KPK masih diperlukan, tidak ada yang memungkirinya. Namun, KPK pun tidak boleh dibiarkan bekerja tanpa pengawasan.
Saya sependapat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, bahwa perlu dibentuk Dewan Pengawas untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Jokowi, setiap lembaga perlu pengawasan.
”Perihal keberadaan dewan pengawas. Ini memang perlu, karena setiap lembaga negara: Presiden, MA, DPR bekerja dengan prinsip check and balance. Saling mengawasi. Ini dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang. Ini saya kan Presiden, Presiden kan diawasi. Diperiksa BPK dan diawasi oleh DPR. Jadi kalau ada dewan pengawas saya kira itu sesuatu yang juga wajar,” kata Jokowi, dalam jumpa pers yang dilangsungkan di Istana Negara, Jakarta, 13 September lalu.
Apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi sungguh tepat. Setiap lembaga perlu pengawasan. KPK pun tidak terkecuali. Sebagai sebuah lembaga yang memiliki kekuasaan yang demikian besar, semakin perlu ada yang mengawasinya. Perlu diingat bahwa KPK adalah lembaga adhoc.
Sesungguhnya pekerjaan memberantas korupsi dengan menindak tegas pelaku tindak korupsi itu adalah tugas kepolisian dan kejaksaan sebagai aparat hukum. Namun, karena performa kedua lembaga itu dalam memberantas korupsi dianggap kurang memuaskan, maka dibentuklah KPK yang penyidik dan penyelidik berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Walaupun memang melalui pemilihan di DPR.
Selama ini, KPK bekerja tanpa pengawasan. Seiring dengan perjalanan waktu, dirasa perlu untuk mengawasi KPK. Pemikiran yang muncul adalah dengan membentuk Dewan Pengawas.
Kita tentu ingat kata-kata bijak sejarawan, politisi dan penulis Lord Acton (1834-1902):
”Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely (Kekuasaan cenderung disalahgunakan, dan kekuasaan mutlak pasti disalahgunakan)”.
Kata-kata itu tentu tidak begitu saja jatuh dari langit, tetapi tentunya melewati pengamatan yang cukup panjang. Namun, dalam kasus KPK keadaannya tidak sesederhana itu. Mungkin di dalam hati kecil semua pihak mengakui bahwa KPK memang perlu pengawasan, tetapi persoalan yang terbesar adalah siapa yang harus mengawasi, atau yang tidak kalah penting, siapa yang memilih orang yang akan mengawasi KPK.
Baca Juga: KPK Harus Lebih Kuat Dibandingkan dengan Lembaga Lain untuk Pemberantasan Korupsi
Rasa tidak saling percaya antarberbagai lembaga sudah telanjur ada dan mengakar. Memilih Ketua KPK yang sudah sesusai dengan undang-undang yang ada saja, masih dipersoalkan, apalagi mengenai perlunya kehadiran Dewan Pengawas yang baru dalam tahap rancangan undang-undang.
Pernyataan Presiden Jokowi bahwa ia menginginkan KPK punya peran sentral dalam pemberantasan korupsi, yang punya kewenangan yang lebih kuat dibanding lembaga-lembaga lain pun dipersoalkan.
KPK masih diperlukan, tidak ada yang memungkirinya. Namun, KPK pun tidak boleh dibiarkan bekerja tanpa pengawasan. Terlalu besar risiko yang dipertaruhkan. Kini, menjadi tugas Pemerintah, dalam hal ini Presiden, dan DPR untuk menghasilkan undang-undang baru yang tidak melemahkan peran KPK dalam pemberantasan korupsi, walaupun dengan pengawasan. Check and Balance itu penting.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews