Saya jadi ingat nasihat kakek saya dalam memilih seorang pemimpin. Kakek saya memberikan nasihat untuk memilih pemimpin yang memiliki keluarga yang baik. Karena salah satu ciri seorang pemimpin yang baik adalah memiliki keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Nasihat tersebut masih terngiang-ngiang hingga saat ini.
Kita lihat sosok pemimpin yang sukses memimpin negeri Ini mulai dari Soekarno hingga Jokowi. Mereka merupakan sosok pemimpin yang memiliki keluarga yang utuh. Setidaknya dari merekalah lahir keturunan yang menjadi pemimpin di masa depan dan bisa dibanggakan
Tak terkecuali dengan sosok seperti Soeharto sekalipun yang memiliki keluarga yang lengkap dan utuh meskipun di akhir hayatnya ditinggalkan oleh sang istri terlebih dahulu. Begitu juga dengan kisah cinta sepanjang masa, Habibie dan Ainun yang begitu indah hingga kisahnya diangkat ke layar lebar.
Potret keluarga inilah yang menjadi cermin kepemimpinan seorang ayah dalam mengatur rumah tangganya. Sosok seorang ayah harus mampu membagi cintanya untuk istri dan anak-anaknya. Bagaimana jadinya Jika seorang ayah tidak bisa membagi cintanya dengan adil untuk anak-anaknya. Tentu keluarga tersebut akan larut terus menerus dalam perseteruan.
Potret tersebut bisa kita lihat sendiri dalam koalisi Adil Makmur yang dipimpin oleh Gerindra. Setelah PKS yang ngambek karena tidak dapat jatah kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta, kini giliran Demokrat yang minta talak. Demokrat merasa Gerindra belum memenuhi janji janjinya. Lucunya justru Gerindra yang meminta terlebih dahulu agar Demokrat meluluskan janjinya dengan menggelar karpet merah untuk Prabowo.
Inilah potret " keluarga" yang sedang dirundung dengan masalah. Bagaimana mungkin menjadi seorang pemimpin yang adil, jika menggalang kekuatan koalisi saja sudah dirundung dengan berbagai permasalahan. Sampai-sampai masalah "keluarga" seperti ini diumbar ke media.
Kita tahu bahwa Susilo Bambang Yudhoyono bukanlah orang sembarangan. Meskipun sosok jendral bintang empat ini sedikit baper, tetapi harus diakui bahwa selama dua periode menjabat sebagai presiden, SBY cukup banyak Membawa Perubahan (BAPER). Yang paling terasa adalah kebebasan berekspresi.
Bahkan SBY berani bertaruh dengan mengorbankan karir anaknya sendiri demi menggapai cita-cita yang lebih tinggi. AHY harus memupus mimpinya menjadi seorang jendral hingga rela turun gelanggang untuk merengkuh jabatan politis yang lebih tinggi.
Meskipun Dewi Fortuna belum menyambangi AHY, sepatutnya Prabowo tidak menyia-nyiakan pengorbanan yang sudah dilakukan oleh SBY dan AHY demi mendukungnya. Sebagai orang Jawa yang memegang teguh etika, saya yakin SBY hanya perlu diwongke. Perlu dihormati, perlu diberikan tempat, demi memuluskan jalan menuju kursi presiden.
Apalagi SBY sudah memberikan petuahnya lewat cuitan cuitannya yang bijak. Alih-alih menyerang kubu yang selama ini menyudutkan Partai Demokrat, SBY justru memberikan kisi-kisi bagaimana seharusnya seorang calon presiden menjual dirinya sendiri kepada rakyat.
"Kalau "jabaran visi-misi" itu tak muncul, bukan hanya rakyat yang bingung, para pendukung pun juga demikian. Sebaiknya semua introspeksi *SBY*" cuit SBY.
Daripada mendukung capres yang sibuk mengorek-ngorek kesalahan pasangan capres lain dan tidak pernah memberikan program tandingan, mungkin saatnya SBY dan Demokrat berpikir ulang untuk memberikan galangan dukungan.
Pintu koalisi bersama Jokowi tampaknya masih sangat terbuka lebar bagi SBY. Apalagi AHY masih perlu banyak ditempa dalam gelanggang politik yang sesungguhnya. AHY bisa tampil bersama generasi milenial lain. Erick Thohir pasti akan menyambut AHY dengan tangan terbuka.
Andaikata Prabowo nanti menang, lantas Demokrat bisa dapat apa? Toh belum menang saja sekarang janji-janjinya belum ditepati. Apa Demokrat yakin nasibnya tidak sama dengan PKS? Di-PHP-in terus?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews