Kebencian terhadap ras dan agama (anti-Semit) dipakai oleh pendiri Partai NAZI, Adolf Hitler untuk membangun kekuatan politiknya. Lewat cara ini NAZI memiliki pengikut-pengikut militan, bahkan banyak yang rela mati untuk Hitler. Untuk menyebarkan ideologi ini, NAZI pun membentuk berbagai sayap organisasi dan merekrut propagandis untuk meyakinkan masyarakat.
Tugas propagandis untuk mendoktrin masyarakat dan loyalis partai bahwa jalan ideologi fasis Hitler ini yang dibutuhkan Jerman untuk membawa kembali kejayaan Jerman Raya.
Propagandis NAZI paling top adalah Goebbels, pendukung anti-Semit sejati, kabarnya bunuh diri bersama seluruh anggota keluarga setelah NAZI kalah perang di Perang Dunia II. Gobbels adalah pahlawan, teladan sejati bagi berandal - berandal fasis.
Bagaimana dengan Ahmad Dhani \?
Musisi ini tak lebih dari "Berandal Fasis", meski kepada media massa, Dhani mengatakan dirinya tak mempunyai rekam jejak membenci agama Kristen, Khatolik dan etnis Cina. Untuk meyakinkan publik, Dhani menuturkan bahwa Oma-nya adalah pengikut Katolik. Apakah kita bisa percaya begitu saja terhadap ucapan Dhani? Fakta-fakta hukum dan kesaksian Saksi Ahli menyatakan lain, cuitan-cuitan Dhani di media sosial syarat bermuatan kebencian SARA.
Barangkali Dhani lupa, hukum menilai perbuatan subyek hukum saat ini, seperti kasus menimpa Habieb Smith meski seorang Ustadz tak menghalangi penegak hukum menyeretnya ke penjara karena terbukti menganiaya anak di bawah umur.
Dhani pun dipuja-puji oleh kubu Prabowo-Sandi sebagai pahlawan, pertanyaan pahlawan buat siapa? Kubu Prabowo atau NKRI?
Terlalu naif bila pengacara Dhani dalam pembelaan di luar sidang menyandingkan Dhani dengan Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol dan pahlawan-pahlawan yang pernah ditahan. Sebuah pembelaan hukum yang bodoh dan melupakan substansi materi yang dipersidangkan di pengadilan yang berdasar UU ITE.
Mengikuti kronologi pembelaan Dhani dan pengacaranya di luar sidang membuat saya terpingkal-pingkal, Dhani berhalusinasi bahwa dirinya kebal hukum seperti junjungannya Prabowo, seperti diungkapannya bahwa ia tak menyebarkan kebencian, tak bersalah dan menolak dipenjara.
Dhani lupa, Prabowo semasa jaya adalah menantu orang nomer 1 rezim otoriter Orde Baru, siapa pun yang berani melawannya hilang dari peredaran seperti nasib puluhan aktifis '98 yang hingga kini belum kembali.
Jelas ini sebuah ekspresi kepanikan, dalih-dalihnya tak menghapuskan bukti materiil di tangan jaksa, kepanikan terus berlanjut ketika Dhani minta hakim tak menghukum lebih berat dari Ahok. Pernyataan Dhani di persidangan ini membuktikan, ia bukan seorang pahlawan seperti disosokan oleh Hendarsam, pengacaranya, namun hanya si "cengeng" yang sok pahlawan.
Mana ada pahlawan merengek-rengek ke hakim minta dihukum ringan, tanya saja Budiman Sudjatmiko ketika ditahan rezim Orba apakah merengek-rengek minta keringanan. Bandingkan dengan Ahok ketika di pengadilan, ia tak merengek-rengek minta keringanan dan konsekuen menaati vonis pengadilan, ini baru namanya pahlawan sejati.
Bahkan Ahok pun tak melakukan upaya banding terhadap vonis pengadilan, menjalani hukum sampai tuntas dan tak mengambil kesempatan bebas bersyarat. Ahmad Dhani ternyata tak setegar itu, begitu hakim memerintahkan penahanan, pihak mengajukan banding meski upaya tersebut adalah hak pribadinya.
Namun kita bisa menimbang kapasitas Dhani yang ditokohkan sebagai pahlawan oleh kubu Prabowo ini, hanya seorang cengeng berlagak pahlawan. Masuknya Dhani ke penjara adalah kemenangan demokrasi, kemenangan hukum yang menjamin hak setiap warga negara di depan hukum tanpa terkecuali, biarkan saja Fadli Zon menilai kasus ini sebuah kematian lonceng demokrasi.
Toh rekam jejak Fadli Zon selama ini tak ada untuk demokrasi, perjuangan dan kesetiannya dari dulu hanya untuk Prabowo. Ibaratnya Fadli Zon adalah Gobbels-nya Hitler dan Dhani salah satu berandal fasis-nya, lalu siapa Hitlernya?
Kubu Prabowo masih mempunyai banyak stok berandal-berandal fasis di dunia nyata dan maya, saya yakin hilang satu berandal akan muncul seribu berandal fasis lainnya yang bakal merobek-robek kebhinekaan NKRI.
Boleh saja pentolan-pentolan loyalis Prabowo memuja Dhani setinggi langit bahkan mengangkatnya sebagai pahlawan demokrasi, logika itu wajar sebab Prabowo juga dianggap pahlawan meski mempunyai masa lalu kelam sebagai pelanggar HAM.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews