Perempuan Teroris di Sekitar Kita

Motivasi pengebom bunuh diri pria terkait pandangan ideologis dan pemahaman agama mereka. Pelaku wanita didasarkan pada dorongan membalas dendam dan alasan-alasan emosional lainnya.

Minggu, 13 Oktober 2019 | 12:51 WIB
0
739
Perempuan Teroris di Sekitar Kita
Dua pelaku penikaman terhadap Wiranto (Foto: Tribunnews.com)

Fitria Andriana, 21 tahun hanya lulusan SD. Berasal dari keluarga miskin di Brebes. Dia kerja serabutan di Jakarta. Dia orang pendiam. Segala keluh kesah dipendam sendiri.

Fitria Juni 2019. Tetangganya terkejut ketika saat mudik dia sudah mengenakan cadar. Kecurigaan tetangga dia terpapar radikalisme menguap begitu saja karena Pipit, demikian nama akrabnya di kampung, meninggalkan Brebes lagi.

Baru Oktober 2019, orang tua dan tetangga geger karena Pipit mendampingi Syahrial menusuk Jenderal Wiranto di Menes, Pandeglang. Belakangan diketahui Pipit dikawin siri oleh Syahrial yang sudah menikah empat kali dan menjadi anggota teroris JAD.

Syahrial menurut keterangan polisi cemas karena pimpinan JAD di Bekasi ditangkap Densus 88. Jadi hanya tinggal waktu saja dia bakalan digulung. Dari itu dia nekad melakukan aksi yang menggegerkan tersebut.

Belum jelas apa tugas Pipit dalam aksi penikaman tersebut. Meski disebut dia juga punya pisau kunai.

Potret yang Sama 

Potret latar belakang sosial ekonomi Pipit sama dengan Dian Yulia Novi. Mantan TKI yang diyakini sebagai perempuan Indonesia pertama yang disiapkan JAD melakukan aksi bom diri meluluh lantakkan Istana Merdeka di tahun 2016.

Upaya itu berhasil digagalkan dan dia di penjara 7,5 tahun.

Dilihat dari profil kondisi sosial ekonomi mereka, Dian sama dengan Pipit yang nampaknya oleh ISIS telah “memenuhi syarat”. Putus asa dan tidak berdaya.

Dian berasal dari keluarga miskin di Cirebon. Kemiskinan memaksa dia menjadi pedagang ikan di Bandung. Setelah itu dia menjadi TKW di Taiwan. Dia pulang ke Indonesia dan menghadapi kemiskinan lagi. Apalagi orangtuanya sakit-sakitan.

Dalam keputusasaan itu, Dian kemudian menikah dan menjadi istri kedua. Namun belakangan suaminya itu anggota JAD. Dia mendapat dana untuk menghidupi keluarga dari kelompok teroris. Itulah sebabnya dia mau dibawa ke Jakarta bahkan dijadikan calon pengantin bom bunuh diri.

Sel-sel ISIS menjanjikan kematiannya membuat semua bahagia, termasuk Dian. Orangtuanya yang sakit bisa berobat karena memperoleh sejumlah dana.

Di saat bersamaan, ISIS mendoktrin Dian mati syahid masuk surga. Doktrin ISIS menjanjikan kawin dengan 72 bidadari jika lelaki. Sedangkan untuk perempuan, mereka didoktrin bisa melihat wajah Allah SWT serta bertemu Nabi Muhammad SAW karena amaliyah nya.

Dalam konteks ini, Dian Yulia dan Pipit menjadi teroris karena terpaksa. Mereka adalah wanita malang lagi miskin yang terperdaya.

Dian dan Pipit dibujuk kelompok teroris pimpinan Bahrum Naim yang semakin terjepit melaksanakan niat jahatnya di Indonesia karena sukar mencari lelaki yang bersedia menjadi pelaku serangan bunuh diri.

Pipit ikut saja apa yang diperintah Syahrial karena setidaknya bisa beroleh penghidupan menjadi istrinya. Paling tidak bisa makan tiga kali sehari.

Kurang Ideologis

Profil Pipit dan Dian ini sejalan dengan temuan para pakar teroris mencoba mencari tahu apa yang menyebabkan perempuan menjadi teroris dan pengebom bunuh diri.

Hasilnya rata-rata menyimpulkan bahwa pengebom wanita kurang “ideologis” ketimbang pelaku pria.

Misalnya, Dr. Helen Gavin, psikolog dari Universitas Huddersfield, Inggris, dalam bukunya Female Aggression mengatakan, motivasi pengebom bunuh diri pria terkait erat dengan pandangan ideologis dan pemahaman agama mereka. Sementara itu, pelaku wanita didasarkan pada dorongan membalas dendam dan alasan-alasan emosional lainnya.

Banyak wanita di Irak meledakkan diri karena suami, anak-anak mereka serta sanak keluarganya tewas akibat dibombardir tentara multinasional pimpinan Amerika Serikat.

Selain di Irak, kelompok perlawanan Islam Chechya membentuk pasukan bom bunuh diri wanita “Black Widow Brigade”.

Para janda itu menjadi martir dalam peristiwa bom bunuh diri dalam tragedi Beslan (2004) yang menewaskan 200 orang lebih, dan meledakkan diri di dua stasiun kereta api di Moskow 2010 yang menewaskan 40 orang dan ratusan lainnya luka-luka.

Alasan Personal

Alasan lain mengapa wanita nekat menjadi teroris dan meledakkan diri adalah karena hal yang sangat personal. Wafa Idriss, misalnya, di tahun 2002 menjadi wanita pengebom bunuh diri pertama asal Palestina. Motifnya adalah, selain kebenciannya atas kekejaman Israel, juga karena dia putus asa setelah dicerai suaminya karena mandul.

Thenmozhi Rajaratnam alias Dhanu, anggota gerilyawan Macan Tamil Sri Lanka melakukan aksi bom diri hingga menewaskan Perdana Menteri Rajiv Gandhi. Belakangan diketahui dia sangat membenci pasukan perdamaian India yang diterjunkan di Sri Lanka untuk mengatasi gerakan separatis di sana, karena dia diperkosa ramai-ramai oleh prajurit India.

Alasan personal juga yang melandasi mengapa istri teroris di Surabaya dan Sibolga rela menjadi pembom bunuh diri. Mereka hidup dalam ketidakberdayaan dan bersuami teroris.

Sang suami mewajibkan para istrinya untuk tunduk sepenuhnya apapun yang diperintah seraya menjanjikan kehidupan yang lebih baik di surga. Sebagai imbalan ketaatan para perempuan akan agama dan suaminya.

Patut Dikasihani



Perempuan pelaku penusukan terhadap Wiranto (Foto: Tribunnews.com)

Jadi, kemungkinan besar Pipit sebagaimana teroris perempuan lainnya hanyalah korban rayuan palsu kelompok teroris. Karenanya, wajar jika kita harus mengasihani para wanita malang itu.

Kita yakin BNPT punya solusi bijak melakukan deradikalisasi para perempuan malang itu.

Ditingkat akar rumput, pemberdayaan perempuan miskin agar bisa mandiri secara ekonomi harus menjadi prioritas penting membendung ideologi teroris merasuki mereka. Disaat bersamaan, harus ada keberanian dari pemerintah untuk membendung ekspansi ustad-ustad dobol menyebarkan ajaran radikal.

Sebab dalam konteks ini, terjerumus nya Pipit dan perempuan malang lainnya membenarkan teori Karl Marx bahwa agama bisa jadi candu buat orang-orang tertindas.

Adalah tugas kita semua untuk menolak pahaman ini . Antara lain dengan memahami konteks mengapa ada perempuan Indonesia yang mengatasi kemalangan hidup mereka dengan tindakan yang tidak masuk akal.

***