Titiek, Parodi Ironis Anak Soeharto

Rabu, 21 November 2018 | 13:48 WIB
0
936
Titiek, Parodi Ironis Anak Soeharto
Spanduk Titiek (Foto: Facebook)

Orang salah terka, bila menganggap perpisahan Titiek Soeharto dan Prabowo itu terjadi melulu karena masalah dan maslahat politik.

Seorang sahabat mereka bercerita, bahwa saat mereka masih guyub rukun pun: mereka selalu tinggal dalam kamar terpisah. Prabowo sekamar dengan anjing Alsatian-nya, sedang Titik tidur di kamarnya yang free smoking. Keduanya dipisahkan oleh Titiek pembenci anjing, Prabowo pembenci rokok.

Banyak orang tidak tahu, Titik adalah salah satu pembentuk wajah sosialita Jakarta: ia kolektor segala sesuatu yang berkonotasi barang mewah: sepatu, tas, baju, jam tangan, berlian...

Karenanya sosialita hari ini yang kerap muncul di media-media itu, cuma anak kemarin sore di mata Siti Hediati Soeharto. Yang bila belanja sepatu mahal bermerek tertentu, tokonya bisa langsung tutup seminggu. Karena semua sepatu diborong, hanya dengan menyebut ukuran sepatu. Tanpa melihat bentuknya seperti apa, modelnya cocok atau tidak dengan kontur kakinya. Pokoknya borong!

Dari cerita klasik ini, syahdan di rumahnya suatu kali ditemukan berdos-dos kotak tertutup, yang tak pernah dibuka bertahun-tahun lewat. Ternyata isinya sepatu yang jangankan dipakai, dibuka dari plastiknya pun belum.

Saat reformasi datang dan Pak Harto mundur, barulah perpisahan benar-benar terjadi antara keduanya, Prabowo mengurus bisnis adiknya Hasyim di Jordania. Ia sendiri adalah sahabat Abdullah, Raja Jordania yang baru diangkat. Jadilah ia Raja Midas, simsalabim ketika ia berhasil jadilah ia kaya raya.

Membeli "lupa ingatan publik" akan dosa-dosanya di masa lalunya. Sementara Titik lebih memilih tinggal di rumahnya salah satu kawasan paling elit, Grosvenor Square di Boston. Ia bersembunyi di sana, dengan dalih menemani anak tunggalnya bersekolah di sebuah SMA. Klop (gak pakai Jurgen)!

Artinya keduanya sebenarnya, bergaya hidup sama: lari ke luar negeri lalu kembali seolah mereka pahlawan yang pulang setelah sekian waktu terbuang.

Dan di hari-hari ini, keduanya muncul bahu membahu dalam satu perahu dengan spirit yang aduh...kasihan sekali: Ingin mengembalikan masa kejayaan Soeharto. Orang ini lupa, bahkan Soeharto sendiri (mungkin) bahkan sudah tak mau lagi balik.

Soeharto itu sesungguhnya manusia yang sangat sederhana, ia bukanlah seorang intelektual. Ini dibuktikan dengan gaya rumahnya di Cendana yang "ndesit" sekali. Model kolonial tropis yang mungkin aslinya sangat anggun, tapi dirubah model rumah pejabat tahun 1970-an. Ketika pejabat-pejabat lain terkoreksi seleranya, Soehato tetap saja begitu-begitu saja.

Yang sebenarnya sangat ambisius adalah istrinya yang terkenal dengan julukan "Madame Tien Percent", yang sial banget saat sudah tercatat sebagai Pahlawan Nasional. Sedangkan suaminya masih jauh-jauh bahkan untuk sekedar disebut sebagai calon pahlawan naional. Ironik!

Dialah yang sangat berambisi menjadikan anaknya pengusaha-pengusaha orbitan kelas kakap tapi sebenarnya karbitan. Dialah yang mengatur bisnis ini cocok untuk Tutut, yang biasanya berbasis idelisme itu, baik itu pendidikan tau pengajaran. Lain lagi untuk Sigit yang dianggap "tidak terlalu suka sekolah", diberikanlah bisnis judi SDSB dan cukai minuman keras.

Begitu pula untuk Bambang yang suka ngeband itu, ia lebih "dimagangkan" pada om Liem yang pandai berbisnis sembako. Hingga ia kemudian dapat konsesi besar dari Bulog.

Nah persoalan mulai muncul ketika Tommy yang anak gank dan suka kebut-kebutan lalu dibikinkan proyek mobil nasional. Ternyata ia rebutan dengan kakaknya. Tapi tak banyak yang tahu, apa sebenarnya bisnis Titik yang justru adalah anak sekolahan, lulusan FEUI lagi.

Di sinilah penjelasan yang paling masuk akal, kenapa saat ini ia justru menjadi yang paling "nyaring bersuara", sejenis juru bicara bagi saudara-saudara nya yang saat ini berkumpul kembai dalam partai baru bersemangat masa lalu bernama "Partai Berkarya". Sebuah partai yang secara tidak langsung ingin bicara bahwa Indonesia bisa maju seperti ini adalah karya bapakku selama 32 tahun loh!

Pede banget? Dongok banget iya!

Ia dianggap relatif paling "bersih" dibanding saudaranya yang lain. Ia tak pernah menjadi menteri di era Soeharto sebagaimana Tutut. Ia tak pernah membunuh siapapun dan juga bukan mafia sebagaimana Sigit Dan Tommy. Ia juga tak terindikasi punya seingkuhan artis dan lalu meninggalkan keluarganya intinya: sebagaimana Bambang dan lagi-lagi Tommy.

Bahkan karena hobinya yang suka disko dan hura-hura, oh ya jangan lupa ia juga seorang kolektor lukisan yangsangat dihormati. Pointnya ia tampak yang paling riang-gembira-tra lalala minimal bila dibandingsi ragil Mamiek yang cenderung bergestur "si depresif".

Apalagi ia memiliki reputasi "Si Super Mantan", Ia "Calon Fisrt Lady" tiga kali. Karena mantan suaminya selalu nyalon! Karena ia sedemikian pede ketika, ikut kampanye Prabowo lalu tiba-tiba nylonong bilang "Kalau Prabowo menang, Pak Harto akan kembali dan hidup lagi".

Bagi saya, hal ini menunjukkan betapa lemahnya posisi tawar Prabowo di bawah kaki mantan istrinya itu. Ia bisa bilang apa saja pada yang lainnya, tapi di hadapan ibu dari anak tunggalnya itu? Satu hal baik yang perlu dicatat dari keduanya: hingga hari ini tak terlihat keduanya nampak ingin melepas status ke-janda-an atau ke-duda-annya. So sweet untuk ukuran hari ini....

Bagi saya, bila hari ini bisa terjadi orang yang paling patut disalahkan adalah Megawati! Ia membiarkan Soeharto melenggang tanpa pernah diadili. Hanya karena berhutang budi, Soeharto juga tak pernah memenjarakan Soekarno. Hal yang juga terulang saat Jokowi tak pernah berani mengusut SBY yang dosa kolektif dan ketidak jujuran pribadinya juga sangat besar.

Dan mungkin juga kelak pengganti Jokowi, karena kebohongannya tak pernah benar-benar melaksanakan Program Revolusi Mental. Terus begitu hanya atas nama (mantan) Presiden Indonesia tak pernah boleh menyentuh penjara. Huh!

Tak heran, bila seorang "gadis disco" seperti Titik bisa tiba-tiba saja gambarnya muncul di desa-desa dengan gambar arit di tangan kanannya dan segombyok padi di tangan kirinya. Ia bercitra sebagai apa yang diwariskan oleh bapaknya sebagai "Konco Tani". Kapan ibu nanam padinya, kok tiba-tiba ikut panennya? Tidak perlu penjelasan juga!

Satu-satunya kebenaran ia adalah tipikal sosialita produk carut marut ibukota hari ini: tak pernah mikir tandur, tapi (inginnya) panen terus!

Dugem saja yuk mbak. Jangan lupa ngajak Pak Tani dan Mbok Tani ya...

***