Pada akhir 2018 lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan, kini upaya pemberantasan korupsi semakin menemukan titik terang. Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Instagram @jokowi yang diunggah pada Selasa (11/12/2018).
Jokowi menyebut jika saat ini pihaknya tengah berada dalam tahap akhir penandatanganan 'Mutual Legal Assistance' (MLA) dengan Pemerintah Swiss. Dengan adanya kesepakatan itu, pemerintah Indonesia akan bisa mengejar uang-uang hasil korupsi yang disembunyikan di luar negeri.
“Berbagai upaya telah kita lakukan bersama untuk membangun Indonesia bebas korupsi,dari pelayanan berbasis elektronik,sistem pengaduan masyarakat, penghargaan bagi masyarakat yang mengungkap korupsi, sampai menempatkan KPK sebagai Koordinator Tim Nasional Pencegahan Korupsi.
Dan satu hal lagi, setelah melalui pembicaraan yang panjang, kita telah memperoleh titik terang, dan sekarang pada tahap akhir untuk menandatangani Mutual Legal Assistance antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Swiss.
MLA ini merupakan legal platform untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundring yang disembunyikan di luar negeri. Korupsi adalah korupsi, tidak bisa diganti dengan nama yang lain. Sekali lagi, korupsi adalah korupsi. Semoga Allah SWT meridhai segenap ikhtiar kita,” tulis Jokowi.
Dalam foto yang ia unggah itu, Jokowi mengatakan jika pihaknya tidak akan memberikan toleransi bagi para koruptor.
“Kita tidak memberikan sedikit pun, sekali lagi, kita tidak memberikan toleransi sedikit pun kepada pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan uang hasil korupsinya ke luar negeri,” kata Jokowi.
Sebelumnya, seperti dilansir Kompas.com, Presiden Jokowi menegaskan komitmennya untuk mengejar koruptor yang menyembunyikan uang hasil korupsinya di luar negeri. “Kita tidak memberikan toleransi sedikitpun pada pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan uang hasil korupsinya ke luar negeri,” katanya.
Menurut Jokowi, pemerintah sudah melakukan langkah nyata untuk mengejar uang korupsi yang disembunyikan di luar negeri ini. Hal itu disampaikan Jokowi dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang digelar KPK di Jakarta, Selasa (4/11/2018).
Salah satunya adalah bernegosiasi dengan Swiss karena uang hasil korupsi diduga banyak disimpan di negara itu. Jokowi mengatakan, saat ini pemerintah Indonesia dan Swiss sudah masuk ke dalam tahap akhir untuk menandatangani Mutual Legal Assitance (MLA).
“MLA ini legal paltform untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundering yang disembunyikan di luar negeri,” kata Jokowi. “Korupsi adalah korupsi, tidak bisa diganti dengan nama lain,” tambahnya.
Di dalam negeri, lanjut Jokowi, pemerintah juga terus melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Misalnya, dengan penyediaan layanan berbasis elektronik seperti e-tilang, e-samsat hingga e-budgeting, dan e-planning.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan sejumlah aturan untuk mencegah korupsi. Misalnya, Peraturan Presiden No 54/2018 tentang strategi nasional pencegahan korupsi. Serta, PP No 63/2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan karena membantu pemberantasan tindak pidana korupsi.
Jokowi secara khusus mengucapkan terima kasih kepada KPK serta seluruh institusi penegak hukum, dan komponen masyarakat yang terlibat dalam pemberantasan korupsi. Presiden pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk tetap berjuang memberantas korupsi.
“Ini upaya kita untuk membangun Indonesia yang bebas dari korupsi, dan sekaligus untuk membangun Indonesia maju, produktif, inovatif, dan efisien,” kata Jokowi. Pidato Presiden Jokowi soal MLA ini rupanya “salah” terjemah atau tafsir.
“MLA ini adalah bantuan hukum timbal balik,” ungkap sumber Pepnews.com. Inilah yang tampaknya sengaja “diplintir” sebagai “Kesepakatan Pencairan Dana Koruptor”. Pada Senin (4/2/2019), Swiss dan Indonesia menandatangani MLA ini.
Perjanjian ditandatangani Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter dan Menkum HAM Indonesia Yasonna Laoly. Swiss dan Indonesia bekerja sama lebih erat dengan tujuan untuk memerangi kejahatan internasional.
Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly menandatangani perjanjian bilateral tentang bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana di Bern.
Sebelumnya, Dewan Federal menyetujui perjanjian pada 14 September 2018. Dalam Siaran Pers FDJP dinyatakan, Perjanjian Bilateral tentang bantuan hukum timbal balik menciptakan dasar dalam hukum internasional di mana otoritas peradilan di kedua negara bisa bekerja sama dalam mendeteksi dan menuntut kegiatan kriminal, khususnya kejahatan seperti korupsi dan pencucian uang.
Perjanjian bantuan hukum timbal balik dengan Indonesia ini sebagian besar didasarkan pada Konvensi Eropa tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana dan pada Undang-Undang Federal tentang Bantuan Timbal Balik Internasional dalam Masalah Pidana.
Ini menyederhanakan dan mempercepat prosedur bantuan hukum timbal balik, khususnya dengan mengurangi persyaratan formal (seperti pengabaian kebutuhan akan otentikasi) dan menetapkan secara terperinci persyaratan untuk permintaan bantuan timbal balik.
Ini juga menunjuk otoritas pusat di setiap negara yang bertanggung jawab untuk menangani permintaan tersebut. Perjanjian tersebut secara tegas merujuk pada HAM: jika diduga ada pelanggaran HAM, Swiss dapat menolak untuk memberikan bantuan hukum.
Perjanjian ini akan mulai berlaku segera setelah persyaratan hukum domestik masing-masing negara telah dipenuhi. Di Swiss, Parlemen harus menyetujui perjanjian. Setelah itu dilakukan, perjanjian akan terbuka untuk referendum opsional, seperti biasa dalam kasus perjanjian internasional.
Dewan Federal sedang mengupayakan kebijakan untuk memperluas jaringan perjanjian internasional tentang bantuan hukum timbal balik untuk meningkatkan keamanan di Swiss dan untuk memastikan integritas negara sebagai pusat keuangan. Perjanjian yang ditandatangani dengan Indonesia merupakan bagian dari kebijakan ini.
Anggota Dewan Federal Keller-Sutter juga memanfaatkan pertemuannya dengan Menteri Laoly untuk menyoroti pentingnya perlindungan paten yang baik bagi perusahaan-perusahaan Swiss yang aktif di Indonesia.
Desember 2018 lalu Swiss dan Indonesia menandatangani perjanjian perdagangan bebas di mana barang-barang Swiss dan Indonesia yang diproduksi di negara Asia harus menikmati tingkat perlindungan paten yang sama.
Sekarang sudah jelas apa yang dimaksud dengan Mutual Legal Assistance (MLA). Artinya, “Bantuan Hukum Timbal Balik”, bukan “Kesepakatan Pencairan Dana Koruptor”!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews