Kode Keras PKS Haramkan Tagar "Ganti Presiden"

Minggu, 5 Mei 2019 | 22:58 WIB
0
858
Kode Keras PKS Haramkan Tagar "Ganti Presiden"
Foto: Detik.com

Dari segitu menggebunya PKS mengangkat tagar #2019GantiPresiden, tiba-tiba melemah dan akhirnya mengharamkan tagar tersebut. Mardani Ali Sera menganggap tagar "Ganti Presiden" sudah tutup buku.

Kode keras yang diberikan Mardani tersebut sebagai sebuah sinyal kekalahan, bukanlah cuma menandakan masa Kampanye sudah selesai. Ada pesimisme juga sekaligus harapan baru sepertinya.

Saya tidak tahu seperti apa kontrak politik PKS dengan Gerindra, apakah masih berupa koalisi permanen, atau kontrak politiknya hanya sebatas masa Pilpres saja. Kalau PAN dan Demokrat kontrak politiknya hanya untuk selama Pilpres, kalau Jokowi menang, maka mereka bebas menentukan arah politik Partai selanjutnya.

Saya pernah memprediksi kalau Prabowo dan Gerindra pada akhirnya akan ditinggal sendiri, itu kalau Prabowo-Sandi ternyata kalah. Karena gejala kearah sana sudah mulai terlihat, satu Persatu Partai yang tergabung dalam Koalisi Adil Makmur, mulai berhitung langkah baru.

Dalam politik hal seperti itu adalah biasa, karena memang tidak ada pertemanan dan permusuhan yang abadi dalam politik, yang ada adalah kepentingan yang abadi.

Memang mereka yang tergabung dalam Koalisi Adil Makmur tidak akan meninggalkan koalisi sekarang, mereka tetap akan fight sampai akhir perhitungan suara, dan sampai diketahui siapa yang memenangi Pilpres.

Kalau Prabowo-Sandi yang memenangi Pilpres 2019, pastinya mereka akan tetap berada dalam Koalisi Adil Makmur, tapi jika pasangan Jokowi-Ma'ruf yang memenangi Pilpres, maka mereka pun akan keluar dari koalisi.

Bisa saja demikian, karena komitmen awalnya bergabung dalam koalisi memang seperti itu. Kalau pada Pilpres 2014, PKS berkoalisi secara permanen dengan Gerindra, sehingga ketika satu persatu Partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, pindah gerbong ke Koalisi Indonesia Hebat, karena Prabowo-Hatta kalah.

Untuk kali ini sepertinya PKS mulai berhitung soal untung ruginya berkoalisi dengan Gerindra, karena banyak janji yang masih menggantung dan belum ada realisasinya. Dijanjikan kursi DKI 2 sampai sekarang belum ada kejelasannya.

Dalam penyusunan Kabinet Sementara Prabowo-Sandi pun tidak terlihat ada kader PKS yang menjadi Prioritas. Secara politik hal seperti itu memang tidak mengenakkan, ada didalam Koalisi namun tidak diperhitungkan peranannya. Yang malah mendapatkan porsi malah Ormas yang tidak terlalu jelas status politiknya.

Berpolitik itu seperti berdagang atau berjudi, berhitung untung rugi juga penuh spekulasi. Ketika hitungan keuntungan tidak didapatkan, berspekulasipun dilakukan. Toh politik bukanlah soal baik dan buruk, tapi soal menang dan kalah, juga soal untung dan rugi.

Kalaupun tidak menang, ya seharusnya juga tidak rugi, minimal impas sesuai dengan apa Yang sudah diperjuangkan. PKS sepertinya berhitung sangat matang dalam berpolitik. Secara posisi dalam koalisi dianggap sudah tidak menguntungkan, meskipun secara elektoral Partai sudah terselamatkan.