"Jika memang sebuah gerakan, maka tidak bisa Ipang Wahid lari begitu saja. Tapi Ipang menjadi sangat tidak bertanggung jawab dengan hanya mengakui membuat tiga iklan 'Indonesia Barokah', 'Islam itu Indah', 'Deddy Mizwar', dan 'Parodi Bohemian'. Karya-karyanya dipajang di website Indonesia Barokah dan Instagram Indonesia Barokah, bukti petunjuk website itu ada kaitannya dengan Ipang, tapi Ipang tidak berani bertanggung jawab."
Begitu yang dituliskan oleh Juru bicara BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade dalam keterangan tertulisnya pada 28 Januari 2019 sebagaimana yang dipublikasikan Detik.com.
Selain Ipang yang diketahui sebagai Wakil Direktur Komunikasi Politik TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, nama lain yang menjadi tertuduh dalam kasus Tabloid Indonesia Barokah adalah Tenaga Ahli di Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Dua tudingan kepada Ngabalin ini dilontarkan oleh Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief.
Jika tuduhan yang dialamatkan kepada Ngabalin dan Hasto tidak jelas ujung pangkalnya, tidak demikian dengan tudingan yang diarahkan kepada Ipang.
Ipang Wahid Dalang Tabloid Indonesia Barokah?
Ipang dituduh lantaran dalam Instagramnya mengunggah video berjudul 'Islam Itu Indah'. Di pojok kanan atas terdapat logo yang juga dipakai tabloid 'Indonesia Barokah' (IB).
Bukan hanya itu, nama Ipang pun dikaitkan dengan website Indonesiabarokah.com. Pengaitan ini lantaran Ipang pernah mengunggah tiga konten video lewat Indonesiabarokah.com. Tidak hanya itu, salah seorang karyawan Ipang yang bernama Nizar disebut-sebut sebagai pengelola Indonesiabarokah.com.
Jika melongok "blog keroyokan" Indonesiabarokah.com, memang di situ terdapat logo yang mirip dengan logo yang digunakan oleh tabloid IB.
Singkatnya, selain nama yang mirip yaitu "Indonesia Barokah", logo pada tabloid dan website pun sama. Tidak heran jika Andre kemudian menyamakan keduanya seperti Tempo.co dan Koran Tempo.
Pertanyaannya, apakah adanya kesamaan nama dan logo merupakan bukti jika tabloid IB adalah versi cetak dari situs Indonesiabarokah.com?
Jawabannya jelas tidak!
Sebab, Indonesiabarokah.com berisikan konten-konten berbau agama dan nyaris tidak tercium aroma politik praktis pada setiap unggahannya. Wajah Indonesiabarokah.com ini bisa dilihat dari katagori pada lamannya. Di situ ada "Home", "Warta", "Budaya", "Kolom", "Taushiah", "Khutbah", "Pesantren", "Quote Islami, "Dan Lainnya".
Sementara, isi dari tabloid IB lebih memosisikan diri sebagai media politik. Pada versi PDF tabloid IB terdapat judul-judul yang berbau politik. Seperti "Reuni 212: Kepentingan Umat atau Kepentingan Politik?", "Membohongi Publik untuk Kemenangan Politik", dan "Prabowo Marah Media Dibelah".
Jika membandingkan keduanya jelas sekali keduanya memiliki "wajah" yang sama sekali berbeda. Dengan demikian, salah besar jika Andre menyebut tabloid IB sebagai versi cetak dari Indonesiabarokah.com.
Kemudian, benarkan pengelola Indonesiabarokah.com adalah orang yang juga berada di balik tabloid IB?
Memang benar nama keduanya sama, yaitu Indonesia Barokah, begitu juga dengan logo keduanya.
Jika mencari informasi dari Whois.com, Indonesiabarokah.com didaftarkan pada 21 November 2018 (CMIIW). Sedangkan tabloid IB beredar pada minggu ketiga Januari 2019.
Jadi, nama dan logo tabloid IB mengikuti, jika tidak mau dikatakan menjiplak, nama dan logo Indonesiabarokah.com.
Sebagaimana yang diberitakan sejumlah media, tabloid IB diedarkan secara diam-diam ke sejumlah daerah lewat kantor pos. Alamat redaksi tabloid IB pun diketahu palsu. Dari kerahasiaan dalam penerbitan dan peredarannya, tercium sangit adanya niat jahat pada pelakunya.
Karena sejak awal sudah diniati untuk melakukan sebuah kejahatan, sangat tidak masuk akal bila Ipang dengan sengaja menggunakan nama dan logo Indonesia Barokah.com tempatnya mengunggah video-video garapannya.
Dan, bagi Ipang, nama dan logo Indonesia Barokah bisa diibaratkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dan, logikanya, di dunia ini tidak ada seorang pun maling waras yang dengan sengaja meninggalkan KTP miliknya di tempat ia mencuri.
Dari logika yang sangat sederhana tersebut, tuduhan yang dialamatkan Andre pada Ipang dengan sendirinya terpatahkan.
Tabloid Indonesia Barokah Menyasar Swing Voter
Pertanyaan menarik dari kasus tabloid IB bukan ada pada siapa dalangnya, melainkan untuk apa tabloid ini diterbitkan dan diedarkan?
Dari sisi konten, tabloid IB berisikan pemberitaan tentang perpolitikan tanah air jelang Pilpres 2019. Menariknya, IB hanya menyoroti sisi negatif dari Prabowo-Sandi.
Jika dicermati, sebenarnya tidak ada yang baru pada pemberitaan tabloid ini. Semua informasi yang disajikannya hanyalah daur ulang dari media arus utama, Karenanya, isi dari tabloid IB sudah diketahui oleh pembacanya.
Selain isinya, target pengiriman dari tabloid yang menggemparkan ini juga menarik untuk dicermati. Tabloid ini dikirim lewat pos ke masjid-masjid kecil di sejumlah daerah. Karenanya, penerima dan pembaca pertama IB pastinya pengurus masjid yang biasanya berjumlah kurang dari 5 orang.
Karena isinya yang lebih berbau politik, berbeda dengan buletin "Jumatan", pengurus masjid kemungkinan tidak membagikannya kepada para jamaah. Terlebih setelah media gencar memberitakan peredaran tabloid IB. Pengurus masjid pastinya berpkir dua-tiga kali lagi untuk mengedarkannya. Lebih lagi banyak pengurus masjid yang memahami tentang larangan berpolitik praktis di dalam masjid. Jadi, bisa disimpulkan jika jumlah pembaca IB sangat terbatas.
Dengan demikian, isi dari tabloid IB sama sekali tidak mempengaruhi elektoral. Ini berbeda dengan Tabloid Obor Rakyat yang isinya hoax dan disebar langsung ke tengah masyarakat.
Tetapi, meskipun isi tabloid IB tidak memengaruhi elektoral, tidak demikian dengan pemberitaan tentang peredarannya. Pemberitaan media tentang peredaran tabloid IB inilah yang merupakan "peluru" yang sebenarnya.
Pertanyaannya, untuk siapa peluru itu ditembakkan?
Dalam Pilpres 2019 ini, selain ada kelompok pendukung Jokowi-Ma'ruf dan pendukung Prabowo Sandi yang sudah terpolarisasi, ada juga kelompok swing voter dan kelompok undecided voter.
Jika kelompok terpolarisasi dan undecided voter sulit untuk digoyahkan, tidak demikian dengan kelompok swing voter yang rentan terhadap isu.
Lantaran rentan, kelompok swing voter ini mudah berpindah-pindah. Jika muncul pemberitaan negatif tentang Jokowi, kelompok ini akan lompat pagar menjadi pemilih Prabowo atau golput. Begitu juga sebaliknya.
Pemberitaan tentang peredaran tabloid IB serta isinya yang disebut-sebut menyudutkan Prabowo (Sekali lagi bukan isi dari tabloid IB itu sendiri) ini pastinya menciptakan sentimen negatif bagi Jokowi. Akibatnya, kelompok swing voter akan bergeser menjadi pemilih Prabowo atau menjadi golput.
Jadi, penerbitan dan peredaran tabloid IB ini sebenarnya bukan merugikan Prabowo, melainkan Jokowi.
Masalahnya, tidak seperti dua kelompok lainnya, jumlah kelompok swing voter ini tidak diketahui lantaran tidak dipublikasikan oleh seluruh lembaga survei.
Tetapi, berapa pun angka swing voter, isu tabloid IB tetap merupakan ancaman bagi Jokowi.
Tablid Indonesia Barokah Mirip dengan Ratna Sarumpaet
Sebelum penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet terbongkar dan dinyatakan hoax, elektabilitas Jokowi terancam merosot tajam.
Tabloid IB ini mirip dengan Ratna Sarumpaet. Sementara, isi dari tabloid IB yang dianggap tendensius menyerang Prabowo sama dengan serangan terhadap Ratna yang merupakan anggota tim pemenangan Prabowo.
Karenanya, dampak dari pemberitaan tentang tablod IB sama dengan pemberitaan tentang Ratna (sebelum dibongkar Polisi). Keduanya sama-sama menciptakan sentimen negatif bagi Jokowi.
Sebagaimana yang pada akhirnya diketahui, penganiayaan terhadap Ratna merupakan hoax yang dilakukan oleh Ratna sendiri.
Lantas, jika demikian, siapakah yang berada di balik atau yang mendalangi penerbitan dan peredaran tabloid IB yang sesungguhnya merugikan Jokowi?
Sebagai catatan, pelaku penerbitan dan peredaran tabloid IB belum tentu yang mendalanginya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews