Kepedulian Bambang Haryo pada Batik Tulis Sidoarjo

Untuk lebih mengenalkan Batik Jetis, Bupati Sidoarjo saat itu Saiful Illa telah membuat sebuah monument “Pusat Batik Sidoarjo” sebagai pintu masuk ke Kampoeng Batik Jetis.

Kamis, 22 Oktober 2020 | 17:07 WIB
0
155
Kepedulian Bambang Haryo pada Batik Tulis Sidoarjo
Calon Bupati Sidoarjo Bambang Haryo Sukartono saat berkunjung ke pengrajin Batik Tulis Sidoarjo. (Foto: BangsaOnline.com)

Bambang Haryo Sukartono BHS) adalah Calon Bupati Sidoarjo yang sangat perhatian pada Batik Sidoarjo. Ini dibuktikannya dengan pertemuan yang kelima kalinya dengan pengrajin batik di Rumah Batik Tulis Al Huda, Perum Sidokare Asri AW 18 Sidoarjo.

Menurut Nurul Huda, pengrajin batik yang juga pemilik Rumah Batik Tulis Al Huda, ia merintis karier batiknya sejak 1982. Dari tiga paslon Bupati-Wakil Bupati pada Pilbup Sidoarjo 2020 ini, hanya BHS lah Cabup yang memberi perhatian lebih pada Batik Sidoarjo.

“Pak BHS itu sudah lima kali mengadakan pertemuan dengan pengrajin batik Sidoarjo. Kapan hari juga ada pertemuan dengan pengrajin batik di Five Hotel. Di situ Pak BHS memaparkan konsep-konsepnya untuk meningkatkan kualitas batik Sidoarjo, agar tetap survive,” ujar Huda.

Menurut pengrajin batik yang aktif memberikan pelatihan batik dalam program pemberdayaan perempuan, baik di Sidoarjo maupun di Jawa Timur ini, produktivitas batik Sidoarjo itu sangat perlu sentuhan kebijakan Pemerintah Daerah agar denyut nadi ekonominya kembali bergairah.

“Saat Sidoarjo Bupatinya Wien Hendrarso, Pemda Sidoarjo mewajibkan PNS untuk berseragam batik kebanggaan Sidoarjo. Sejak itu kerajinan batik sangat bergairah. Bahkan, waktu itu omset saya sebagai perajin batik bisa mencapai Rp 4 miliar per tahun,” kenang Huda.

Setelah Bupati Sidoarjo berganti, Pemda Sidoarjo sudah tidak lagi mengharuskan PNS-nya untuk memakai seragam batik kebanhgan Sidoarjo, omset pengrajin batik Sidoarjo menurun dan terjun bebas.

“Bahkan saat itu ada pejabat Sidoarjo yang memasukkan batik dari luar, masuk pasar Sidoarjo,” ujar Huda, seperti dilansir JatimOnline.net.

Huda mengungkapkan, BHS sudah membangun komitmen dengan perajin batik Sidoarjo. ” Pak BHS berjanji kepada pengrajin batik, jika nanti terpilih jadi Bupati Sidoarjo, akan mewajibkan PNS Sidoarjo memakai seragam batik Sidoarjo,” lanjutnya.

Seperti dilansir dibeberapa media, dalam pertemuannya dengan pengrajin batik Sidiarjo ini, BHS berjanji akan mewajibkan PNS Sidoarjo yang berjumlah 14 ribu orang ini memakai lagi seragam batik Sidoarjo setiap Jum'at.

Tidak hanya PNS saja yang diharuskan memakai seragam batik Sidoarjo, iajuga akan mendorong ribuan pelaku UMKM dan ratusan industri besar dan menengah di Sidoarjo untuk mengenakan seragam batik Sidoarjo. Dengan upaya itu, permintaan terhadap batik Sidoarjo akan meningkat.

Soal janji BHS mewajibkan PNS berseragam batik khas Sidoarjo setiap Jum’at saja, lanjut Huda, merasa itu masih kurang. Huda berharap nanti PNS Sidoarjo memakai seragam batik itu sampai tiga hari: Selasa, Kamis dan Jum'at.

“Nanti juga akan saya usulkan begitu. Kalau seragam batik untuk PNS tiga kali dalam seminggu, pengrajin batik bisa kewalahan (kebanjiran pekerjaan),” ungkap Huda.

Dengan sentuhan kebijakan pemerintah yang pro pengrajin batik, seperti mewajibkan bagi PNS untuk berseragam batik Sidoarjo, menurut Huda, itu bisa merangsang para perajin batik untuk kembali bergairah. Para pengrajin batik yang dulu mati suri, akan kembali hidup.

Dengan kembali bergairahnya UMKM batik, maka otomatis akan menambah lapangan pekerjaan di Kabupaten Sidoarjo karena masing masing perajin batik itu mempunyai karyawan.

Di Sidoarjo itu jumlah perajin batik itu banyak sekali. “Tahun kemarin itu saya melatih pembatik melalui program pemberdayaan perempuan ada sekitar 120 orang,” lanjut Huda.

“Jika itu semua mendapatkan sentuhan dari pemerintah dengan kebijakan mewajibkan PNS-nya untuk berseragam batik Sudoarjo, maka mereka akan mendapatkan pekerjaan dan bisa menjadi enteroreuner baru,” terang Huda.

Seperti saat mengadakan pelatihan batik di Balongbendo, Huda melatih sekitar 30 orang supaya terampil dalam hal membatik. Ia punya harapan besar untuk menggairahkan kembali sentra batik Sidoarjo dengan hadirnya pemimpin baru di Sidoarjo yang peduli terhadap nasib Batik Sidoarjo.

Pilihan Huda pada BHS ini bukan tanpa alasan. BHS dianggapnya mempunyai jam terbang yang lebih tinggi baik pemerintahan karena pernah menjadi anggota DPR RI maupun di bidang bisnis, ketimbang calon yang lainnya.

Batik Jetis

Adalah Mursidi, STeks, seorang pengrajin Batik Sidoarjo, pasca semburan Lumpur Porong pada 29 Mei 2006 melihat peluang pasar dengan membuat “batik lumpur”. “Saya sengaja membuat batik yang bercorak lumpur yang mengalir,” kata Mursidi suatu ketika.

Nah, ketika batiknya mulai dipasarkan di sekitar tanggul lumpur, “Ada yang protes.” Alasan si pemrotes, corak batik lumpur yang tergambar di dalam batik tersebut bisa kembali mengingatkan akan penderitaan korban semburan lumpur.

Mursidi hanya menjawab, karya seni batik lumpur tersebut tidak ada maksud politis di baliknya. “Saya ini hanya seniman yang tentu saja harus bisa memanfaatkan moment seperti itu,” ungkap Mursidi, pembatik asli “Kampoeng Batik Jetis”, Sidoarjo

Dan, “Alhamdulillah, banyak yang suka dengan batik lumpur,” lanjut Mursidi. Ayah 3 putra ini adalah generasi keempat pewaris Batik Jetis yang terbilang kreatif dalam mengembangkan usaha batik khas Sidoarjo, sampai harus diprotes pihak yang tidak berkenan dengan “batik lumpur”.  

“Saya ini mulai dari buyut (H. Abdul Kohar) memang pengrajin batik asli Jetis,” cerita Mursidi. Usaha batiknya kemudian secara turun-temurun dilanjutkan oleh kakeknya, H. Abdul Somad, dan ayahnya, H. Sholeh Chozin, yang kemudian diteruskan kepada Mursidi.

Usaha batik tulis bermerk “Murni dan Artis” ini berkembang cukup pesat. Dengan 75 pembatik di bawah asuhannya, Sarjana Tekstil lulusan Bandung ini setiap bulan bisa memproduksi sekitar 3.000 lembar batik tulis berbagai corak dan jenis.

Pangsa pasar yang dibidik bukan hanya Jawa Timur, melainkan juga Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jabodetabek, Timor Leste, Malaysia, dan Singapore. 

Harga mulai dari Rp 150 ribu hingga Rp 25 juta. “Batik mahal ini diliat dari tingkat kesulitan dan bahannya (katoon primisima). Itu versi batik kuno yang garapnya bisa sampai 4 bulan,” ungkap Mursidi.

Menurutnya, batiknya ini halus dan proses dari awal kethel, lalu didesain, baru digarap dengan ketekunan dan ketelitian serta kesabaran.

“Karena batiknya halus dan kecil-kecil. Zat pewarna yang dipakai itu dari alam (daun-daunan, kulit-kulitan, tumbuh-tumbuhan lainnya yang mengandung zat warna),” ungkap Mursidi. Warna dari alam itu pekatnya bukan main.

“Nenek buyut kita dulu memakai pewarna dari alam, seperti sabut kelapa dan sebagainya,” ujar Mursidi.  Menurut Mursidi, Batik Kenongo dari Tanggulangin dan Tenggulungan yang pernah terkenal itu sebenarnya berasal dari Jetis, Kelurahan Lemahputro, Sidoarjo.

Pembatik di Jetis ini dulunya dari Tulangan dan Tenggulungan. Pengusahanya dari Jetis semua. Sebelumnya, selain Jetis, ada juga pengusaha batik Sekardangan dan Kedungcangkring.

“Tapi, yang masih bertahan hanya di Jetis,” lanjut Mursidi. Memang batik Jetis telah ada sejak 1675. Batik tersebut dibawa oleh Mbah Mulyadi, keturunan Raja Kediri. Namun, perkembangan usaha batik tulis Jetis baru tampak pada 1950-an.

Seperti halnya batik tulis “Murni dan Artis”, di Jetis sejak 1956 perusahaan batik “Ny. Wida” resmi berdiri.

Menurut Dwitjahjo, generasi ketiga penerus usaha batik tulis Ny. Widiarsih yang akrab dipanggil Ny. Wida itu cukup terkenal di kalangan masyarakat Jetis ketika itu. “Banyak orang Jetis masih ikut kerja di tempat kami,” tutur Dwitjahjo.

Wanita tersebut pemilik perusahaan batik tulis terbesar. Banyak pedagang dari Madura kulakan di Jetis. “Pedagang batik dari Madura senang dengan corak warna batik yang mencolok seperti merah, pokoknya yang ngejreng,” tutur Mursidi.

Tapi, dalam perkembangannya, orang-orang Madura berhasil membuat batik sendiri, yang kemudian dikenal dengan Batik Madura. “Mereka ini banyak belajar dari Batik Jetis sini,” lanjutnya.

Dalam catatan Mursidi, hingga kini masih ada sekitar 15 pengrajin dan pengusaha batik tulis Jetis yang tetap bertahan.

Untuk lebih mengenalkan Batik Jetis, Bupati Sidoarjo saat itu Saiful Illa telah membuat sebuah monument “Pusat Batik Sidoarjo” sebagai pintu masuk ke Kampoeng Batik Jetis dari sisi Jalan Gajahmada, Sidoarjo. 

Sedangkan bila mau masuk dari sisi Jalan Diponegoro, masuk Kampoeng Batik Jetis juga tidak sulit. Di mulut gang Jetis ada gapura bertuliskan: “Kampoeng Batik Jetis”. Bupati Sidoarjo saat masih dijabat Win Hendraso meresmikan gapura itu pada 3 Mei 2008.

***