Kongres HMI yang Berkelamaan

Kesemuanya tetap dengan menggunakan perangkat teknologi informasi dipadu dengan lokasi kegiatan secara hybrid.

Selasa, 23 Maret 2021 | 11:21 WIB
0
255
Kongres HMI yang Berkelamaan
HMI (Koleksi Kalaliterasi)

Di satu masa dulu, 2012 Kongres HMI perlu berpindah tempat. Tak kurang dari empat tempat yang akhirnya setelah sebulan berpindah dan diwarnai dengan “pertengkaran” selesai jugalah Kongres XXVIII Jakarta 2012.

Setelah itu, Kongres XXIX Pekanbaru 2015. Tanpa perlu berpindah tempat. Namun setelah sedikit “dinamika” semua kursi yang ada di sportorium yang merupakan venue PON disingkirkan. Diantara pleno itulah wujud kongres sambil lesehan, dan selesai dalam kurun waktu dua pekan.

15 hari diperlukan untuk menyatukan persepsi dan sampai pada regenerasi kepengurusan.

Kongres XXX Ambon 2018, memangkas dua pekan menjadi satu pekan tambah satu hari.

Sekarang ini, sejak 17 Maret 2021 sudah dibuka. Minggu, 21 Maret 2021 Pleno I baru dimulai. Sementara sehari setelahnya surat dari pengelola lokasi kongres sudah memberikan penyampaian bahwa tempat sudah tidak bisa digunakan setelah 22 Maret 2021.

Dari empat kongres terakhir, setidaknya diperlukan delapan hari untuk sebuah kongres.

Adapun Kongres Surabaya, sudah memasuki hari ketujuh namun belum nampak jadwal berakhirnya kongres.

Mas Airlangga yang hadir di perhelatan kongres menyatakan keprihatinan atas merosotnya ghirah intelektual dalam suasana kongres.

Masih juga relevan menengok sejenak apa yang disampaikan Gus Dur semasa kongres Surabaya 1995. Dimana Gus Dur melihat bahwa HMI tidak lagi memainkan fungsinya sebagai katalisator umat.

Belum lagi, melembaganya romli (rombongan liar) padahal ini bisa dinamanakan dengan penggembira. Kedatangan mereka jutsru memeriahkan acara kongres. Hanyasaja kalau keberangkatan itu merusak fasilitas umum, dan tidak bersama menjaganya, merupakan tindakan yang tak dapat dimengerti.

Kita bisa menyaksikan betapa penggembira dari waktu ke waktu juga mendapatkan tempat. Semasa Kongres XXVI Palembang 2008, panitia pengarah mendesain adanya acara dampingan kongres.

Sehingga peserta penggembira tetap bergembira walau bukan di acara utama kongres. Ada panggung gembira di malam hari, begitu acara keilmuan yang mengiringi pelaksanaan kongres.

Salah satunya adalah International Seminar on Islamic Education yang menghadirkan Prof. Dr. Maimun Aqsha Lubis (Universiti Kebangsaan Malaysia) sebagai salah satu pembicara kunci.

Bolehjadi, sekarang ini suasana pagebluk yang menjadi konteks. Namun, di awal pembukaan saya turut menyaksikan betapa kesiapan panitia nasional kongres (panasko) sangat rapi.

Dimana pembukaan kongres dengan turut bergabungnya Presiden RI dari istana negara. Sementara peserta berada di lokasi-lokasi Kota Surabaya.

Kehadiran Presiden RI, Gubernur Jawa Timur, dari tempat yang berbeda, dan kongres disatukan dalam aplikasi meeting zoom menjadi tanda kesiapan.

Hanya saja, kegembiraan itu kemudian hilang, lenyap sama sekali. Sampai pada lima hari setelahnya, justru aktivitas kongres tidak wujud sama sekali.

Sementara itu, ada potensi untuk menggabungkan seluruh komponen organisasi yang tersebar di seentaro Indonesia, dan juga cabang di Kuala Lumpur. Badko yang diundang sebagai peserta peninjau dapat saja bergabung melalui zoom. Sehingga perangkat kongres dapat berjalan sebagaimana desain panitia pengarah dan juga secara operasional dijalankan panitia pelaksana.

Ini kondisi dapat dimaknai betapa wabah tidak mampu memberikan daya dukung untuk perubahan tata kelola organisasi.

Kepentingan “kandidat” menyandera para peserta. Mereka jusru berkumpul di camp yang disiapkan kandidat. Bukannya berada di ruang pelaksanaan kongres.

Memasuki hari Selasa, 23 Maret 2021. Baik Panitia Nasional Kongres maupun panitia lokal akan “galau”. Kongres belum berakhir sementara tempat dan juga dukungan logistik untuk makan dan minum tidak tersedia lagi.

Kita bisa saksikan perhelatan seperti Muktamar PPP, maupun Hari Ulang Tahun PDIP, atau Muktamar PKB, juga Muktamar PKS.

Kesemuanya tetap dengan menggunakan perangkat teknologi informasi dipadu dengan lokasi kegiatan secara hybrid.

Ini bisa menjadi referensi sehingga kongres tidak terhenti begitu saja. Dengan selesainya kongres, bukan saja HMI tetapi umat dan bangsa secara keseluruhan yang akan menyambut kepemimpinan yang baru disertai dengan mandat narasi yang juga sesuai dengan konteks kekinian.

***