saya heran kenapa topik Papua juga ada dalam list deadline di website internasional, Al Jazeera, sedangkan media Indonesia buta dan sulit kasih postingkan di halaman depanheadline.
Bertatap ke sana ke mari lewat cloud, maksudnya dunia maya hari ini, pada tanggal 4 Juli, saya mendapatkan berita yang naik nama di mesin pencari - gugel. Di chrome browser, saya mengetik kata kunci, "Al Jazeera", hasil outputnya adalah 3 isu yang terjadi di akhir-akhir ini dan sempat di headlinekan oleh redaksi Al Jazeera di official websitenya.
Media yang berpusat Qatar ini membuat dunia termasuk saya shock sejak media ini meliput dan dikasihnaikan berita tentang isu Papua, Sudan dan hari HUT Amerika.
Karena saya ingin tahu tentang judul Papua, saya buka dan baca tulisannya mengenai bersatunya militer Papua dan mau melawan propaganda yang di buat oleh pemerintahan dan sistem Indonesia.
Menarik dalam topik Papua ini adalah segenap militer Papua dari berbagai komponenen bersatu padu di bawah payung ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) setelah adanya dinamika perbedaan pandangan atau pendapat tentang struktur kepemimpinan nasional dan strategi operasional komando militer secara umum.
Militer-militer Papua Barat yaitu Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Tentara Nasional Papua Barat (TNPB), bersatu menata perpecahan militer Papua Barat yang kerap terjadi. Jadi, mereka ingin memperkuat kemiliteran mereka secara internal.
Sayap militer West Papua secara resmi dan sah telah menyatakan dukungan penuh kepada ULMWP selaku sayap politik diplomasi. Hal itu terbukti dalam legitimasi tanda tangan dari setiap Panglima Pemegang Komando Militer dari Sorong sampai Merauke (Jubi, 2019).
Dalil bersatunya tentara ini adalah pengambilan tanah Papua adalah ilegal dan kontroversial pada pemilihan suara yang di kenal sebagai Act of Free Choice tapi kemudian Orang Papua terjemahkannya sebagai Act of No Choice karena kejanggalan dalam pemilihannya dan pemilih dipilih hanya beberapa orang yakni 1026 orang Papua. Itu juga di bawah moncong senjata Indoensia.
Al Jazeera juga menulis, dalam sebuah laporan Juli lalu oleh Amnesty International menggambarkan wilayah Papua sebagai "black hole" atau orang hilang tanpa jejak untuk hak asasi manusia dan penelitiannya telah menemukan setidaknya ada 95 pembunuhan tidak sah atau unlawful antara tahun 2010 dan 2018.
Dari situ, kita mengimajinasikan kalau militer Papua bersatu ini untuk membenarkan sejarahnya mereka - Papua - memang benar juga- Papua untuk merdeka dari kolonialisme, bukan kemerdekaan dari ketertinggalan ekonomi dan pendidikan yang sering Jakarta studi tentang hal-hal ini. Seperti Benny Wenda dan koleganya menyebutkan di Al Jazeera, mereka mau menentukan nasipnya sendiri.
Kemudian untuk apa ada gambar Trump di headline tersebut? Ternyata tanggal 4 Juli adalah hari kemerdekaan Amerika dari pangkuan British empire - Great Britain. Trump sedang mempidatokan di podium nomor satu di dunia di Lincoln Memorial.
Banyak yang menganggap pidatonya adalah no hope karena mereka mempertimbangkan dengan kebijakan imigran. Khususnya kebijakan tentang pembuatan tembok antara Amerika dan Meksiko. Kebijakan ini membuat orang mati sia-sia. Kematian ini terutama kematian orang Amerika Latin yang mau menuju ke Amerika serikat. Dekat tembok antara Amerika-Meksiko, anak-anak, orang dewasa mati bahkan lebih gila lagi adalah perpisahan antara orang tua dan anak meskipun umur anak-anak itu terbilang di bawah umur 10an.
Sudan yang proses konfik yang panjang, Al Jazeera juga mengalamatkan topik Sudan dengan judul "'Our revolution won': Sudan's opposition lauds deal with military". Dalam artikel itu di sebutkan isunya bisa redah karena ada kesepakan antara oposisi dalam pembagian kekuasaan di pemerintahan setelah turunnya tahkta dari pemerintahannya Presiden Omar al-Bashir. Banyak yang mati dan konflik berlanjut setelah presiden jatuh dari kekuasannya. Namun demikian, Dewan jenderal di Sudan dan massa oposisi bikin kesepakatan untuk membagi kekuasan area pemerintahaan.
Berdasarkan perjanjian tersebut, lima kursi akan diberikan kepada militer dan lima kursi untuk warga sipil, dengan kursi tambahan diberikan kepada warga sipil dengan latar belakang militer (Al Jazeera, 2019).
Mereka baku jabat tangan tidak berarti mereka akan berhasil mengakhiri konfik, tapi kelihatannya doubt di antara kalangan masyarakat. Ini mengingatkan saya pada Indoensia antara kampret dan cebong. Meskipun mereka baku salam dan naik kuda-kudaan saat Jokowi memenangkan diri pada tahun 2014. It was OK. Kalau pemilihan kali ini sangat berbeda dibandingkan yang pemilihan 2014 sejak Prabowo tidak menghadiri dalam pembacaan pemenangan Presiden oleh ketua KPU - yang seharusnya hadir di sana.
Sebetulnya, saya heran kenapa topik Papua juga ada dalam list deadline di website internasional, Al Jazeera, sedangkan media Indonesia buta dan sulit kasih postingkan di halaman depan website/headline. Memang media nomor satu tanah Papua Jujur Bicara alias jubi.co.id sudah meliput dan jadikan sebagai berita fokus di website ofisialnya. Tapi media ini bisa di katakan level provinsi tidak seperti TEMPO, KOMPAS, MNC grup, dll, dimana bilangnya media nasional.
Benny Wenda selaku ketua ULMWP bilang ke Al Jazeera, "Indonesia tidak dapat lagi menstigmatisasi kami sebagai separatis atau penjahat, kami adalah negara kesatuan militer dan politik yang sah yang sedang menunggu."
***
Sources:
Sayap militer Pembebasan West Papua bersatu dalam West Papua Army (WPA)
'State-in-waiting': Papua's rebels unite against Indonesia rule
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews