Jadi NU Itu Tidak Enak

Khusus untuk Pilpres ini, NU dan segenap jajarannya berdarah-darah menangkan Jokowi. Harusnya ada penghargaan nyata di sini.

Sabtu, 26 Oktober 2019 | 07:45 WIB
0
880
Jadi NU Itu Tidak Enak
Ilustrasi Nahdlatul Ulama (Foto: ala-nu.com)

Lho kok NU ndak dapat jatah menteri? Menteri agama saiki seko tentara. Kok iso?

Loh kan banyak yang NU d isana? Pak Mahfudz bahkan Wapres Kiyai Amin itukan orang NU. Masak masih kurang?

Gini ya. Kalau caranya gitu. Pak Jokowi juga NU. Pak Prabowo juga anggota Banser. Yang kita inginkan itu bendera NU berkibar bukan garam rasa NU di kabinet. Kita tidak bisa jawab ketika ditanya kenapa pak Muhajir yang Muhammadiyah itu jadi menteri. Sedang NU tidak ada. Jatah menteri agama harusnya jatuh ke NU.

Dan khusus untuk Pilpres ini, NU dan segenap jajarannya berdarah-darah menangkan Jokowi. Harusnya ada penghargaan nyata disini. Jangan kita cuma diberi peran seperti garam di masakan orang. Kita tidak punya kuasa untuk memprotes apakah garam itu kurang atau tidak.

Lah.. Sekali lagi..Kiyai Ma'ruf kan ada disana? Menteri PKB dan PPP juga.. Anak-anak NU ada di kabinet.

Betul. Tapi kan dia tidak bisa mengecek garam NU di pemerintahan itu takarannya pas atau tidak. Dia sendirian. PKB dan PPP kan mengedepankan kepentingan partainya dulu ketimbang kepentingan NU. Yang lainnya juga. Itu sudah Sunatullah.

Nah , bukanlah Sunatullahnya NU adalah menggarami kehidupan bernegara dan berbangsa lewat konsep Islam Nusantara? Jadi kenapa harus "nggreneng" kalau tidak dapat jatah menteri?

Tapi ketidakpuasan itu bisa mengerti kok. Karena NU main politik. Jadi tidak netral lagi. Dalam politik pasti terpikir imbalannya apa. Meski tidak patok harga, tapi pasti ada harapan bahwa yang didukung dan menang itu tahu diri memberi ganjaran yang setimpal.

Nah jika yang diharapkan itu tidak datang, disitu ada rasa kecewa. Dan juga jangan marah jika dikatakan NU kok kemaruk jabatan tho ya.. kan kiyai Ma'ruf mewakili NU dan posisinya lebih tinggi dari pak Muhajir yang Muhammadiyah itu.

Jika ada yang masih " nesu, getun lan gumun" jangan marah kalau di bilang NU berpolitik. Bahkan sudah berpolitik praktis kok..

Jadi agar tidak terulang kejadian pahit ini, baiknya NU kembali lagi ke khittah. Sebagai penyemaian Bapak dan Guru Bangsa.

Bukan rame-rame bikin kursi Presiden atau Wakil Presiden.

Karena hasilnya sekarang kayak gini. Dan jika sudah begini pasti ada yang bilang :

Jadi orang NU itu tidak enak.

***