Petinggi partai tidak perlu "gede ambek", jangan karena jatah kursi di Kabinet tidak sesuai keinginan, lantas menarik dukungan atas dasar kekecewaan.
Mengatur jarak secara pisik (Physical Distancing) begitu popular akhir-akhir ini, sejak mewabahnya penyebaran covid-19. Sebelumnya lebih disebut dengan mengatur jarak sosial (social distancing), ternyata yang pas dengan kebutuhan saat ini adalah physical distancing.
Disaat-saat Presiden Jokowi sedang berjibaku menghadapi wabah virus corona, masyarakat tidak melihat keterlibatan partai koalisi pemerintah dalam hal peran sertanya, dalam membantu pemerintah, terakhir setelah banyak pertanyaan dari masyarakat, barulah Surya Paloh dari partai Nasdem muncul, dengan memberikan fasiltas hotelnya untuk dijadikan rumah sakit, untuk menampun korban covid-19.
Sementara PDI Perjuangan, sebagai partai pengusung Jokowi seperti ditelan bumi, tidak terlihat peran sertanya dalam membantu pemerintah. Penulis menduga, adanya physical distancing antara antara partai koalisi pemerintah dengan Presiden Jokowi. Hal ini sudah terjadi jauh sebelum virus corona mewabah.
Di saat-saat genting seperti sekarang ini, Jokowi bertarung sendiri menghadapi wabah virus corona, partai koalisi pemerintah tidak hadir seperti saat menjelang Pilpres 2019. Bisa saja dugaan penulis salah, tapi realitas dilapangan terlihat sangat nyata.
Jokowi diserang kanan-kiri secara bertubi-tubi, dan itu bukan cuma oleh para opisisi, tapi juga oleh kader partai koalisi pemerintah. Lihat saja kader partai Gerindra, yang secara serentak menyerang Jokowi (saya gak tahu, apakah Gerindra partai koalisi pemerintah), terkait soal penganan penyebaran virus corona.
Bahkan kader PDI Perjuangan, yang sebelumnya selalu membentengi Jokowi, dari serangan oposisi, sekarang malah mendonder Jokowi agar bertindak lebih cepat dan tepat dalam penanganan dan pencegahan covid-19.
Seorang Adian Napitupulu, yang biasanya berada di garda terdepan, dalam membentengi pemerintah, malah berbalik menyerang Jokowi dan pemerintahannya agar segera melakukan tindakan yang efektif, agar korban virus corona tidak semakin bertambah banyak.
Idealnya, partai koalisi pemerintah kalau ingin memberikan masukan pada pemerintah, bukanlah mengekposnya dimedia dan dihadapan publik, ada tata cara dan mekanisme yang bisa dilakukan, yang lebih elegant dalam menyampaikan pendapat.
Melihat indikator diatas, maka penulis berasumsi bahwa, antara antara Presiden Jokowi dan partai koalisi pendukungnya, sedang terjadi physical distancing, sehingga terkesan adanya ketidak-harmonisan antara partai koalisi dengan Presiden Jokowi.
Mudah-mudahan saja dugaan penulis salah. Tapi dalam kondisi yang sangat darurat seperti saat ini, seharusnya partai koalisi tidak berada diseberang pemerintah, justeru harus berada dalam lingkaran pemerintah, ikut membantu pemerintah dalam menangani penyebaran covid-19.
Banyak cara partai koalisi untuk membantu pemerintah, Membuat jarak secara pisik dengan pemerintah, bukanlah cara yang tepat untuk kondisi sekarang ini. Dimana saat ini seluruh rakyat Indonesia, dibutuhkan saling bahu membahu dalam membantu pemerintah.
Masyarakat tidak melihat adanya partai PKB, PPP, PDIP, PSI, Golkar dan partai-partai lain yang tergabung dalam pemerintah, ikut sibuk membantu pemerintah dalam penanganan dan pencegahan covid-19. Dimanakah partai-partai itu berada?
Padahal masing-masing partai ada yang menempatkan kadernya didalam Kabinet Jokowi-Ma'ruf, lantas apa yang menyebabkan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, seperti tidak mendapat dukungan secara punuh dari partai koalisi pemerintah.
Disaat Jokowi sangat membutuhkan dukungan, dalam memberantas penyebaran virus corona, para petinggi partai koalisi, malah tidak kelihatan batang hidungnya disamping Jokowi, sehingga terkesan berjalan sendiri tanpa koalisi.
Baca Juga: Keperkasaan PDIP Sedang Diuji
Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf barulah seumur jagung, tapi soliditas partai koalisi dalam mendukung pemerintah, terkesan setengah-setengah. Kemesraan partai pendukung pemerintah janganlah cepat berlalu, perjalanan masih panjang, itu kalau pemerintahan sekarang ini tetap ingin dipertahankan.
Petinggi partai tidak perlu "gede ambek", jangan karena jatah kursi di Kabinet tidak sesuai keinginan, lantas menarik dukungan atas dasar kekecewaan. Masyarakat yang melihat perilaku naif petinggi partai, sangatlah tidak nyaman, disaat negara membutuhkan kebersamaan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews