Dihapus Gus Dur Dihidupkan Jokowi, Perlukah Jabatan Wakil Panglima TNI?

Usulan yang bisa kontra-produktif bagi TNI secara keseluruhan, dimulai dari pengangkatan jenderal bintang 4 di matra TNI tertentu. Ini sangat berbahaya dan bisa menimbulkan gesekan.

Senin, 25 November 2019 | 19:08 WIB
0
416
Dihapus Gus Dur Dihidupkan Jokowi, Perlukah Jabatan Wakil Panglima TNI?
Hadi Tjahjanto dan Presiden Jokowi (Foto: katadata.co.id))

Parah. Wacana Jokowi mengangkat Wakil Panglima TNI menimbulkan pro dan kontra. Ternyata pengangkatan itu bukan hal yang sederhana. Jokowi harus melihat lebih jernih dan dalam. Sosok yang dipilih akan menentukan dinamika di tubuh TNI yang akan berimbas pada Jokowi, bukan hanya TNI.

Sejarah TNI adalah sejarah rakyat. Tentang kebersatuan antara rakyat dan TNI. TNI pernah bernama Tentara Keamanan Rakyat. Tentara untuk rakyat. Dalam perkembangannya, dinamika partai politik telah membuat TNI digoda untuk ditarik dalam pusaran politik. Jenderal Sudirman melihat hal itu.

Jenderal Soedirman berkata, “Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatannya. Sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini, lagi pula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau orang siapa pun juga."

Maka terkait dengan manuver Jokowi atau Hadi Tjahjanto di tubuh TNI dalam bentuk konsolidasi, Jokowi harus melihat pesan Jenderal Sudirman tersebut. Dinamika di dalam tubuh TNI harus dipahami oleh Jokowi lebih dalam, Dan, jernih.

Kesalahan Jokowi dalam melihat akan menentukan dinamika di tubuh TNI yang akan berimbas pada berbagai kehidupan di tubuh TNI yang sekarang sangat solid. Wacana mengangkat Wakil Panglima TNI, sebagaimana diwacanakan oleh Jokowi akan berimbas pada posisi reposisi para jenderal TNI.

Jabatan Wakil Panglima TNI ini pun hanya seperti kepanjangan tangan Panglima TNI saja. Tentu yang akan diangkat menjadi Wakil Panglima TNI, akan berpikir lebih baik menduduki jabatan KASAL, KASAU, dan KASAD.

KASAL

KASAL Laksamana Siwi Sukma Aji paling memungkinkan untuk menduduki posisi ini karena menjelang pensiun.

Rekam jejaknya, pada 2013 Siwi menjabat sebagai Kasarmatim. Dia juga menjabat sebagai Panglima Armada RI Wilayah Barat (Pangarmabar) pada 2016.

Siwi menjabat sebagai Asrenum Panglima TNI dan terakhir sebelum menjabat sebagai orang nomor satu di TNI AL, Laksdya TNI Siwi menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Akademi TNI sejak 2017.

Di Akademi Angkatan Laut (AAL) berbagai pendidikan militer telah ditempuhnya, meliputi Sus Paja (1985), Tar P-4 PP. 45 Jam (1986), Dik Cawak Van Spyck (1987), Ops School (1987), Diklapa-I/SBA Angkatan ke-5 (1992), Diklapa-II/ Koum Angkatan-9 (1996), Seskoal Angkatan-36 (1999), Sesko TNI Angkatan-35 (2008), dan Lemhannas RI (PPSA) Angkatan-19 (2013).

Pendidikan umum yang pernah ditempuh di antaranya SD (1974), SMP (1977), SMA (1981), S1 Ekonomi (2013), S2 Manajemen SDM (2016). Jika Jokowi menunjuknya, ini merupakan penghargaan kepadanya yang telah menempuh pendidikan di bidang militer dan umum.

KASAD

Saat ini gebrakan Jenderal TNI Andika Perkasa untuk melawan radikalisme dan meningkatkan profesionlisme di tubuh TNI – khususnya AD tengah berlangsung. TNI AD sebagai kekuatan utama TNI di Indonesia karena memiliki struktur kekuatan territorial. Ini khas Indonesia. Karena TNI memang menjadi bagian dinamika kehidupan bersama rakyat. Dan, tentu AD sangat strategis.

Konsolidasi ala Andika ini sangat diperlukan di tengah ancaman radikalisme yang meningkat di Indonesia. Jenderal Andika sebagai Kepala Staf TNI AD menempatkan TNI sebagai contoh untuk melawan radikalisme dan intoleransi.

Contohnya ketika dia mencopot anggota TNI dari jabatan mereka akibat aktivitas medsos. Ini berhasil mengerem aksi para istri anggota TNI untuk tidak melakukan hate speech. Tegas. Berintegritas. Jokowi dan TNI akan kehilangan kekuatan konsolidasi yang dibangun jika mengangkat KASAD menjadi Wakil Panglima TNI.

KASAU

Marsekal TNI Yuyu Sutisna pernah memegang jabatan strategis. Dari mulai Wakasau, Panglima Kohanudnas, Panglima Komando Angkatan Udara I, dan Danlanud Iswahjudi. Sebagai penerbang dia merahi Badge 2.000 jam terbang. Dia sosok yang sangat disiplin dan memiliki integritas tinggi. Dia adalah lulusan Akademi Angkatan Udara 1986.

Dialah yang sukses mendorong kepemilikan TNI AU atas pesawat multi fungsi Sukhoi yang menjadi prioritas utama, dan berencana menyelesaikan kontraknya pembeliannya. Kontrak pembelian 11 pesawat itu akhirnya ditandatangani pada Februari 2018.Pada 2006-2009 dia menjadi Atase Pertahanan RI, di kantor Atase Pertahanan di Amerika Serikat.

Konsolidasi TNI

Melihat peran dan posisi Wakil Panglima TNI tersebut, maka jabatan yang kini diemban oleh KASAD, KASAU, KASAL menjadi sangat penting. Wakil Panglima TNI memiliki dampak buruk juga. Hal ini terjadi karena Wakil Panglima TNI tidak memiliki wewenang komando strategis lagi.

Misalnya KASAD yang sekarang tidak bisa lagi menjalankan renstra (Rencana Strategis) terkait dengan program menguatkan TNI – khususnya AD yang sedang dijalankan oleh Andika Perkasa. Demikian pula KASAU pun tidak bisa lagi mengendalikan TNI Angkatan Udara. KASAL pun demikian.

Akibat atau dampak selanjutnya dari manuver Jokowi menunjuk Wakil Panglima TNI ini adalah mengangkat Jenderal bintang 4 TNI baru. Dinamika yang sudah lama tidak muncul akan melahirkan perang bintang. Misalnya di AU, akan muncul Marsekal baru di samping Hadi Tjahjanto, dan Marsekal Yuyu Sutisna. Di TNI AD pun akan lahir Jenderal Bintang 4 baru selain Jenderal Andika Perkasa.

Di KASAL akan muncul Laksamana baru selain Laksamana Siwi Sukma Adji. Hal ini tentu akan menimbulkan dinamika di lingkungan TNI AL dan TNI secara keseluruhan.

Jokowi mungkin harus mengingat ketika di Polri muncul dua Jenderal Bintang 4. Untungnya Budi Gunawan menjadi Wakapolri dan sebentar kemudian menjadi Kepala BIN. Dinamika di Polri pun berakhir.

Nah, di TNI ini Jokowi perlu sangat memperhatikan dengan cermat. Manuver dan usulan yang bisa kontra-produktif bagi TNI secara keseluruhan, dimulai dari pengangkatan jenderal bintang 4 di matra TNI tertentu. Ini sangat berbahaya dan bisa menimbulkan gesekan.

Lebih penting lagi Jokowi harus melihat sisi kepentingan bangsa. Salah satunya, prioritas pekerjaan yang sedang dilakukan oleh para kepala staf yag sekarang. Jangan sampai penunjukan Panglima TNI justru menimbulkan pemasungan terselubung dan menimbulkan dinamika di tubuh TNI.

Belum lagi jika sampai ada kepentingan individu bermain dalam bentuk upaya pemasungan terhadao individu tertentu, demi kepentingan pribadi. Jokowi harus mendengarkan parab senior TNI dan BIN agar tidak terjebak dalam konflik dengan militer.

Jadi, yang paling realistis Jokowi mengangkat Wakil Panglima TNI dari angkatan laut. KASAL yang menjelang pensiun sebagai penghargaan. Mengangkat KASAU dan KASAD menjadi Wakil Panglima TNI menjadi hal yang kontra produktif bagi Jokowi. Hal ini agar tidak menimbulkan dinamika berlebihan di dalam tubuh TNI. Semoga Jokowi mampu membaca pesan ini.

Ninoy Karundeng, penulis.

***