dirinya juga menegaskan, ASN memiliki mekanisme khusus jika ingin mengkritik pemerintah.

SKB tentu saja bisa menjadi upaya preventif yang efektif untuk menangkap paham radikal di lingkungan ASN, karena sebagai aparatur sipil negara sudah seharusnya menjadi benteng terdepan dalam menjaga dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Selain itu pandangan yang ingin mengoyak pancasila dan NKRI, tentu saja bukan bagian dari kebebasan berpendapat, karena hal terebut dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

***