Belum selesai dengan tuduhan seorang ustaz di Banyuwangi yang memfitnah pemerintah akan melegalkan zina, kini muncul cuitan dari sosok ustaz yang dikenal pro kubu 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Cuitan tersebut diunggah yang bersangkutan pada tanggal 18 Maret 2019. Hingga tulisan ini dikerjakan, cuitan tersebut masih tetap tayang.Apa maksudnya ini...
--- Haikal Hassan Baras (@haikal_hassan) March 18, 2019
Ada yg bisa kasih penjelasan? pic.twitter.com/K2bokFxOQn
Saya ingin merangkum pesan almarhum Nukman Luthfie salah satu pengamat media sosial yang sudah sejak lama mengupayakan literasi sosial media dan literasi media dalam memerangi hoax.
Kata Nukman bahwa tingkat literasi masyarakat sangat rendah terhadap informasi, media hingga di media sosial. Maksudnya masyarakat lemah dalam memahami dan mendekonstruksi (menata ulang) informasi yang didapatkan langsung melalui ponselnya sendiri.
Menurutnya, pendidikan di Indonesia tidak diajarkan bagaimana caranya membaca yang benar dan membaca yang kritis. Sakitnya lagi, kita mudah terseret dengan isu-isu murahan dan ikut juga menjadi pelaku yang menyebarkannya.
Contoh kecil saja, saat Ratna Sarumpaet "babak belur"'. Mereka yang awalnya ganas dan garang tidak ada satupun yang berusaha untuk menelaah dan mengkritisi apa yang sebenarnya terjadi pada Ratna Sarumpaet.
Sebaliknya, momen tersebut malah dimanfaatkan mereka sebagai bahan untuk menyebarkan isu bahwa Pemerintah represif terhadap seorang aktivis kemanusiaan, pejuang gender, pembela wong cilik yang kebetulan menjadi jurkam kubu 02.
Hingga akhirnya pelaku sendiri yang mengakui bahwa ia merekayasa dan dengan sadar menyebarkan hoax. Ia mengaku sebagai pelaku hoax. Padahal rentetan kejadian itu cukup lama hingga membuat Indonesia menjadi gempar. Ketika terkuak, mereka yang tadinya mengaum garang pun tiba-tiba seperti macan ompong.
Inilah sebuah bukti bahwa kaum terpelajar, cerdik dan cendekiawan pun tidak berusaha untuk membaca benar dan membaca kritis terhadap fenomena yang ada dihadapannya.
Celakanya, perilaku ini justru tidak berhenti sampai disitu saja. Kuat sekali dugaan bahwa produksi hoax ini terus diembuskan secara door to door.
Tak pelak isu PKI yang menerpa Jokowi 5 tahun lalu saja masih ada sisa-sisanya di beberapa kantong-kantong kemenangan kubu sebelah.
Kenyataan tersebut sulit dibantah dengan melihat cuitan ustaz Haikal yang terkesan bertanya namun tendensius. Malah terkesan menggiring opini yang selama ini memang dijadikan bahan gorengan tentang sentimen anti Cina.
Sebagai sosok ustaz yang dipandang, seharusnya ustaz Haikal tidak serta merta langsung membagikan konten tersebut.
Jika kita mendapatkan informasi yang belum jelas kebenarannya, makan tahan dulu. Jangan langsung disebarkan begitu saja. Pahami apa sih maksudnya Indochina.
Jangan malah terlihat seperti orang yang kurang kritis dan malas mencari sumber primer.
Dikhawatirkan ada yang menduga-duga bahwa Indochina adalah Indonesia. Jika tidak disertai dengan narasi yang benar, cuitan tersebut bisa menimbulkan banyak tafsiran.
Bisa saja toh ada yang berpikir bahwa Indonesia sudah dikuasai oleh China karena terjerat utang yang besar sampai-sampai namanya ganti jadi Indochina. Makin kacau lagi narasinya.
Inilah bahayanya misinformasi yang disebarkan bisa berujung menjadi kabar bohong dan fitnah.
Indochina yang dimaksud bukanlah Indonesia China, melainkan negara-negara di wilayah Asia Tenggara yang banyak dipengaruhi budaya India dan Tiongkok seperti Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja.
Sama halnya seperti saran Nukman. Bagi orang dewasa, jangan hanya membaca judul saja lalu mengambil kesimpulan. Cek dulu isinya. Sebelum menyebarkannya, tahan dulu. Cek dulu kebenarannya.
Meskipun benar sebaiknya juga dipikirkan kembali apa manfaatnya. Kalaupun isinya benar tapi tak bermanfaat, lantas untuk apa juga disebarkan?
Sosok-sosok seperti ustaz Haikal akan terus abadi mencuitkan sesuai dengan narasi yang memang dikendakinya dengan tujuan tertentu.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan Jokowi dan TKN dalam memerangi black campaign seperti ini
Meskipun tidak mudah tapi dibutuhkan reaksi spontan. Pertama, tindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sama seperti yang terjadi pada tirto.id yang kepeleset dengan memenya yang menyudutkan paslon 01. Yup meskipun memang sudah ada permohonan maaf, Tirto sebagai media online yang banyak dijadikan rujukan, perlu juga dong sesekali disentil biar enggak kebablasan lagi.
Kedua adalah edukasi. TKN harus gercep, setiap ada kasus black campaign yang didukung dengan bukti-bukti kuat, segera laporkan saja kepada pihak yang berwenang, siapapun itu. Karena efeknya seperti yang dirasakan sendiri, isu PKI yang dijadikan jualan oleh Obor Rakyat ternyata efeknya masih terasa hingga saat ini.
Kemudian diiringi dengan edukasi lewat komunitas-komunitas yang ada di daerah. Maka, mesin politik harus benar-benar digenjot untuk menangkal hoax. Basis kyai dan para ulama yang berada di belakang Jokowi pun terus menerus diupayakan untuk ikut serta meredam hoaks.
Perjuangan Pilpres 2019 memang sangat berat. Bukan karena Jokowi minim prestasi, tapi karena hoax yang menerpa lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya. Semoga pakde kuat melawan fitnah keji seperti ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews