Wamena, Ridwan Kamil dan Mulut Kita

Pun media sosial juga bukan sumber informasi yang jaminan valid. Teliti sebelum dimamah, saring sebelum disharing. Jika jauh dari TKP lebih baik diam, panjatkan saja doa.

Minggu, 6 Oktober 2019 | 19:41 WIB
0
360
Wamena, Ridwan Kamil dan Mulut Kita
Ridwan Kamil (Foto: Detik.com)

Saya gak merasa perlu menulis caption tentang Papua dan Wamena khususnya, yang saya tidak tahu apa-apa.

Banyak komentar dari netizen, jika Wamena aman-aman saja, seperti pernyataan Presiden Jokowi, mengapa penduduk pendatang mesti eksodus kembali ke kampung halaman masing-masing?

Berarti Presiden Jokowi bohong (lagi)? Waini...

Begini ya gess.. Ruang lingkup tugas Presiden atau Pemerintah Pusat adalah kepentingan nasional. Bukan daerah per daerah. Adalah ruang lingkup tugas Kepala Daerah jika per daerah.

Jadi sudah tugas Presiden memberikan pernyataan-pernyataan di depan publik yang menyejukkan, menenangkan, mendamaikan, karena pernyataan seorang Presiden bukan hanya di dengar di dalam negeri, tapi juga seantero dunia.

Para pembuat kebijakan di berbagai sektor, entah dalam dan luar negeri bisa sangat bergantung pada pernyataan seorang Presiden.

Bayangkan jika Presiden membuat pernyataan misalnya: Papua situasi "Darurat (Militer)", kondisi kacau beliau, mencekam, tidak kondusif, ancaman pembunuhan bagi warga pendatang di mana-mana," dst..

Ha yaaa panik seluruh penduduk negeri. Bukan hanya yang berada di Wamena. Penduduk di Biak, Sentani, dlsb ikut panik. Yang eksodus mungkin bukan hanya warga pendatang di Wamena, tapi seluruh Pulau Papua.

Para pelaku bisnis yang berhubungan dengan Papua panik, mungkin menghentikan aktivitas perdagangannya. Lalu distribusi logistik di Papua menjadi terganggu dan mengancam kebutuhan keseluruhan warga Papua.

Warga Papua yang tinggal di luar Papua menjadi sasaran kebencian, meski mereka tidak bersalah dan tidak ngapa-ngapain. Mereka jadi korban persekusi. Korban dan konflik antar etnis pun menjadi melebar ke seluruh wilayah Indonesia. Yang semula hanya konflik politik menjadi konflik SARA.

Para investor di bursa saham dan sektor riil panik. Semua menarik dananya keluar negeri. Ekonomi Indonesia terganggu dan berimbas ke mana-mana. Termasuk ke klean-klean yang sekarang menyebut Presiden tukang bohong!

Apa itu situasi yang kita inginkan, gess?

Jadi, jika tidak paham situasi apa-apa, tidak paham apa-apa mengenai "pengelolaan negara", hambok diam saja. Diam.

Jangan membuat komentar-komentar bernada negatif, buruk sangka, terhadap hal-hal yang tidak dikuasai.

Memberi kritik itu boleh, asal membangun. Dan mampu memberi kritik artinya sudah memahami persoalan, dan paham ada yang perlu diperbaiki.

Kalau hanya mecotot namanya bukan kritik. Tapi mencela, ujaran kebencian. Dan itu sama sekali tidak membawa faedah atas apa yang sedang terjadi di Wamena sekarang.

Adalah manusia zolim, jika sudah paham tidak berfaedah, bahkan berpotensi memperburuk, tapi ujaran kebencian itu tetap dilakukan.

Manusia zolim kah klean-klean?

So, tugas Presiden adalah mengamankan kepentingan nasional. Memastikan apa yang sedang terjadi di Papua, tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi untuk semua sektor, untuk seluruh WNI di manapun berada... bukan hanya untuk perut klean semata para penyinyir...

Sementara untuk mengatasi kondisi riil di lapangan, adalah menjadi tugas para bawahan Presiden, ada para Kepala Daerah, Kapolri, Kapolda, Panglima TNI, Pangdam, Menteri, dst..

Seperti yang dilakukan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat ini, dalam rangka membantu mengamankan dan memastikan keselamatan warga Jawa Barat yang diayominya.

Dan tidak perlu juga segala hal yang dikerjakan pemerintah harus dikabarkan kepada publik.

Jika tidak dikabarkan di media sehingga klean tidak tahu, bukan berarti pemerintah diam dan tidak melakukan apa-apa. Jika ingin tahu, cari sendiri informasinya, karena media bukan sumber referensi jobdes pemerintah.

Pun media sosial juga bukan sumber informasi yang jaminan valid. Teliti sebelum dimamah, saring sebelum disharing.

Tugas masyarakat yang jauh dari TKP sebetulnya mudah. Tidak perlu ngapa-ngapain. Cukup diam. Cukup mengamati sambil mengambil hikmah. Tidak semua hal perlu disikapi dengan reaktif.

Cukup memanjatkan doa bagi keselamatan warga terdampak dan negeri ini. Jika doanya dikabulkan jelas faedahnya.

Kalau kita tidak mampu berbuat apa-apa yang bermanfaat, minimal tidak menyumbang kerusakan. Salah satunya mengujar kebencian, menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya dan membuat provokasi.

Ituh.

***