Celakanya, sudah dihujat-hujat begitu rupa, pakai dalil agama pula, Jokowi malah mengulang sukses Pilpres 2014. Bahkan sedikit lebih gede angkanya.
Di dunia ini segala-sesuatu seolah berpasangan. Ada siang ada malam. Ada putih ada hitam. Ada benar ada salah. Ada baik ada buruk. Ada lurus ada bengkok. Ada jujur ada curang.
Apalagi jika dikaitkan Pemilu, lebih-lebih Pilpres. Ada Jokowi ada Prabowo. Ada kecebong ada kampret. Masyarakat kita mudah terbelah, dan bisa suka atau benci kepati-pati, meski tanpa sebab yang bisa diurai jelas. Berpasangan tetapi berlawanan. Bahkan, keduanya saling meniadakan.
Yang benci kepati-pati pada Jokowi, sering tak jelas apa alasan sebenarnya. Karena; "Jokowi PKI! China! Menghina Islam! Kriminalisasi ulama! Antek Asing-Aseng-Asong-Asung! Suka Ngutang Luar Negeri! Penipu! Jual Pulau! Insinyur palsu! Jual perusahaan Negara! Kapitalis tapi sekaligus komunis! Pembohong!" Buktinya? Nggak penting. Apalagi kalau yang ngomong punya hotline pada Tuhan, dengan ngaku-aku ustad atau ulama.
Yang terbaru, seperti tudingan Mbambang Widjojanto, politikus anyaran berkedok hukum, dengan mengatakan Pemilu 2019 terburuk sepanjang sejarah Indonesia. Dan itu terjadi di rezim (Jokowi) yang korup. Jelas? Bukti? Nggak penting!
Perisakan, dan perusakan, pada Jokowi memang bertujuan untuk menyingkirkannya. Baca dua diantara 7 tuntutan Capres 02 pada MK, diskualifikasi Jokowi dan lantik Prabowo jadi Presiden. Apalagi jika wacana itu dikonstruksi dengan dalil-dalil agama.
Agama bisa membuat orang paling rasional menjadi paling irasional. Bayangkan shalat tertib, tapi tega memfitnah liyan. Bukannya tabayun atau mencoba silaturrahmi. Itu beradab? Bukankah Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu’ alaihi wasallam diutus Allah untuk memperbaiki akhlak manusia? Mantunya, Ali (anaknya Thalib), bilang ia habis harapan pada manusia!
Manusia memang makhluk aneh. Apalagi manusia Indonesia berstatus ASN (Aparat Sipil Negara). Sebagiannya bisa ikut-ikutan membenci dan memfitnah Jokowi.
Nggak takut selfie atau wefie di medsos dengan simbol jari seperti LGBT di China. Sebagaimana Ahok dulu di Pemda DKI Jakarta, Jokowi juga dibenci karena pintu KKN jadi sulit terbuka. Bahkan akan muncul keputusan Presiden kelak, jika ASN kinerjanya buruk bisa dipecat. Sama seperti karyawan swasta, meski gaji ASN kini tak lagi bikin minder.
Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia periode 2014–2019, dan akan berlanjut 2019–2024. Namun bagaimana bisa justeru warga negaranya sendiri ada yang bertakbir, untuk memenggal kepala Jokowi? Berencana membunuh dengan senjata api, sebagaimana terjadi dalam kerusuhan 22 Mei lalu?
Atas nama kebencian setingkat apa, kok bisa segitunya? Walhal 40 Kepala Negara di dunia sudah menyampaikan selamat atas kemenangan dalam Pilpres 2019. Reputasi dan prestasi Jokowi menjadi perbincangan tokoh dan media internasional. Tak sebanding dengan Prabowo.
Darimana datangnya cinta, mungkin kita tahu. Mungkin dari sawah turun ke kali. Tapi darimana datangnya benci? Dari kali naik ke sawah? Kasihan Pak dan Bu Tani. Bisa puso tanamannya. Kebencian para kampret (artinya pemuja Prabowo), acap tak masuk akal. Penuh paradoks. Agak beda dengan pendukung Jokowi yang tak memilih Prabowo.
Relatif lebih rileks, memiliki daya humor, dengan reaksi-reaksi terukur (meski kadang ada juga yang ikut-ikutan seperti kampret). Tapi itu pun lebih karena mereaksi ujaran atau postingan para kampret. Senyampang itu, anehnya, para kampret bukannya mempromosikan Prabowo, tapi malah lebih sibuk menghujat-hujat Jokowi.
Baca Juga: Klaim Kemenangan 62% dan 54% Gagal Memenangkan Prabowo–Sandiaga
Celakanya, sudah dihujat-hujat begitu rupa, pakai dalil agama pula, Jokowi malah mengulang sukses Pilpres 2014. Bahkan sedikit lebih gede angkanya. Itu pertanda Allah mengabulkan doa Amien Rais dan Neno Warisman? Itu pertanda omongan Amien Rais dan Neno Warisman, dan omongan para penghasut sorga, hanya iming-iming, gula-gula, atau permen untuk anak kecil.
Tapi kenyataan pahit tidak akan membuat gula-gula menjadikan manis lidah. Bagaimana pun kalah itu pahit, Jenderal! Tapi lebih konyol lagi, jika kepahitan itu hendak kau hilangkan pula dengan gula-gula. Kamu salah resep, Wok!
Kalau kita pakai dalil agama pula, pantaskanlah laku-jantramu untuk itu. Jangan kufur tapi ngafirkan liyan. Kepresidenan Jokowi, karena sudah tertulis di lauhul mahfuz. Bukan nama Prabowo yang tertulis di sana ‘kan?
Coba cek, deh! Dan jangan balik lagi ke bumi, apalagi ke Indonesia. Bikin ribet!
Susul gih, Rizieq dan Nashir!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews