Khianat

Partai Nasdem, dalam hal ini Surya Paloh, memang tidak atau kurang memiliki etika dalam berpolitik. Ini bukan yang kali pertama dilakukan oleh Surya Paloh.

Minggu, 3 September 2023 | 06:45 WIB
0
326
Khianat
Surya Paloh dan AHY (Foto: medcom.id)

Partai Demokrat meradang ditinggal oleh Anies Baswedan, calon Presiden yang diusung Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Nasdem yang tadinya merangkul Partai Demokrat dengan menjanjikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon Wapres, tiba-tiba berbelok dan memeluk Partai Kesatuan Bangsa (PKB) dengan menjadikan Muhaimin Iskandar sebagai calon Wapres.

Deklarasi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dilaksanakan Sabtu, 2 September 2023, sore di Hotel Majapahit di Surabaya.

Wajar jika Partai Demokrat marah karena secara sepihak ditinggalkan oleh Nasdem. Marah boleh, tetapi jangan sampai rasa marah itu berkelanjutan. Oleh karena itulah realitas di dunia politik. 

Di dalam dunia politik tidak ada yang namanya kawan yang abadi, dan juga tidak ada lawan yang abadi, yang abadi hanyalah kepentingan. Kalau kepentingannya tidak sama, maka yang tadinya kawan, dapat menjadi lawan. Demikian juga, kalau kepentingannya sama yang tadinya lawan, dapat menjadi kawan.

Kata-kata telah berkhianat yang ditujukan kepada Partai Nasdem mungkin terlalu keras. Kata yang lebih tepat adalah Partai Nasdem tidak memiliki etika dalam berpolitik.

Otto von Bismark, Kanselir Kerajaan Jerman, yang hidup dari tahun 1815 hingga 1898, mengatakan, politics is the art of the possible. Apa pun dapat terjadi di dunia politik. Sebab itu, di dunia politik yang ada hanyalah pragmatisme dan bukan idealisme.

Ibaratnya, di dunia politik, masing-masing pihak telah melemparkan kartu secara terbuka di atas meja, dan yang mempunyai kartu dengan nilai tertinggi layak diambil sebagai kawan untuk bersama-sama meraih kemenangan. Demikian pula dengan Partai Nasdem. Hitung-hitungan di atas kertas dianggap Anies Baswedan lebih baik berpasangan dengan Muhaimin Iskandar, ketimbang dengan AHY.

Namun, soal apakah nanti kenyataannya seperti itu? Itu yang masih harus ditunggu. Setiap mata uang mempunyai dua sisi. Memasangkan Anies dengan Muhaimin bisa membawa hasil positif, tetapi bukan tidak mungkin kenyataannya bertolak belakang dengan apa yang diharapkan.

Bahwa, Partai Demokrat tidak diajak bicara oleh Partai Nasdem, itu hanya menunjukkan bahwa Partai Nasdem, dalam hal ini Surya Paloh, memang tidak atau kurang memiliki etika dalam berpolitik. Ini bukan yang kali pertama dilakukan oleh Surya Paloh.

Sebelumnya, Surya Paloh sudah pernah melakukan itu, Yakni, ketika Surya Paloh sebagai Ketua Partai Nasdem yang tergabung dalam koalisi pemerintah, secara sepihak membentuk koalisi baru (Koalisi Perubahan untuk Persatuan) dengan partai oposisi, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Dan, ketika kemudian tidak diundang lagi dalam rapat koalisi pemerintah, karena dianggap ia sudah membentuk koalisi dengan opisisi, Surya Paloh heran dan kecewa. Aneh…

Itu pula, mungkin, alasan bahwa Surya Paloh masih berharap Partai Demokrat mau tetap bergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan setelah ditelikung. Oleh karena ia tidak merasa apa yang dilakukannya sebagai sesuatu yang salah, atau melanggar kepantasan.

Akan tetapi, dengan ditinggalkannya AHY, mestinya, Partai Demokrat sudah tahu bahwa kemungkinan itu bisa terjadi. Mengingat, baik Partai Demokrat maupun Partai Nasdem sudah saling melemparkan kartu secara terbuka di atas meja sehingga secara teoretis potensi dari masing-masing partai untuk bekerja sama dan meraih kemenangan, di atas kertas sudah diketahui kemungkinan-kemungkinannya.

Sebab itu, seperti yang telah ditulis di atas, marah boleh-boleh saja, tetapi jangan sampai marah yang berkepanjangan. Oleh karena bisa runyam sendiri. Sekarang adalah waktu yang tepat bagi Partai Demokrat untuk segera mencari strategi baru, apalagi jika ingin memelihara asa AHY sebagai calon Wapres.

***