Sudah lama penulis mengamati kenyinyiran Amien Rais, khususnya terhadap Presiden Jokowi, seakan-akan tidak ada sisi baiknya Jokowi dimata Amien Rais. Padahal, sebagai Ulama dan Cendikiawan Muslim, harusnya bisa bersikap Adil. Allah berfirman,
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa." (QS: Al Maidah ayat 8)
Implementasi ayat tersebut diatas sepertinya tidak membekas sama sekali dalam diri seorang Amien Rais, seolah-olah ada dendam kesumat yang harus dia tumpahkan kepada Jokowi. Seakan-akan kebenciannya terhadap Jokowi tidak ada habisnya.
Seperti baru-baru ini, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais tampak memberikan pidato dalam acara malam penghargaan 212 Award pada Jumat (4/1/2019). Dalam pidato tersebut dia kembali menumpahkan kegusarannya terhadap Kepemimpinan Presiden Jokowi.
Amien Rais menyinggung soal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menurutnya memiliki kekurangan fatal.
"Saya mengamati rezim Jokowi ini ada kekurangan yang amat sangat fatal."
"Yaitu tidak punya kompas moral, that's no moral guidence, yang diusung-usung hanya referensi mental," kata Amien Rais.
Menurut Amien Rais, mental mendorong orang hanya untuk bekerja keras dan mencapai sesuatu.
"Manusia itu ada yang bermental pemimpin, karena dia punya kualitas kepemimpinan."
"Yakni punya semangat, keberanian, diri sendiri, tapi ada orang yang mentalnya itu makmum, pengikut."
"Nah repotnya, kalau ada orang tidak punya mental kepemimpinan jadi pemimpin, itu dia tidak pernah jadi dirinya sendiri." Tribunews.com
Mari Kita analisa, apakah yang dikatakan Amien Rais tersebut. Kompas Moral memang penting, keimanan itu adalah Kompas Moral yang terbaik. Pertanyaannya dalah, apakah benar Jokowi tidak memiliki Kompas moral.? Apakah Jokowi hanya bekerja hanya mengandalkan referensi mental.?
Penulis rasa tidaklah demikian, justeru mental Kepemimpinan yang dimiliki Jokowi, menuntun moralnya untuk selalu bersikap jujur dan tawaduk. Sebaliknya, Amien Rais sendiri sebagai Dewan penasehat PAN, tidak bisa memberikan tuntunan moral yang baik terhadap kader pemimpin PAN.
Kita semua tahu, berapa banyak kader PAN yang tersangkut kasus korupsi, harusnya secara moral, Amien Rais malu, dan bukan malah sok moralis dan Paling bermoral dalam berpolitik. Warisan Kepemimpinan seperti apa yang sudah diberikan Amien Rais terhadap kader PAN, apakah Kompas moral terimplementasi dalam Kepemimpinan kader PAN.?
Justeru kalau penulis amati, Amien Rais sendiri tidak memberikan Kompas Moral pada kader PAN yang menjadi pemimpin, sehingga mental menjadi seorang pemimpin tidak dimiliki sama sekali, mudah terjerat kasus kejahatan korupsi. Ironisnya lagi, aliran dana kasus korupsi pun disinyalir mengalir ke Partai.
Kenyinyiran Amien Rais terhadap Jokowi bukanlah tanpa sebab, penulis menduga, Amien Rais merasa Jokowi kurang memperdulikan keberadaannya. Sejak Jokowi menjadi Walikota Solo, jadi Gubernur DKI, dan menjadi Presiden, Jokowi belum sekalipun sowan kepada Amien Rais, padahal Amien Rais sangat mengharapkan hal itu.
Amien Rais pernah berharap agar Jokowi mau mampir kekediamannya, seperti halnya yang pernah dilakukan SBY, namun kenyataannya, Jokowi bukanlah seperti SBY. Padahal bisa saja Jokowi melakukan hal itu, tapi cara-cara Amien Rais dalam menghujatnya, sangatlah tidak bermoral, sehingga Jokowi pun urung sampai sekarang sowan kekediaman Amien Rais.
Sangat kuat dugaan, Amien Rais membenci Jokowi hanya karena merasa tidak dihormati Jokowi, padahal dia merasa, sebagai Tokoh Reformasi patut dihormati siapa saja.
Persoalannya adalah, Amien Rais tidak pandai merepresentasikan dirinya sebagai seorang yang terhormat, dia tidak bisa memposisikan dirinya sebagai seorang negarawan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews