Salah satu yang paling dikenang dari capres Prabowo Subianto adalah "bocor ...bocor" yang selalu ia teriakkan, mengacu kepada kondisi banyaknya uang milik crazy richIndonesia yang tersimpan di banyak bank di berbagai negara yang regulasi perbankannya sangat menjamin kerahasiaan nasabah.
Prabowo tidak salah tentang itu. Kondisi ekonomi Indonesia yang jadi keprihatinannya cukup banyak pula yang benar, termasuk soal bocor itu. Yang salah adalah ketika para anak buahnya menyangka--atau memang sengaja menggoreng--keprihatinan Prabowo sebagai seolah-olah semua terjadi di era Joko Widodo atau disebabkan oleh kebijakan salah pemerintahan Joko Widodo.
Sejatinya, tiada orang selain Joko Widodo yang paling paham apa yang dipikirkan dan jadi keresahan Prabowo Subianto. Adalah Jokowi yang kebijakan-kebijakannya menjawab teriakan tuntutan Prabowo Subianto.
Soal keadilan dalam tata kuasa hulu migas, misalnya. Prabowo berteriak-teriak soal itu, dan Joko Widodo segera melaksanakannya dengan menyerahkan wilayah kerja migas terminasi dari tangan kontraktor asing kepada Pertamina; bahkan berhasil mendesak divestasi saham Freeport McMoran dari PT FI kepada Inalum.
Ketika Prabowo mengatakan kunci mengejar ketertinggalan ekonomi Indonesia adalah pembangunan infrastruktur, Jokowi mewujudkannya, menjadi Presiden yang paling sukses membangun infrastruktur, terutama di daerah-daerah yang sekian lama dianak-tirikan.
Demikian pula soal bocor tadi. Kini sudah dua langkah kemajuan yang ditempuh Pemerintahan Joko Widodo untuk menambal kebocoran keuangan tersebut.
Yang pertama, yang sudah setahun berlalu adalah melalui program tax amnesty. Dengan langkah ini, banyak orang kaya Indonesia mendeklarasikan kekayaannya di luar negeri, dan sebagian dibawa pulang (repatriasi) ke Indonesia.
Pada 31 Maret 2017, setelah masa 6 bulan tax amnesty usai, pemerintah Indonesia berhasil mendorong orang-orang superkaya mendeklarasikan Rp 1.031 triliun harta mereka di luar negeri. Sebanyak Rp 147 triliun di antaranya dibawa kembali ke tanah air (repatriasi).
Meski dinilai sukses, jumlah deklarasi harta crazy rich Indonesia yang tersimpan di luar negeri itu masih jauh dibawah nilai perkiraan. Menurut perkiraan konsultan internasional yang digunakan Kementerian Keuangan, terdapat total Rp 3.250 triliun kekayaan orang Indonesia yang tersimpan di luar negeri. Itu artinya orang-orang kaya tersebut baru sepertiga jujur.
Mengapa masih ada lebih dari Rp 2.000 triliun yang tidak dideklarasikan?
Yang pertama karena tax amnesty berbasis kepada kejujuran pemilik harta oleh adanya insentif pembebasan tunggakan pokok dan denda.
Yang kedua, orang-orang kaya--menurut data umumnya konglomerat dari masa Orde Baru--yang hartanya bersumber dari korupsi tidak bersedia mendeklarasikan kekayaannya sebab takut diusut.
Yang ketika, masih cukup banyak negara, seperti Singapura dan Swiss yang kalangan perbankannya menolak memberikan informasi kekayaan orang Indonesia yang tersimpan di sana.
Menghadapi kondisi ini, Pemerintahan Joko Widodo tidak menyerah begitu saja. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah terus mencari upaya untuk mendapatkan akses informasi rekening orang kaya Indonesia, terutama di negara seperti Swiss, Hongkong, dan Singapura.
Maka ditempuhlah langkah kedua, yaitu dengan memanfaatkan mekanisme Automatic Exchange of Information (AEoI).
Automatic Exchange of Information (AEoI) adalah kesepakatan pertukaran informasi rekening keuangan secara otomatis sesuai dengan Common Reporting Standard (CRS). Secara otomatis maksudnya Indonesia tidak harus menunggu ada warganya yang tersangkut kasus hukum untuk minta informasi rekening si tersangka dari bank negara mitra.
Saat ini pemerintah Indonesia sudah berhasil mengikat kesepakatan AEoI dengan 100an negara. Pada 2018 Indonesia telah menerima data rekening WNI dari 65 negara dan sebaliknya mengirim data rekening warga negara asing ke 54 negara.
Hebatnya, pada 2019 nanti Swiss, salah satu negara yang selama ini paling menjaga kerahasiaan perbankan akan mulai secara otomatis mengirimkan data rekening WNI kepada Dirjen Pajak.
Perbankan di Swiss ditenggarai sebagai salah satu tempat utama WNI yang ingin menghindari pajak, pun para koruptor menyembunyikan uangnya. Kementerian Keuangan memperkirakan paling kurang ada 84 crazy rich Indonesia yang menyimpan total Rp 2.535 triliun (kurs Rp 13.000) di bank di Swiss dan hanya sedikit yang sudah mendeklarasikannya.
Tonggak penting perjanjian Automatic Exchange of Information dengan Swiss tegak pertama kali pada awal Juli 2017, ditandai dengan penandatanganan joint declaration oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dengan Duta Besar Swiss Untuk Indonesia Yvonne Baumann dan disaksikan Menkeu Sri Mulyani.
Sebulan sebelumnya, Pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian serupa dengan Hongkong, negara yang juga jadi favorit orang-orang superkaya Indonesia menyembunyikan uangnya.
Tonggak kedua, yang mendukung AEoI adalah penandatanganan perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) yang telah siap, tinggal menunggu waktu yang tepat antara kedua negara untuk bertemu dalam acara penandatangan.
Yang pasti, per 2019 ini Pemerintah Indonesia sudah bisa menerima laporan rekening WNI di bank Swiss. Itu berarti para koruptor dan penunggak pajak tidak lagi memiliki tempat untuk menyembunyikan uangnya.
Akhirnya apa yang Prabowo teriakkan sebagai kebocoran akan segera berakhir, dan Joko Widodo lah yang mengakhirinya.
Sungguh, Joko Widodo adalah orang yang paling memahami Prabowo. Prabowo teriakkan, Jokowi tuntaskan; Prabowo wacanakan, Jokowi laksanakan. Kini kita tinggal menunggu waktu Prabowo datang ke istana, menjabat tangan Jokowi sambil berucap, "Saya salut, Anda memang yang terbaik." Itu jika benar asumsi bahwa Prabowo seorang ksatria.
Sumber:
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews