Bagaimanapun pembangunan tak akan bisa berjalan dengan baik, apabila rakyat yang hidup di dalamnya tidak bersatu.
Kita semua menyadari dan juga tentu saja merasakan bagaimana dinamika politik di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir ini. Kehidupan politik, semakin hari bukannya semakin baik, tetapi justru semakin mengkhawatirkan. Setidaknya, pasca Pilpres 2014 di masyarakat kita, muncul dua kutub yang saling berlawanan. Keduanya terlalu sulit untuk disatukan agar kita semua bisa membangun negeri yang penuh keberagaman ini.
Namun, apapun yang terjadi, roda kehidupan harus terus berputar, dan kehidupan politik yang panas pun harus terus berjalan, dengan tetap perlunya kewaspadaan agar polarisasi yang ada tidak justru semakin tajam, dan makin memecah belah bangsa yang sudah disatukan sebelum kita merdeka.
Oleh karena itu, khususnya menurut penulis pribadi, pilihan Presiden Petahana Joko Widodo (Jokowi), yang menunjuk KH Ma'ruf Amin sebagai cawapresnya untuk kontestasi Pilpres 2019 adalah pilihan yang cerdas, dan juga begitu mendesak.
Dalam hal ini, Jokowi tidak memilih salah satu ketua partai, atau bahkan Jokowi pun tidak memilih Prof. Mahfud MD sekalipun, yang ketika itu namanya begitu populer. Apa yang dilakukan Jokowi dengan memilih KH Ma'ruf Amin, menurut kita yang berada di luar, merupakan sesuatu yang keliru.
Sepertinya Jokowi punya pertimbangannya sendiri, seperti yang dilakukannya di Pilpres 2014 lalu, ketika Jokowi memilih Muhammad Jusuf Kalla (JK) sebagai wakilnya. Dan nyatanya, Partai Golkar yang semula berada di barisan Prabowo-Hatta, kemudian merapat dan mendukung Jokowi-JK di Pemerintahan.
Pemilihan KH Ma'ruf Amin sudah pasti ditafsirkan oleh sebagian pendukung Jokowi sebagai politik identitas, kesan yang sebelumnya dilekatkan pada koalisi Prabowo Subianto di Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.
Ya, benar! Politik identitas yang membuat Pilkada DKI 2017 sebagai Pilkada terburuk dalam sejarah di Indonesia. Setidaknya itu menurut Pakar Politik LIPI, Siti Zahro Zuhro, yang menilai Pilkada DKI Jakarta pada 2017 merupakan yang terburuk dalam sejarah, karena di Pilkada DKI tersebut, kita semua ditarik ke isu-isu yang sensitif dan primordial, bukan yang substantif.
Begitu pula dengan KH Ma'ruf Amin. Anggapan bahwa Jokowi menerapkan politik identitas, juga dirasakan oleh seorang teman yang sejak keputusan Jokowi itu, dia menetapkan dirinya memilih untuk tidak memilih alias golput.
Dia menganggap bahwa sosok KH Ma'ruf Amin dikenal sebagai simbol Islam yang ikut mengantarkan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias BTP ke ranah hukum. Anggapan itu juga tak sedikit ikut mempengaruhi pendukung BTP alias Ahoker untuk Golput.
Namun, lambat laut, akal sehat itu kembali kepada pemiliknya. Mereka yang semula meragukan KH Ma'ruf Amin, akhirnya menerima karena ternyata dalam penampilannya di Debat Pilpres yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), KH Ma'ruf Amin begitu menakjubkan.
KH Ma'ruf Amin dipilih Jokowi, karena Jokowi lebih mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, yang dalam beberapa tahun ini terpolarisasi menjadi dua kutub yang saling berlawanan.
Selain itu, bagi Jokowi, KH Ma'ruf Amin adalah seorang intelektual, cerdas, dan pintar,yang juga memimpin para ulama di dalam naungan Majelis Ulama Indonesia, termasuk yang dituakan di Nahdlatul Ulama, ormas Islam terbesar di Indonesia.
"Pak Kiai Haji Ma'ruf Amin ini ulama besar dan intelektual. Tahu berbicara mengenai ekonomi syariah, start up, unicorn, decacorn, pintar, cerdas Bapak KH Ma'ruf Amin yang berasal dari Banten ini. Itulah kenapa saya memilih KH Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden mendampingi saya," jelasnya.
Dengan kata lain, melalui KH Ma'ruf Amin, nantinya jika Jokowi-Amin terpilih akan mempersatukan para ulama dan umat. Menurut Presiden Petahana yang juga Mantan Gubernur DKI Jakarta ini, Indonesia adalah negara besar yang memiliki beragam suku, agama, adat, tradisi, bahasa dan budaya. Karena itulah, menurut Jokowi, keragaman ini harus dijaga bersama-sama.
Apa yang akan dilakukan Jokowi-Amin lima tahun kedepan, bukan sekadar untuk melanjutkan program pembangunan yang sudah dibuat pondasinya oleh Jokowi-JK selama ini, melainkan juga saatnya membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas dan juga berdaya saing tinggi.
Selain itu, ada tugas lain yang lebih penting, yaitu menyatukan kembali bangsa ini yang selama beberapa tahun terpolarisasi. Bagaimanapun pembangunan tak akan bisa berjalan dengan baik, apabila rakyat yang hidup di dalamnya tidak bersatu.
Salam dan terima kasih!
***
Sebelumnya, artikel ini pernah dimut di Kompasiana.com
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews