Segoblog Itukah Moeldoko?

Moeldoko tentu sangat bisa paham bagaimana rezim los tang yang penuh kebohongan. Bagaimana karakter asli dari orang yang dulu mengangkatnya jadi panglima.

Senin, 8 Maret 2021 | 22:37 WIB
1
519
Segoblog Itukah Moeldoko?
SBY dan Moeldoko (Foto: Istimewa)

Tentu pertanyaan ini, juga bisa berarti sejenius apakah dia. Atau kalau lebih netral, seberapa besar pengorbanannya untuk mau jadi "sampah politik" atau katakanlah "martir politik" untuk menghabisi SBY, Demokrat, dan dinastinya.

Kenapa harus disebut satu persatu? Bukankah itu "satu kesatuan yang utuh". Bisa ya, bisa tidak. Ya karena ternyata wataknya sama saja. Tidak, nyatanya akhirnya juga bisa dipecah belah atau minimal memecah belah sendiri.

Kalau kalkulasinya, hanya memperhitungkan remah-remah atau halusinasi politik kekuasaan masa lalu. Atau katakanlah, ngopeni partai yang sudah "jatuh harga" jelas Moeldoko goblog saja, pakai banget.

Demokrat, walau di mata para politisi atau pengamat masih punya harga. Sekedar harga yang akan selalu dianggap bagian dari demokrasi. Sesunggungguhnya ia tak lebih pepesan kosong. Terlihat dari luar bungkusan daun yang gemuk, ternyata isinya zonk. Kosong seperti Si Fadli suka main banyak kaki itu.

Watak tak termaafkan dari figur satu ini dan anak beranak itu, di luar ia adalah kelompok pembohong, juga adu domba dan pemain playing victim yang tak ada habisnya. Bagian terjelek dari dirinya adalah ia akan selalu menyeeret kita pada peri-kehidupan yang akan semakin jauh dari makna beradab.

Jadi begini awalnya...

Pertanyaannya harus dimulai dari kenapa Nurdin Abdullah (NA) ditangkap KPK? Sedemikian besarnyakah dosanya? Seberapa banyak uang yang telah dikorupnya. Tak terlalu besar ternyata

Beberapa hari setelah ditetapkan sebagai tersangka, diketahui bahwa penangkapannya sangat janggal. Tengah malam, ketika ia tidur dibangunkan oleh sebuah Tim Buru Sergap KPK untuk diajak ke kantornya. Konon sebagai saksi karena ada anak buahnya yang "terindikasi". Sesampai di kantornya, di ruang kerjanya.

Diketemukan uang 2 M dalam bungkus tas kresek yang dianggap merupakan "uang terimakasih" dari sebuah proyek. Keesokan harinya ia ditangkap, lalu dibawa ke Jakarta.

Pertanyaan dasarnya: siapa pemesannya? Gampang saja jawabnya. Siapa pun yang berkepentingan mendiskreditkan PDI-Perjuangan. Sulit untuk mengabaikan bahwa KPK adalah alat politik yang bisa digerakkan siapa saja yang membutuhkan.

Di sini sebenarnya KPK belum lagi beranjak kemana-mana. Saya termasuk orang yang sama sekali tidak percaya efektifitas kerja KPK selama figur rombeng satu ini masih hidup.

Sependek yang saya tahu, SBY adalah salah satu figur yang paling bisa dan sangat hobby memain-mainkan KPK. Ia adalah orang yang bahkan bisa membuat Ketua KPK seolah adalah pembunuh dan mengeliminasinya.

Sayang Antasari Azhar tak mau buka-bukaan. Entah kenapa? Bahwa Ketua dan komisionernya berganti rupa. Realitasnya selama operatornya masih sama saja. Perkembangan kasus korupsi masih akan sama saja: tebang pilih dan justru lebih sebagai alat politik.

Juga bukti bahwa KPK "berpihak" padanya (baca: SBY dan anak-istrinya) juga sudah terlalu kentara. Dalam nyaris semua kasus besar, apapun itu. Sangat jelas ada jejak aliran dana kepada mereka, bahkan Nazaruddin sebagai "benggolnya" dengan sangat jelas di muka publik menyebut Ibas menerima duit dari Hambalang.

Atau perlindungan absurd kepada Gamawan Fauzi, stake holder kasus e-KTP, atau bagaimana kasus Century cuma berkisar pada remahan rengginan. Tak pernah sampai pada pucuknya.

Dan sudah menjadi rahasia umum SBY dan kroninya adalah kelompok yang patut diduga kuat selalu mengganggu pemerintahan Jokowi dengan berbagai demonya?

Saya cukup banyak memiliki data bahwa apa yang terjadi di dalam kisruh partai demokrat pada mulanya adalah "by design". Adanya sebuah operasi rahasia yang memang sudah dipersiapkan sangat rapih untuk playing victims. Yang sasaran utamanya tentu saja Jokowi dan PDI-P wabil khusus Megawati. Dengan sasaran antaranya adalah Moeldoko yang dijadikan sasaran tembak?

Moeldoko mulanya hanya salah satu orang yang didatangi oleh para "kader yang kecewa". Yang sesungguhnya juga mendatangi siapa saja yang ada di lingkaran dalam Istana. Sebut saja yang lainnya Luhut B. Panjaitan. Tapi kenapa hanya Moeldoko yang bereaksi?

Ketika ia terus disebut sebagai orang yang begini begitu. Mula-mula ia diam, lalu hanya bilang akan melakukan sesuatu. Dan seterusnya dan seterusnya, hingga tiba-tiba saja mau saja jadi Ketua Partai Demokrat hasil KLB yang tak kalah anehnya....

Segoblog itukah Moeldoko masuk perangkap SBY dan Demokratnya? Pertanyaan mendasar kok ya mau-maunya menyediakan diri menantang SBY secara head to head, dalam skala politik yang sangat rendah.

Dalam banyak tulisan yang saya baca, ia tiba-tiba jatuh harga sebagaimana Gatot Nurmantyo yang jelas tak lagi punya masa depan politik. Karena sikap ketergesaannya, hingga harus bermain kotor terlalu dini. Mosok iya, ia tak belajar dari yuniornya itu? Sedemikian rendahnya cara para jendral berpolitik...

Dalam hal ini, terlihat sekali bahwa sasaran tembak sebenarnya adalah Jokowi. Akan menjadi sangat penting melihat bagaimana reaksi Jokowi. Apapun reaksi Jokowi akan bernilai negatif.

Jika ia membela Moeldoko, akan dianggap ia merestui apa yang dilakukannya. Sebaliknya jika ia memecat Moeldoko, akan dianggap tak tahu terimakasih. Buah simalakama yang memang jadi tujuan dari operasi yang sangat banal ini. Politik becah belah yang memang menjadi tujuan utama dari operasi politik ini.

Begitulah seharusnya membaca kasus ini.

Namun barangkali memang masalahnya tak sesederhana itu. Dalam salah satu statement-nya: Moeldoko berjanji akan mengambil sikap yang dianggapnya perlu. Mungkin, bukan tanpa pertimbangan ketika ia menerima tantangan SBY dan anak-anaknya.

Dari sisi ini, posistif maupun negatif dari keputusannya tentu sudah ditimbang dengan sangat matang. Karena, tentu sebagai Kepala Staf Presiden (KSP), ia tentu memiliki akses informasi yang sangat cukup. Bahkan lebih dari cukup.

Ia tentu sangat tahu, bahwa inilah saat yang paling tepat untuk menyambut "tantangan aneh" ini. Ia tentu tahu bagaimana cara kerja rivalnya itu. Bagaimana ia cukup masif melakukan kerusakan pada tata kelola negara ini. Kepada KPK, kepada MK, kepada kehidupan bertoleransi, pada keutuhan partai-partai lain.

Ia juga tentu sangat tahu bagaimana dulu, SBY mengadu domba Gus Dur dan Cak Imin di PKB atau Aburizal dan Agung Laksono di Golkar. Ia tentu sangat tahu, bagaimana kerusakan yang ditinggalkan selama 10 tahun SBY berkuasa.

Bahkan virus ini masih juga sangat destruktif, kala ia tak lagi di lingkar kekuasaan. Moeldoko tentu sangat bisa paham bagaimana rezim los tang yang penuh kebohongan. Bagaimana karakter asli dari orang yang dulu mengangkatnya jadi panglima.

Bagi saya sebagai orang Jawa, titik terendah seorang manusia itu terjadi. Ketika ia secara terbuka menuding orang yang ditolongnya dulu sebagai "kacang yang lupa kulit". Ia lupa bahwa dengan menyebutkan falsafah itu, ia benar sekedar jadi kulit. Dan tak kuasa menghadapi sebuah kacang....

Saran saya kepada publik, nikmati saja drama ini. Inilah drama yang paling bullshit dan subtil. Sekali lagi saya tak menduga bahwa Moeldoko mau menerima tantangan ini.

Menarik untuk ditunggu apa yang terjadi selanjutnya? Karena kalau ia betul-betul bisa melibas SBY sampai ke akar-akarnya. Maksud akar gak usah jauh-jauh, AHY dan antek-anteknya. Tentu ia akan dikenang sebagai martir politik yang luar biasa. Ia mungkin akan kehilangan kesempatan menjalani karir politik yang lebih tinggi. Karena hanya menjadi Ketua Partai lungsuran yang sangat bau....

Walau demikian akan pantas dicatat bahwa mungkin dari sana kita bisa berharap bahwa KPK akan jauh lebih mandiri dan berintegritas, kehidupan kepartian yang lebih sehat, toleransi yang lebih baik. Pemerintah juga bisa lebih fokus pada program kerjanya.

Kalau itu terjadi, tentu Moeldoko tidak segoblog itu.

***
.
.NB: Ilustrasi foto di atas, sebenarnya adalah gambaran realitas politik sesungguhnya. Berhatii-hatilah mencium tangan seseorang, bila tak ingin kemudian dianggap "kacang lupa pada kulitnya". Padahal hanya kacang yang bodoh yang mau selamanya bersatu dengan kulitnya.