Mengapa Demontrasi Sering Berubah Anarki?

Jangan menganggap remeh massa yang sekedar penyebar semangat atau ikut-ikutan ini. Mereka bisa berubah menjadi destruktif atau bisa merusak kalau ada yang memprovokasi.

Kamis, 26 September 2019 | 18:35 WIB
0
346
Mengapa Demontrasi Sering Berubah Anarki?
Demo mahasiswa dan bakar ban (Foto: Kiblat.net)

Mengapa demontrasi yang melibatkan massa ribuan atau puluhan ribu sering berubah menjadi anarki atau berubah menjadi aksi bakar-bakar atau kerusuhan? 

Di negara kita sering kali demontrasi berubah menjadi kerusuhan dan merusak fasilitas umum. Apalagi kalau tuntutannya tidak dipenuhi atau dikabulkan. Demontrasi yang melibatkan massa ribuan memang rentan atau rawan akan menimbulkan terjadinya kerusuhan .Karena pada dasarnya dalam gerakan demontrasi yang paham atau mengerti akan tuntutan hanya satu atau dua orang. Yang lainnya hanya sekedar penyebar semangat dan sebagi bentuk solidaritas saja atau ikut-ikutan.

Namun begitu, jangan menganggap remeh massa yang sekedar penyebar semangat atau ikut-ikutan ini. Mereka bisa berubah menjadi destruktif atau bisa merusak kalau ada yang memprovokasi.

Dalam psikologis massa, 1 orang penakut ditambah 20 orang penakut akan menjadi 21 orang yang berani dan bisa nekat. Orang-orang yang awalnya sehat  dan rasional, tapi ketika dalam kerumun atau lautan manusia bisa merubah tidak rasional dan menjadi emosional.

Makanya ada yang bilang, demontrasi itu kumpulan-kumpulan energi orang yang lagi emosi. Dan kumpulan-kumpulan orang emosi itu bisa berubah menjadi energi atau tenaga yang mempunyai daya rusak yang luar bisa.

Mereka bisa  melumat benda-benda keras dalam sekejab dan melemparkan benda menjadi berterbangan. Dan kalau sudah tercerai-berai dari kerumun massa dan menjadi kelompok kecil, mereka akan menjadi manusia normal kembali atau emosinya akan mereda. Mereka akan sadar dan menyadari perbuatannya yang merusak adalah salah.

Makanya tidak heran kalau dalam demontrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di depan gedung DPR berubah menjadi anarki atau kerusuhan dengan merusak fasilitas umum. Biasanya ini berawal dari aksi dorong mendorong antara mahasiswa dengan aparat. Lalu diikuti aksi lempar benda-benda keras ke arah aparat.

Biasanya, mahasiswa punya ritual sendiri sebelum aksi lempar-lempar dimulai, yaitu membakar ban terlebih dahulu. Dan asap hitam mulai mengepul dan membumbung tinggi. Kemudian akan disusul dengan nyanyian atau teriakan dengan yel-yel tertentu.

Kalau mahasiswa agresif dan aparat represif, maka tinggal menunggu waktu saja, kerusuhan akan terjadi. Apalagi kalau demontrasi sampai malam hari.

Biasanya mahasiswa tidak mau dipersalahkan kalau terjadi kerusuhan dan aksi bakar-bakar fasilitas umum. Mereka juga akan berdalih, bahwa yang melakukan bukan mahasiswa dan itu hanya oknum atau dari massa lain. Bukan hanya aparat atau pemerintah saja yang pandai mencari kambing hitam. Mahasiswa pun juga pandai mencari kambing hitam atau pembelaan.

Jangan sampai mahasiswa suka mengkritik tapi ketika dikritik tidak terima dan marah. Sering kali setiap demo mahasiswa dan menimbulkan kerusakan falitas umum dianggap hal biasa dan ditoleransi-malah kadang dibenarkan dengan alasan bukan sebagai penyebab tapi sebagai bentuk respon atau tanggapan.

Seperti demo di DRPD Sumbar, mahasiswa masuk ke dalam ruangan anggota dewan dan melakukan perusakan, baik kursi dan meja berantakan. Bukan itu saja, laptop, duit 1,5 juta, pasport anggota dewan juga raib diambil. Di satu sisi demo menolak UU revisi KPK, tapi ketika melihat duit juga tidak tahan iman.

Dulu ada istilah "sembako" atau semangat bakar toko. Maka sekarang ada "semarban" atau semangat bakar ban.

***