5 Tahun Kemarin Jokowi Ngapain Aja?

Harus diakui, keberadaan partai politik berdiri sendiri di dalam negara, sehingga kepentingan partai diatas kepentingan bangsa dan negara.

Senin, 9 Desember 2019 | 06:11 WIB
0
334
5 Tahun Kemarin Jokowi Ngapain Aja?
Joko Widodo (Foto: pantau.com)

Pertanyaan, 5 tahun kemarin Jokowi ngapain aja.? Berseliweren di media sosial, baik di status Facebook, mau pun dikolom komentar, pertanyaan itu sangat mengusik untuk ditelisik.

Pertanyaan seperti diatas muncul setelah gebrakan Menteri BUMN, Erick Thohir melakukan bersih-bersih di beberapa BUMN setelah satu bulan dilantik menjadi menteri. Implikasi dari sepak terjang Erick itu tidak luput menerjang Jokowi sebagai PresidenPresiden. 

Seolah-olah pada periode pertama Jokowi tidak melakukan apa-apa, kenapa bersih-bersih BUMN ini tidak dilakukan pada lima tahun pemerintahan periode pertama, kenapa baru sekarang dilakukan.?

Sepintas pertanyaan ini ada benarnya, namun disisi lain juga harus ditelisik secara objektif, profesional dan berimbang. Kalau cuma dicari kesalahannya tentulah lebih mudah, namun untuk meluruskan pandangan yang negative tidaklah mudah.

Pertama-tama yang harus difahami bahwa pemerintahan kita ini dibangun atas dasar kekuatan politik koalisi partai, juga dukungan masyarakat lewat Pemilu. Maka dari itu dalam penyusunan kabinet pun tidak terlepas dari muatan kepentingan politik partai.

Jokowi Tersandera Partai Politik

Bagi-bagi kekuasaan dalam menyusun kabinet adalah hal yang tidak bisa dihindari, apalagi untuk periode pertama. Kompromi dan transaksi politik sangatlah kental dalam penyusunan kabinet. Ini tidak bisa dipungkiri.

Partai politik punya 'bargaining position' yang kuat, sehingga untuk memperkuat kekuasaannya, Jokowi harus mendapat dukungan penuh dari partai koalisi pendukungnya, sehingga Jokowi lebih banyak mendengar suara partai daripada suara rakyat yang mendukungnya.

Semua kebagian kursi sesuai dengan porsinya dan kontribusi dalam pemenangan di Pilpres. Itu merupakan buah dari kesepakatan yang tidak tertulis didalam komitmen koalisi.

Kesepakatan inilah yang mengikat Presiden terpilih dalam memosisikan kader partai politik dalam kabinet. Tidak semua partai politik punya komitmen yang sama untuk mengutamakan kepentingan bangsa, dan hal seperti ini biasanya, komitmen itu cuma sampai pada batas retorika.

Semua partai politik punya vested interest, hanya saja kadarnya masing-masing berbeda. Tekanan secara politik yang dihadapi Presiden sangatlah kuat dalam membuat berbagai kebijakan. Dan itu tidak terlepas dari kepentingan politik partai.

Kenapa Jokowi tidak bisa leluasa dalam menentukan kebijakannya.? Sebagai seorang Presiden terpilih memiliki hak prerogatif yang harusnya tidak bisa di intervensi oleh siapapun, juga oleh partai koalisi pendukungnya. Inilah yang menjadi persalannya, sehingga yang mengemuka seolah-olah Presiden tidak berdaya.

Jelas Jokowi tidak bisa leluasa dalam menentukan menteri kabinetnya di periode pertama, dia harus mengakomodir kepentingan partai koalisinya, disamping juga kaum profesional yang merupakan hasil pilihannya.

Jokowi punya kepentingan untuk maju pada periode kedua, sehingga dukungan partai koalisi sangat menentukan kesuksesannya. Inilah yang menyandera Jokowi, sehingga laku politik yang buruk para menteri yang merupakan kader partai, tidak mampu ditindak secara tegas oleh Jokowi.

Yang menjadi persoalan, masing-masing partai punya visi dan misi sesuai dengan kepentingan partai, sehingga banyak program pemerintah yang tidak bisa mencapai target, terutama dalam hal penegakan hukum.

Impor yang ugal-ugalan menjelang akhir masa jabatan Jokowi diperiode pertama, tidak bisa di rem oleh Jokowi, karena begitu kuatnya pengaruh partai dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Situasi menjelang Pilpres betul-betul dimanfaatkan oleh partai koalisi.

Kalau dibilang Presiden Jokowi tersandera partai koalisi, jawabannya bisa iya, bisa tidak, tapi pada realitas politik hal tersebut terlihat sangat nyata. Makanya pada periode kedua Jokowi sangat menekankan bahwa dia tidak ada lagi beban politik, karena sesuai Amanda konstitusi, jabatan Presiden hanya dua periode.

Meskipun begitu, tersandera oleh Partai politik ini tidak bisa juga dijadikan pemakluman atas ketidakmaksimalnya menyelesaikan tanggung jawab, karena biar bagaimapun jabatan itu adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan baik di dunia, maupun diakhirat

Secara objectif pemilihan Menteri dari kalangan profesional, hampir rerata sangat memuaskan kinerjanya, dan terbukti sebagian besar dari mereka masih dipilih menjadi menteri diperiode kedua, dan diposisi yang sama. Artinya partai politik sebagian besar gagal dalam menempatkan menterinya. 

Jokowi Tidak Lagi Punya Beban

Jokowi tidak ingin lagi tersandera oleh kepentingan politik partai koalisi pendukungnya. Kalau periode pertama Jokowi dalam menyusun kabinet masih bisa diancam, dan harus memenuhi keinginan partai koalisi, maka pada periode kedua itu tidak lagi terjadi.

Semua sudah dijatahkan sesuai dengan porsinya dan kontribusinya, dan itupun Jokowi yang menentukan berapa jumlah kursi menteri yang didapat partai koalisi pendukungnya. Pressure politic tidak lagi berlaku.

Pada periode kedua, Jokowi bisa 'power full', semua terarah dan satu arah hanya dari petunjuk Jokowi. Tiga hal yang sangat ditekankan Jokowi, dan menjadi Juklak bagi para menteri saat pelantikan menteri, 

Pertama, tidak ada visi dan misi menteri, yang ada cuma visi Presiden. Secara tidak langsung Jokowi ingin memutuskan intervensi partai terhadap menteri yang merupakan kader partai.

Kedua, menteri yang tidak siap menjalankan visi dan misi Presiden, dan tidak bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal harus siap dipecat ditengah jalan.

Ketiga, tidak melakukan korupsi, ini hal yang menjadi perhatian serius Presiden Jokowi, karena diperiode pertama ada menteri yang juga kader partai tersangkut kasus korupsi.

Jadi kalau ada menteri Jokowi yang bergerak secara progrsif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, itu adalah sesuai dengan visi dan misi Presiden. Makanya apa yang dilakukan Erick Thohir dalam membenahi BUMN, sangat diapresiasi oleh Presiden Jokowi.

Gerakan bersih-bersih ini semoga saja tidak cuma dilakukan oleh kementerian BUMN, juga harus dilakukan oleh kementerian yang lainnnya. Namun memang, setiap menteri punya cara dan strategi dalam membenahi kementeriannya.

Memang sangat disayangkan gebrakan bersih-bersih ini baru bisa dilakukan dimasa periode kedua. Kalau saja dari periode pertama semua punya komitmen yang serius membenahi BUMN, pastinya pada periode kedua BUMN akan sehat semua, dan bisa memberikan profit yang sangat berarti bagi negara.

Harus diakui, keberadaan partai politik berdiri sendiri di dalam negara, sehingga kepentingan partai diatas kepentingan bangsa dan negara. Baru akhir-akhir ini kita mendengar para petinggi partai politik berkomitmen, tidak ada lagi kepentingan partai, yang ada cuma kepentingan bangsa dan negara, itupun cuma debates retorika.

Jadi pertanyaan, 5 Tahun Kemarin Jokowi Ngapain Aja..? Masing-masing kita punya cara dalam mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Jokowi, dan itupun sangat subjektif sifatnya, dan tidak juga bisa disalahkan kalau ada yang merasa Jokowi tidak melakukan apa-apa lima tahun sebelumnya, karena itu hak subjektifitas masing-masing.

***