Mengapa Wakil Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon Joko Widodo – Ma’ruf Amin, Irfan Wahid selalu membantah tuduhan yang mengaitkan dirinya dengan terbitnya Tabloid Indonesia Barokah yang menghebohkan?
Apalagi, tudingan itu berasal dari Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BKN) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, Andre Rosiade, bahwa Ipang Wahid merupakan dalang di balik Indonesia Barokah yang telah tersebar di berbagai daerah di Pulau Jawa ini.
Rupanya dari jejak digital news barulah diketahui jawabannya, mengapa Ipang Wahid ngotot membantah keterkaitan dirinya dan malah terkesan membela Indonesia Barokah selama ini. Ternyata, jejak digital mencatat adanya dugaan Ipang Wahid terkait kasus korupsi.
KPK pernah memanggil putra KH Salahudin Wahid (Gus Solah) yang bernama lengkap Irfan Asyari Sudirman itu untuk dimintai keterangan terkait penyidikan kasus pembangunan wisma atlet Hambalang, Kabupaten Bogor, yang melibatkan Anas Urbaningrum.
Pemeriksaan Ipang Wahid dilakukan terkait dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan proyek pembangunan wisma atlet tersebut. “Hari ini ada pemeriksaan terhadap Irfan Wahid dari PT Fastcom sebagai saksi untuk tersangka AU,” ujar Johan Budi.
Melansir Detik.com, Senin (29/7/2013), mantan Juru Bicara KPK saat itu menyampaikannya di kantor KPK Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Menurutnya, pemeriksaan kali ini adalah pemeriksaan yang kedua kalinya.
Sebelumnya, pada Kamis (25/7/2013) Ipang Wahid juga diperiksa untuk kasus yang sama. Saat disinggung apakah penyidik lembaga anti korupsi itu akan menyelidiki iklan 'katakan tidak pada korupsi' yang melibatkan sejumlah petinggi Demokrat, Johan membantahnya.
“Soal materi, kita tidak mendalami. Saya hanya membenarkan bahwa Irfan Wahid diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AU,” tegasnya. Sementara, Ipang Wahid hanya memberikan pernyataan singkat saat akan menjalani pemeriksaannya.
Ipang Wahid hanya membenarkan dirinya diperiksa untuk Anas Urbaningrum. “Iya diperiksa untuk mas Anas terkait Hambalang,” ujar Ipang Wahid. Saat ditanya tentang apa saja yang ditanyakan penyidik pada pemeriksaan sebelumnya, ia memilih diam.
Saat wartawan mulai memberondongnya dengan pertanyaan, keponakan almarhum Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) itu langsung memasuki ruang tunggu, ruang steril dari wartawan.
Seperti diketahui, Ipang Wahid merupakan pemimpin perusahaan jasa komunikasi media, Fastcom. Ia juga dikenal sebagai konsultan politik dan pernah menjadi konsultan Anas saat Kongres Partai Demokrat 2010 di Kota Bandung, Jawa Barat.
Sebelumnya, politisi M. Nazaruddin sebelumnya menyebut ada kaitan sosok Ipang Wahid dengan Anas Urbaningrum. Ipang Wahid juga menjadi konsultan Anas Urbaningrum untuk kampanye calon presiden.
Namun kampanye itu batal dilakukan setelah munculnya kasus wisma atlet dan Hambalang.
KPK menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka pada Februari 2013 lalu. Awalnya KPK menduga Anas menerima mobil Harrier dari PT Adhi Karya.
Belakangan, KPK menemukan penerimaan lain, termasuk dugaan mengalirnya uang dari proyek Hambalang untuk pemenangan Anas Urbaningrum saat Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.
Jejak digital news, RMOL.co (Kamis, 25 Juli 2013 , 11:43:00 WIB) juga menulis hal serupa. “Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Priharsa Nugraha.
Saat menjadi konsultan komunikasi Anas Urbaningrum dalam Kongres Demokrat 2010 lalu, Ipang Wahid dinilai kecipratan dana Rp 20 miliar dari Mahfud Suroso, yang merupakan Dirut PT MSON Capital.
Diduga, Mahfud membagikan fee proyek Hambalang Rp 100 miliar yang diperolehnya dari PT Adhi Karya. Atas tindakan korupsi ini, Anas Urbaningrum telah divonis oleh Pengadilan Tipikor di Jakarta karena telah menyalahgunakan wewenangnya.
Perbuatan yang dilakukan Anas Urbaningrum menerima hadiah saat menjadi penyelenggara negara, yang dengan maksud agar melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Tersandera Hambalang
Sayangnya pihak KPK tidak mengusut lebih jauh lagi tentang dugaan “cipratan” dana Rp 20 miliar dari Mahfud Suroso yang diduga diberikan kepada Ipang Wahid itu. Apalagi, terkesan KPK berhenti sampai di Anas Urbaningrum saja mengusutnya.
Sehingga, sampai sekarang pun posisi Ipang Wahid masih terbilang “aman dan nyaman” tak tersentuh hukum sama sekali. Sampai akhirnya Ipang Wahid pun ditetapkan sebagai Wakil Direktur Komunikasi Politik TKN Jokowi – Ma’ruf. Klop kan?
Jabatan di TKN Jokowi – Ma’ruf, seperti halnya Erick Thohir yang sebenarnya juga punya “masalah hukum”, membuat posisi Ipang Wahid tetap aman dan nyaris tak tersentuh hukum sama sekali. Jadi wajar jika ia membela tabloid Indonesia Barokah mati-matian.
Pembelaan atas isi Indonesia Barokah juga datang dari Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), seperti dilansir Swarakyat.com, Selasa (30/1/2019). LBP menilai, tabloid Indonesia Barokah tidak menyebar hoaks.
Menunrutnya, justru memberikan informasi yang benar mengenai hal yang sudah dilakukan Pemerintah. “Kami belum lihat ada yang komplain. Kami tidak melihat ada berita-berita yang tidak bagus atau hoaks," ujar LBP, Selasa (30/1/2019).
Ia juga mengaku belum membaca seluruh isi tabloid yang beredar di masjid-masjid di Jawa Tengah, Jawa Barat, bahkan, ke Banten dan Jawa Timur itu. Tetapi ia tidak mempersoalkan peredaran tabloid itu apabila isinya benar.
Jadi, “Saya tidak tahu detailnya, nanti kita lihat. Kalau itu memberikan pencerahan kepada masyarakat, kenapa tidak? Tetapi saya belum tahu persis mengenai hal itu,” ujar LBP. Yang disampaikan LBP ini justru menarik. Mengapa ia juga perlu bicara?
Bukankah tanggung jawab jabatannya adalah Menko Kemaritiman? Mengapa ia harus masuk di ranah hukum yang seharusnya menjadi urusan Kepolisian atau Menko Polhukam Wiranto? Haruskah soal tabloid IB ini juga menjadi urusan Menko Kemaritiman?
Tak salah jika belakangan ini beredar julukan yang ditujukan kepada LBH sebagai “Menteri Segala Urusan”. Terkait dengan pembelaan atas tabloid IB ini justru membuat masyarakat menduga, “Jangan-jangan di belakang tabloid Indonesia Barokah ini ada LBP”.
Ipang Wahid sendiri sudah membantah terkait dengan tabloid Indonesia Barokah. “Demi Allah, saya tegaskan bahwa saya bukan pembuat Tabloid Indonesia Barokah,” katanya, seperti dilansir Tempo.co, Minggu malam (27/1/2019).
Ipang Wahid juga mengklarifikasi tuduhan Andre Rosiade yang menemukan jejak digitalnya di situs Indonesiabarokah.com. Andre Rosiade melihat website tersebut memiliki konten yang berisi logo serupa Tabloid Indonesia Barokah.
Kepada Tempo, Ipang menjelaskan bahwa dirinya memang pernah mengirimkan video ke website Indonesiabarokah.com. Menurut dia, ada tiga video yang ia kirim ke sana. Yaitu ‘Islam itu Indah’, ‘Deddy Mizwar’, dan ‘Parodi Bohemian.
Ia menyebut video itu dibuat sekitar tiga bulan lalu. Salah satu video yang dikirimkan kepada Tempo berjudul 'Islam itu Indah", berisi pesan untuk umat Islam menjaga persatuan dan perdamaian.
Sepemahaman Ipang Wahid, Indonesiabarokah.com merupakan sebuah platform terbuka yang kontennya berisi tentang dakwah. Siapapun bisa berkontribusi mengirimkan konten-konten kreatif.
“Enggak ada hubungannya website dengan tabloid. Saya tidak tahu siapa yang membuat tabloid karena semua bebas membuat karya konten kreatif, dengan segala bentuknya,” ujar Ipang Wahid.
Ia juga mengaku tidak tahu siapa pengelola website tersebut. Termasuk pengelola akun media sosial Indonesia Barokah, seperti twitter, facebook dan instagram.
Pelaku usaha advertising ini juga mengklarifikasi informasi yang beredar di media sosial bahwa ada 'orangnya' yang bernama Nizar, yang mengelola web Indonesiabarokah.com.
Di media sosial, Nizar disebut-sebut mengganti hosting provider Indonesia Barokah dari supercp.com dengan email terdaftar nizar@ipangwahid.com menjadi digitalocean.com dengan email hostmaster@indonesiabarokah.com.
Ipang Wahid menyebut, Nizar memang salah satu orang yang bekerja di kantornya. “Jadi dia beli hosting sudah lama. Pada waktu kawan-kawan ada yang mau membuat web, mereka memakai hosting itu, karena dipakai juga untuk kerjaan kantor lain. Jadi tidak spesifik dibeli untuk Indonesia Barokah. Jadi, enggak ada urusannya,” ujarnya.
Ipang Wahid sendiri mengaku tidak tahu-menahu saat anak buahnya itu membeli hosting dan membuat web. Nizar bekerja di salah satu digital agency milik Ipang Wahid. “Kalau saya dihubung-hubungkan karena namanya sama, ya saya juga enggak mau dituduh-tuduh. Makanya saya klarifikasi,” ujar dia.
Andre Rosiade tetap berkeyakinan bahwa ada indikasi keterlibatan Ipang Wahid dalam kasus Tabloid Indonesia Barokah. Dia menilai, website Indonesia Barokah pasti ada hubungannya dengan Indonesiabarokah.com.
“Kayak Tempo.co pasti versi cetaknya, Koran Tempo. Kalau web Indonesiabarokah.com pasti tabloid-nya Indonesia Barokah. Sederhananya begitu. Sederhana begitu. Jadi, menurut saya, soal platform terbuka itu hanya alasan saja,” ujar Andre Rosiade kepada Tempo.co.
Selanjutnya, ia meminta kepada Dewan Pers dan pihak kepolisian untuk mengusut tuntas berbagai temuan-temuan yang menjadi kecurigaannya itu, termasuk mengusut jejak digital Ipang Wahid.
Tabloid Indonesia Barokah dilaporkan beredar di pesantren dan pengurus masjid di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Di Jawa Barat, tabloid itu ditemukan di 20 kabupaten dan kota. Peredaran tabloid ini ditangani oleh Bawaslu di provinsi-provinsi tersebut.
Tabloid Indonesia Barokah yang tersebar merupakan edisi pertama dengan tajuk “Reuni 212: Kepentingan Umat atau Kepentingan Politik?”. Halaman depan tabloid edisi Desember 2018 itu menampilkan karikatur orang memakai sorban dan memainkan dua wayang.
Tabloid 16 halaman ini berisi tentang tokoh Islam yang menjadi Pahlawan Nasional pada era Presiden Jokowi. Pada halaman liputan khusus ada headline berjudul “Membohongi Publik untuk Kemenangan Politik”.
Halaman lain Indonesia Barokah mengulas hoax yang mengganggu stabilitas dan keamanan. Menariknya, IB dikirim via Pos Indonesia dengan biaya fantastis, Rp 1,4 miliar!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews