Cegah Radikalisme Melalui Penguatan Nilai-Nilai Pancasila
Oleh : Jodi Nugraha
Paham radikalisme kerap kali dikaitkan dengan isu agama tertentu yang dicampuradukkan dengan politik. Kelompok radikal terus memanfaatkan kalangan pemuda untuk memperluas pengaruhnya.
Seringkali kelompok ini juga memanfaatkan media sosial yang saat ini tengah menjadi tren di masyarakat khususnya kalangan muda. Cara tersebut dianggap sangat efektif untuk mempengaruhi masyarakat dengan berbagai konten negatif dengan menyerang individu lain, kaum minoritas, bahkan golongan agama tertentu
Efek dari paham radikalisme tersebut sangat merusak moral bangsa dan pilar ideologi Pancasila.
Mereka menginginkan adanya perubahan sosial secara drastis menggunakan berbagai cara bahkan hingga melakukan kekerasan. Sedangkan agama dijadikan sebagai kamuflase yang kemudian dipahami secara ekstrim. Padahal tindakan kelompok tersebut sangat bertentangan dengan ajaran agama.
Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya terorisme dan aksi radikalisme yang mengatasnamakan Islam sebagai panji jihadnya. Pertama, pembelajaran agama yang setengah-setengah melalui proses doktriner. Kedua, literal pemahaman agama yang hanya memahami kulit atau dasarnya saja. Ketiga, cenderung mengharamkan segala hal yang justru membuat umat Islam merasa berat. Memang menjadi hal yang kecil namun dampaknya bisa mempengaruhi tatanan dan pola kehidupan masyarakat yang awalnya harmonis menjadi fanatik.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), H. Teuku Riefky Harsya menjelaskan beberapa dampak dari radikalisme yakni menjadi ancaman serius terhadap keamanan nasional. Tindakan terorisme dan upaya menggulingkan pemerintah adalah beberapa bentuk ancaman yang dapat timbul dari radikalisme.
Selanjutnya, radikalisme dapat memperkuat polarisasi sosial di masyarakat, memecah belah hubungan antarwarga dan menciptakan ketidakharmonisan serta merusak citra negara yang tentunya merusak citra Indonesia di mata dunia. Hal ini akan membuat persepsi bahwa kondusivitas nasional Indonesia sedang terancam.
Kelompok radikal dapat memanfaatkan media sosial dan platform online untuk menyebarkan hoaks, berita palsu, dan propaganda yang dirancang untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap dasar negara serta pemerintah yang sah dan berdaulat. Selain itu, kelompok radikal akan berupaya untuk mengintimidasi kelompok yang menolak atau berseberangan dengan pahamnya. Intimidasi tersebut dapat berbentuk tindakan kekerasan, ancaman, atau kampanye intimidasi.
Menghadapi kondisi ini, maka pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan melibatkan pemuda dan pemuka agama serta pemuka opini melalui sebuah sikap moderat menjadi sangat penting. Kerja sama seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan dalam melawan narasi radikal. Pemimpin agama memiliki pengaruh besar dalam masyarakat dan dapat membantu menggambarkan nilai-nilai toleransi, kedamaian, dan perdamaian dalam agama. Apalagi diperkirakan kelompok paham kekerasan ini kian intensif menyebarkan virus radikal terorisme kepada pelajar dan pemuda.
Sementara, Rektor Universitas Islam Negeri Datokarama Palu, Profesor Kiai Haji Lukman S Thahir mengemukakan pencegahan radikalisme perlu dilakukan secara masif untuk melindungi masyarakat dan generasi muda dari faham garis keras tersebut. Pendidikan dan penguatan nilai nilai Pancasila perlu terus digaungkan mulai dari pendidikan dini. Bahkan peran seluruh elemen masyarakat sangat penting untuk memerangi paham radikalisme di dunia maya. Melalui penguatan Pancasila, masyarakat akan kembali pada nilai-nilai luhur yang telah disepakati para pendiri bangsa. Selanjutnya, pemutusan mata rantai indoktrinasi terhadap masyarakat yang menjadi sasaran kaderisasi kelompok teror sangat penting. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang menciptakan situasi nihil aksi terorisme di Tanah Air di masa depan.
Kepala Tim Unit Idensos Satgaswil Sulteng, Komisaris Polisi Sugiyon mengatakan, ada banyak upaya yang telah dilakukan untuk membendung laju indoktrinasi perekrutan anggota baru. Upaya membendung indoktrinasi dilakukan secara masif melalui berbagai strategi, baik bersifat online maupun offline. Upaya ini akan menjadi salah satu aspek dalam dua hal pokok yang berdampak besar pada pencapaian nihil aksi teror dimasa depan.
Dua hal pokok tersebut adalah, pertama, tindakan penegakan hukum termasuk penangkapan, penyitaan, dan aneka macam langkah tegas terhadap mereka yang melakukan kegiatan teror. Kemudian yang kedua melakukan pemotongan sumber-sumber yang bisa menggerakkan kegiatan teror, termasuk pendanaan dan indoktrinasi via transmisi ideologi kekerasan. Pihaknya juga menggarisbawahi deradikalisasi ini masih menjadi salah satu hipotesis yang terus menerus dikejar.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, upaya untuk menanggulangi radikalisme menjadi suatu keharusan demi menjaga keamanan dan stabilitas nasional. Harapannya, dengan terbangunnya sinergitas antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan penuh toleransi. Upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga tanggung jawab bersama bagi seluruh elemen masyarakat.
Melalui penguatan nilai-nilai Pancasila dan penekanan moderasi beragama diharapkan masyarakat akan terhindar dari berbagai paham berbahaya. Hal tersebut guna mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan bersatu di era digitalisasi dimana saat ini transfer informasi bergerak begitu cepat. Diharapkan penguatan sinergitas dari berbagai pihak, utamanya dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat bersama pemuda, mampu semakin menciptakan lingkungan yang damai dan juga semakin toleran, serta mampu menjauhkan warga dari potensi paham radikal, intoleransi, tindakan terorisme, serta kekerasan lainnya.
)* Penulis merupakan Mahasiswa yang tinggal di Surabaya
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews