Garut adalah salah satu wilayah di Jawa Barat yang usianya sudah cukup tua. Asal nama Garut pun punya sejarahnya sendiri. Saya tak ingin mengulas perihal sejarah Garut dan lainnya. Silakan Anda membacanya sendiri, mulailah dari laman GarutKab ini. Namun, sayang juga kalau saya tidak menyebut julukan Garut sebagai Swiss van Java.
Garut juga begitu dikenal dengan domba dan dodolnya. Domba merupakan salah satu hewan yang menjadi ikon budaya kota ini. Hewan ini dilombakan, baik dari sisi kekuatannya dengan adu domba ataupun diadu kecantikan dan kesehatannya.
Begitu pula Dodol Garut, yang sudah lama menjadi buah tangan atau oleh-oleh bagi siapa saja mengunjungi Garut. Bahkan, penganan ini berhasil menempatkan Garut sebagai daerah penghasil dodol berkualitas tinggi. Saking terkenalnya, Anda bisa menemukan dodol ini di sebagian besar daerah di Indonesia.
Beberapa hari lalu, tepatnya ketika ada perayaan Hari Santri Nasional, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan peristiwa pembakaran bendera sebuah organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Peristiwa itu menjadi viral, karena narasi pemberitaannya sudah dilencengkan. Yang terjadi adalah pembakaran Bendera HTI, namun yang diviralkan sebagai pembakaran bendera tauhid.
Mungkinkah di acara yang syarat keislamannya itu, secara sepihak Banser yang merupakan bagian dari organisasi Islam terbesar di Indonesia ini membakar sesuatu yang syakral? Tidak masuk di akal. Masih adakah bendera tauhid?
Acara Hari Santri itu dihadiri anggota Badan Serbaguna (Banser) NU . Ketika ada salah satu orang yang mengibarkan bendera HTI, tentu saja memancing emosi anggota Banser lainnya. Terjadilah pembakaran bendera yang memang bertulisan kalimat tauhid, yang dikenal sebagai bendera HTI, sebuah ormas yang selama ini mengusung Negara Khilafah. Pengusungan negara Khilafah sendiri jelas bertentangan dengan negara kebangsaan yang kita anut sejak merdeka.
Saya sendiri menyesali aksi pembakaran itu, apalagi sampai terekspos kemana-mana. Kalau ingin menyelamatkan kalimat tauhid dari aksi politis HTI, sebenarnya bisa saja dipendam atau dibakar. Asal jangan sampai terekspos secara bebas di media sosial, sehingga bisa "digoreng" oleh orang-orang yang berkepentingan mengadu domba rakyat kita ini.
Memasuki tahun politik seperti saat ini, kita semua memang harus selalu waspada. Jangan mudah terpengaruh, sehingga begitu mudahnya kita diadu domba dengan sesama saudara sebangsa.
Para politisi, sebaiknya jika ingin merebut hati rakyat, ambillah dengan cara yang santun dan beradab. Kemenangan yang didapat dengan cara mengadu domba atau mengaduk-aduk emosi rakyat, bukanlah sebuah kemenangan, karena rakyat akan terpecah. Siapa pun yang menang akan sulit mewujudkan kesejahteraan rakyat, seperti niat awal tujuannya Anda berpolitik.
Kalau memang ingin mengadu domba, adulah domba yang memang sudah lama menjadi kesenian dan budaya masyarakat Garut. Atau jika ingin mengaduk-aduk, aduklah bahan-bahan pembuat dodol agar dodol garut semakin dikenal di Indonesia, bahkan dunia.
Ayo Selamatkan Indonesia!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews