Cerpen | Danau Nausus Dan Kenangan

Sabtu, 5 Juni 2021 | 12:11 WIB
0
361
Cerpen | Danau Nausus Dan Kenangan
Ilustrasi : Danau Nausus

Kalau ada yang bercerita padamu, tentang danau terindah yang pernah ia lihat, dengan bukit-bukit hijau yang selalu mengagumkan. Itu karna dia belum pernah datang ke Nausus.

Danau terindah hanya ada disini. Danau yang sangat jernih, sejernih tatapan perempuan Timor – yang mampu meluluhkan ribuan hati laki-laki penunggu bukit dan padang. Danau yang tak hanya cantik, tapi juga begitu manis. Madu termanis yang diambil oleh para pria gagah dikaki Gunung Mutis pun tak akan mampu menandinginya.

Disini, angin sejuk selalu membiarkan daun-daun ampupu menari dalam hening. Sehening malam-malam panjang di pedalaman Molo.

***

Suatu hari, Antonius mengatakan kepada saya, bahwa orang-orang kota selalu kesini. Mereka memilih danau ini untuk bersenang-senang atau sekedar menenangkan diri.

Sejak kanak-kanak, kami memang suka membawa hewan peliharaan kami ke danau ini. Duduk berdua menatap danau dan batu-batu pemali – tempat para leluhur kami menaruh seekor babi dan sebotol arak untuk memohon hujan kepada Uis neno.

“Kenangan tak pernah abadi,” kata Antonius. “ Ketidakabadian itulah yang membuatnya begitu berharga. Tataplah danau itu, Fika. Rekam baik-baik, dan simpan dalam hatimu.”

Antonius adalah laki-laki penunggu bukit dan padang. Ia suka menjerat burung puyuh. Ia sering berjalan sampai kebalik bukit untuk memasang jerat. Suatu hari ia pergi kebalik bukit, dan tak pernah pulang. Padahal seluruh keluarga sudah bersepakat kalau bulan depan ia akan melamar saya dengan 2 ekor babi, 4 ekor sapi, dan 7 lembar kain tenun.

***

Di gereja, orang-orang mendoakan arwahnya. Mereka berdoa sambil berbisik-bisik tentang orang yang menculik Antonius. "Pastilah mereka preman-preman bayaran, yang menganggap Antonius harus dilenyapkan karena selalu menghasut penduduk untuk menolak tambang."

Segalanya memang berubah sejak tambang mulai beroperasi, tak jauh dari danau Nausus.

Keindahan memang tak pernah abadi. Bila suatu hari kau datang ke Nausus, kau tak akan melihat danau yang terkenal jernih dan cantik itu lagi.

Tapi jangan bersedih. Kalau
beruntung, kau masih bisa melihat danau itu di mata seorang perempuan tua pengunyah sirih, yang setiap hari berdiri di sekitar danau itu. Kami memanggilnya Nenek Fika. Ia terus menyimpan keindahan danau itu dalam hatinya. Ia satu-satunya yang mengetahui ketika Antonius dihabisi.

Para preman itu memang telah merusak mimpi-mimpinnya, tapi tidak dengan kenangannya.



Honing Alvianto Bana. Lahir di Soe, Nusa Tenggara Timur. Ia sama seperti banyak laki-laki yang kau temui dipersimpangan jalan.